- Bersyukur Dapat Beasiswa Pendidikan Anak dari BPJS Ketenagakerjaan
- Proses Pencairan JHT dan Beasiswa Pendidikan Cepat
- Berharap BPJS Ketenagakerjaan Beri Beasiswa Anak Berprestasi
- Berjuang demi Anak
- Uang Pensiun untuk Bayar Listrik
- Syarat Penerima Beasiswa Pendidikan BPJS Ketenagakerjaan Syarat Umum Besaran Beasiswa Ketentuan Lain
- Cara Klaim JKK dan JKM Formulir Beasiswa
Kehilangan abang, suami, dan ibu, kurun waktu kurang dari setahun menjadi kenyataan yang harus diterima oleh Julika Hasanah. Berat dirasa wanita berusia 40 tahun itu saat satu persatu orang yang dikasihinya menghadap Allah SWT.
Kehidupannya berubah drastis ketika suami meninggal dunia. Selama menjalani rumah tangga dengan almarhum suami, Wahidin, Julika memilih menjadi seorang ibu rumah tangga (IRT). 11 tahun menikah, pasangan ini dikaruniai dua orang anak.
Tanggung jawab sebagai kepala keluarga otomatis beralih ke pundak Julika ketika almarhum suami meninggal dunia. Terutama untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan sekolah kedua anaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal 11 tahun terakhir, wanita berhijab ini hanya fokus mengurus anak dan membantu usaha sampingan suami. "Kalau mau diceritakan, nggak gampang jadi saya. Dalam setahun tiga kali kehilangan, pertama itu abang Juni 2021 sakit stroke, ketika itu meninggal di pangkuan almarhum suami. Di September itu suami meninggal, didiagnosa rumah sakit dan dokter meninggal karena Corona. Kemudian Februari 2022 itu mamak, jadi dari bulan Juni (2021) ke Februari (2022) itu kan tak sampai setahun. Dan Allah memang luar biasa mencoba saya waktu itu," tutur wanita yang akrab disapa Ika dalam perbincangan dengan detikcom.
Sebelum meninggal dunia kondisi kesehatan ibunya terus menurun. Terutama pasca kepergian suaminya. Kepergian suami membuat pikiran ibunya semakin terbebani. "Begitu suami meninggal, mamak ngedrop, walaupun pada saat itu kondisinya memang lemah. (Mungkin) mamak jadi kepikiran tentang saya dan anak-anak, bagaimana, karena saya kan nggak kerja waktu itu, anak-anak masih kecil jadi gimana ke depan, mungkin itu ada di pikiran mamak," tuturnya.
Tidak mau berlarut-larut dengan kesedihan, Ika berusaha bangkit. Dia tak ingin kedua anaknya terus melihatnya meratapi kesedihan. Awal 2022 dia bekerja di tempat almarhum suaminya.
Di usia yang tidak muda lagi dan sudah terlalu lama menjadi ibu rumah tangga, diakui Ika tidak mudah mencari pekerjaan. Beruntung perusahaan tempat almarhum suami bekerja menawarinya sebuah pekerjaan.
"Bulan September 2021 suami meninggal, Januari 2022, (Harian) Sumut Pos menawarkan pekerjaan. Kalau pernikahan seperti ganti tikar. Cuma posisi beda, kalau almarhum kan manajer layout. Karena basic wartawan, (saya) ditarik jadi wartawan," ungkapnya.
Sebelum menikah, Ika yang juga alumni Universitas Sumatera Utara (USU) merupakan seorang wartawati. Profesi itu ditinggalkannya ketika menikah dengan almarhum suaminya pada 2011.
Usai mencoba menata hidupnya kembali, musibah dan takdir Allah kembali datang. Ika harus rela kehilangan ibu, sosok orang tua terakhir yang dimilikinya sebulan pasca dia memutuskan bekerja.
"Jadi ketika orang tua nggak ada, tinggal anak-anak pegangan kakak. Rasa-rasanya orang tua itu kan tempat kembali, ketika nggak ada pasangan, kita masih bisa berbincang dengan orang tua. Karena waktu itu suami diluan (meninggal)," ceritanya sembari menitikan air mata.
Menjadi wartawan di Harian Sumut Pos pun dijalani Ika sampai hari ini. Di awal 2022, bisnis sampingan almarhum suami di bidang percetakan pun sempat dilanjutkannya. Tidak mengenal waktu, semua hal yang berpotensi menghasilkan uang pun dikerjakannya.
![]() |
Apalagi dua bulan sebelum meninggal dunia, dia dan suaminya mengajukan pinjaman ke bank untuk mengembangkan bisnis sampingan itu. "Bulan Juli 2021, kami dapat pinjaman bank, dua bulan suami sebelum meninggal. Jadi setelah suami meninggal, saya yang menanggungjawabi. Lima tahun periode cicilan bank itu," jelasnya.
Meninjam uang atau utang menjadi hal yang dihindari Ika dan suami. Ketika itu ada pengecualian karena mereka ingin mengembangkan usaha percetakan yang sudah dirintis suami.
"Untuk menyikapi itu gali lobang tutup lobang, selama ini memang utang sangat kami hindari. Cuma kemarin pinjaman itu, suami mau mengembangkan sampingan usaha percetakan yang udah dirintisnya. Ternyata dana keluar, dia pergi, dan uang sudah terpakai untuk usaha. Kalau tadi belum terpakai, uangnya bisa dipulangkan, sayangnya uang pinjaman itu dalam dua bulan sudah terpakai," bilangnya.
