Seputaran Kesawan begitu padat dilalui berbagai jenis kendaraan pagi ini. Ada yang berkendara santai namun ada juga yang tampak terburu-buru.
Suara klakson saling bertautan saat kendaraan lain tak sabar untuk segera melintasi jalan ini. Terlebih, ada beberapa perbaikan drainase dan revitalisasi Stasiun Kereta Api Medan yang membuat arus lalu lintas menjadi cukup padat merayap.
Berdasarkan pantauan tim detikSumut, Kamis (28/12/2023), Kawasan Kesawan mengalami perubahan dari beberapa tahun sebelumnya. Ada beberapa bangunan modern yang tinggi menjulang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun begitu, suasana tempo dulu masih cukup terasa ketika berjalan-jalan di seputaran Kesawan ini. Ada banyak bangunan gedung yang masih mempertahankan arsitektur kuno. Hal ini terlihat dari gaya bentuk atap, jendala, maupun model dinding yang bergaya klasik.
Namun, tampak juga sisa dari bangunan tua yang disulap menjadi toko-toko modern di sekitar Kesawan.
Saat berjalan menyusuri kawasan Kesawan, detikers akan melihat banyak bangunan kuno bergaya Eropa seperti bangunan PT PP London Sumatera Indonesia yang berada tepat di persimpangan lalu lintas yang menghubungkan Jalan Pulau Pinang, Jalan Ahmad Yani, dan Jalan Balai Kota.
Masih di seputar Kesawan, detikers juga dapat melihat rumah bersejarah Tjong A Fie, seorang konglomerat zaman dahulu, dan gedung-gedung bergaya Eropa seperti Werenhuis namun beberapa di antaranya banyak yang terbengkalai.
Memiliki konsep daerah yang artistik, spot-spot di Kesawan sering jadi tempat pemotretan pre-wedding, foto perpisahan kelas, maupun lokasi pemotretan model profesional.
Di antaranya ada Fika, warga Medan yang sempat menggunakan menggunakan spot di Kesawan saat pre-wedding. Ia menilai Kesawan menjadi area estetik untuk diabadikan.
"Aku sama pasangan pilih lokasi Kesawan kemarin pas foto pre-wedding karena tempatnya ini kuno dan estetik ya. Apalagi sebelum Werenhuis belum direvitalisasi, itu cakep banget berasa ala-ala Eropa di situ. Sebenarnya banyak spot yang keren, tapi ada yang enggak terawat, padahal kalau dirapikan itu bagus kayak di luar negeri," kata Fika kepada detikSumut.
Sementara itu, apabila detikers susuri kawasan Kesawan, ada begitu banyak toko-toko jadul yang masih bertahan mulai dari toko musik maupun toko olahraga. Beberapa di antaranya ini sudah berganti generasi pemiliknya.
Pusat Bisnis Termegah
Sejarawan Sumut Budi Agustono menyebut Kesawan pada masa kolonial Belanda menjadi pusat bisnis besar tempo dulu. Selain itu, wilayah ini juga menjadi wilayah Pecinaan dengan banyaknya masyarakat etnis Tionghoa yang berbisnis di wilayah Kesawan ini.
"Kesawan itu merupakan salah satu wilayah penyangga utama Kota Medan yang dibangun pada waktu itu untuk mengoperasikan kepentingan kekuasaan dan kepentingan komersial bangsa kolonial dan pemilik perkebunan pada waktu itu. Lalu Kesawan berdiri dan dalam waktu singkat, Kesawan menjadi wilayah Pecinaan, pusat bisnis masyarakat Tionghoa dan Belanda," kata Budi kepada detikSumut.
Lanjutnya, Budi bercerita bahwa Kesawan memiliki geliat perputaran ekonomi yang kencang. Bahkan, ia menuturkan hampir seluruh media cetak yang terbit saat itu selalu mengiklankan produk-produk Eropa yang dijual di Kesawan.
