Fenomena penjualan uang logam yang ditarik Bank Indonesia beredar di Sumut. Rata-rata para pedagang tersebut berjualan melalui marketplace dengan harga di atas rata-rata.
Contohnya saja, sebuah akun marketplace menjual uang logam Rp 500 tahun emisi 1997 seharga Rp 47 ribu dan ada akun di marketplace yang menjual uang logam Rp 1.000 tahun emisi 1993 seharga Rp 5 juta.
Melihat hal ini, pengamat sosial Sumut Agus Suriyadi mengungkapkan bahwa hal ini berkaitan dengan efek sosial media. Hal ini membuat warga yang kesulitan ekonomi berusaha untuk mencari peluang.
"Efek media sosial ini kan luar biasa, itu yang kemudian mempengaruhi dampak ke masyarakat seolah menjadi berita yang real. Tentu ekspektasi masyarakat di tengah kesulitan ekonomi, di tengah lapangan pekerjaan yang tidak bisa memberikan kepastian kepada masyarakat, sehingga setiap peluang yang memungkinkan untung, menjadi secercah harapan," ungkap Agus kepada detikSumut, Minggu (10/12/2023).
Agus kemudian menilai bahwa fenomena menjual uang dengan harga yang berada di atas konversi merupakan hal yang tidak bisa dibenarkan. Ia melihat hal ini menjadi ajang aji mumpung masyarakat setelah melihat suatu fenomena di sosial media.
"Culture ataupun mindset masyarakat seperti ini kemudian menjadi persoalan terbesar di kita. Kan tidak ada nilai konversi yang dilakukan seperti itu oleh BI kecuali benda kuno ataupun purbakala yang kemudian dijual di lembaga tertentu ataupun lelang, tapi kalau kemudian menukar uang kuno dengan nilai konversi yang melebihi batas ambang, saya kira itu bukan suatu yang benar. Karena efek tadi derasnya terpaan media sosial yang mempengaruhi pola pikir masyarakat menjadi cenderung seperti itu," ujarnya.
"Kita tidak bisa pungkiri perkembangan teknologi seperti ini, sehingga semua orang dengan status ekonomi apapun seperti itu bisa mendapat informasi sebanyak-banyaknya. Beredar luas ada pertukaran dengan nilai konversi lumayan besar, padahal itu tak terjadi," lanjutnya.
Sementara itu, Agus menyebutkan bahwa fenomena ini belum dapat dipastikan apakah akan berlangsung lama atau tidak. Terlebih, kondisi ini akan dimungkinkan terus terulang apabila tak ada edukasi terkait penjualan mata uang dengan nilai yang tinggi.
"Kalau saya melihat fenomena ini di tengah keterbatasan pemahaman masyarakat, keterbatasan ekonomi sehingga ini menjadi seolah-olah bisa diuntungkan dengan harapan palsu," ucapnya.
(dhm/dhm)