"Kalau bisnis itu misalnya hampir semua bisnis yang terkait dengan industri dan budaya kota ada di Kesawan. Misalnya orang mau beli sepeda, alat musik, ataupun olahraga, kemudian membeli pakaian. Kemudian di tahun berikutnya banyak muncul restoran, saya pikir bisnis itu tetap hidup. Waktu itu banyak toko-toko yang dimiliki kalangan Tionghoa waktu itu dan juga kalangan Eropa. Iklan-iklan yang mengiklankan produk di Kesawan cukup banyak di berbagai koran. Hampir seluruh koran yang terbit di Medan itu mengiklankan produk Eropa yang masuk ke kota Medan yang dijual di Kesawan," jelasnya.
Budi menyebutkan bahwa Kesawan bisa maju dan menjadi pusat bisnis yang berjaya pada saat itu lantaran banyaknya bisnis-bisnis dari sektor perkebunan. Hal ini juga turut menarik pebisnis dari berbagai negara untuk ikut melakukan perputaran bisnis di Kesawan.
"Kesawan itu wilayah yang kosmopolitan, internasional karena berbagai bangsa mulai dari Belanda, Amerika, Inggris, Belgia, Polandia, Jepang, China yang memiliki bisnis-bisnis terkait dengan industri perkebunan waktu itu yang jumlahnya ratusan pada waktu itu. Jadi misalnya konsumennya orang-orang Belanda ataupun negara di Eropa lainnya, atau pelancong yang datang ke Medan," kata Budi.
"Waktu itu saat Kesawan tumbuh berkembang ada hotel Dharma Deli yang dulu namanya Hotel de Boer kemudian tempat Bank Mandiri seputar Kesawan itu dulu ada hotel yang namanya Hotel Medan. Hotel Medan inilah yang pertama berdiri di sekitar Kesawan, kemudian berdirilah hotel Inna Dharma Deli. Hotel ini sangat terkenal waktu itu, banyak sekali pelancong atau kalangan bisnis bermalam di Hotel De Boer, nah pada saat malam itu mereka berjalan-jalan menikmati Kesawan," lanjutnya.
Eksis selama puluhan tahun, Budi menuturkan perputaran bisnis oleh kolonial Belanda mulai meredup sejak tahun 1950-an. Hal ini terjadi lantaran pada masa itu ada program nasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia kepada bisnis ataupun aset milik swasta bangsa Eropa.
"Banyak bisnis yang di Medan itu mulai menurun secara keseluruhan sejak tahun 1950an pada saat terjadi pengambilan perusahaan asing oleh Pemerintah Indonesia lewat program nasionalisasi. Waktu itu pelayaran, perkebunan, perhotelan, dan juga kegiatan bisnis swasta yang besar yang sebelumnya dimiliki orang Eropa diambil alih pemerintah Indonesia. Bisnis mereka diambil dan mereka pulang ke negaranya, saya kira tahun 1950an, peran orang-orang Eropa mulai berangsur turun," kata Budi.
Melihat Kesawan saat ini, Budi menyayangkan peran Pemerintah yang kurang berupaya untuk menjadikan Kesawan sebagai kota budaya. Padahal, apabila dijalankan, Kesawan dapat menarik para turis asing untuk berkunjung ke Medan.
"Kesawan saat ini masih proses revitalisasi, proses perbaikan dan itu tentunya karena Kesawan ini kota tua, kota bisnis paling tua dan eksotis tapi ternyata sampai sekarang belum dapat dipertahankan layaknya kota budaya yang lain. Seharusnya ini menjadi potensi utama pengembangan kota budaya untuk menarik orang luar datang ke Medan," ujar Budi.
"Saya sering membayangkan Kota Medan seandainya Kesawan itu dibangun lebih baik akan mendatangkan turis mancanegara ke kota medan, sayangnya itu belum terjadi. Jalan Kesawan itu semakin sempit kemudian banyak keluhan publik dengan pembangunan Kesawan," sambungnya.
(nkm/nkm)