Pergerakan untuk melanjutkan usaha percetakan yang dirintis almarhum suaminya itu terbatas. Bukan hanya karena tanggung jawabnya dengan pekerjaan, modal dan tenaga pun menjadi kendala.
"Saya mau lanjutkan tapi pergerakan terbatas. Ada orang juga yang mau cetak-cetak, tapi mentok di waktu. Sementara saya juga ada tanggung jawab pekerjaan di Sumut Pos. Mentok di waktu, sama modal juga, karena orang kalau mau cetak juga kan butuh biaya, biasanya orang mau cetak cuma bayar uang muka," urainya.
Sebelum melanjutkan membayar cicilan pinjaman, dia mencoba mengajukan pemutihan atau keringanan kepada pihak bank. Sayangnya permohonan itu ditolak karena pinjaman itu atas nama dirinya bukan suami.
Bersyukur Dapat Beasiswa Pendidikan Anak dari BPJS Ketenagakerjaan
Beberapa bulan setelah kepergian suami, Ika mengurus proses klaim Jaminan Hari Tua (JHT) milik almarhum suaminya ke BPJS Ketenagakerjaan. Di sana lah dia baru tahu bahwa ada program beasiswa pendidikan untuk anaknya.
"Dari perusahaannya, alhamdulillah suami ikut BPJS Ketenagakerjaan, jadi saya coba urus JHT, itulah diklaim. Pada saat itu petugas BPJS-nya bilang ada bantuan pendidikan. Awalnya tak tahu kalau ada bantuan pendidikan untuk anak sekolah dari peserta yang meninggal dunia," ungkapnya.
"Cuma niatnya mau klaim JHT, saya nggak tahu banyak tentang BPJS Ketenagakerjaan, cuma tahunya JHT, itu yang mau diklaim," lanjut dia.
Dari perbincangan dengan petugas BPJS Ketenagakerjaan yang melayaninya, barulah Ika dapat informasi tentang program beasiswa pendidikan. Beban dan tanggung jawab yang dipikul pundaknya pun terasa lebih ringan.
"Jadi customer service waktu itu nanyak 'berapa anak saya? Saya bilang dua, yang paling besar SD, kecil TK'," katanya mengulang perbincangannya dengan petugas BPJS saat itu.
Usai mendapat informasi tentang dua anaknya, petugas BPJS Ketenagakerjaan langsung menunjukkan selembar kertas yang berisi persyaratan untuk menerima beasiswa pendidikan anak.
"Awalnya cuma klaim JHT, cuma masukkan berkas klaim JHT. Besoknya datang lagi dan bawa syarat yang diminta untuk pencairan dana pendidikan anak-anak. Kalau nggak salah namanya beasiswa, karena suami peserta BPJS Ketenagakerjaan ada beasiswa untuk anak yang orang tuanya meninggal dunia. Berbarengan cairnya yang klaim JHT dan uang beasiswa pendidikan anak," tuturnya.
Proses Pencairan JHT dan Beasiswa Pendidikan Cepat
![]() |
Ika memuji proses pencairan klaim JHT dan beasiswa pendidikan anaknya yang cepat. Setelah seluruh syarat yang diminta lengkap, JHT dan beasiswa pendidikan itu pun cair dalam ke rekening miliknya dua pekan kemudian.
"Proses pencairan itu butuh waktu sekitar dua minggu. Alhamdulillah berkas yang mereka minta lengkap. Kalau yang lama itu mungkin ketika syaratnya belum lengkap," tuturnya.
Anak kedua Ika masih TK ketika dia mengurus JHT dan beasiswa pendidikan anak di BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga ketika itu belum bisa ikut menerima.
"Pada masa itu anak yang nomor dua belum dapat, baru dapat ketika SD. Jadi tahun 2022 anak kedua udah masuk SD, mulai diklaim juga bantuannya. Nominal satu anak dapat Rp 1,5 juta untuk per tahun," jelasnya.
Rasa syukur coba ditonjolkannya karena sedikit banyak biaya pendidikan untuk kedua anaknya terbantu. "Kalau dibilang cukup? anak saya dua, duanya (sekolah) di swasta, kalau dibilang cukup, nggak cukup. Itulah hitungannya per bulannya, sekitar Rp 150 ribu per bulan, tapi mau nggak mau, kita syukuri aja. Alhamdulillah. (Beasiswa pendidikan) ditunggu lah itu setiap bulan 12 setelah anak menerima rapor sekolah semester 1," ungkapnya.
Berharap BPJS Ketenagakerjaan Beri Beasiswa Anak Berprestasi
Ika pun menyampaikan harapannya ke BPJS Ketenagakerjaan di masa yang akan datang. Dia berharap ada beasiswa tambahan untuk anak yang berprestasi.
"Anak saya dua-duanya ranking satu di sekolah, tapi beasiswa pendidikan ini tidak ada ketika anak ranking satu di sekolah. Mau nya, harapannya ada, jadi ketika anak itu berprestasi bisa dikasi tahu, kalau berprestasi bisa dapat ini-ini. Tapi begitupun disyukuri," kata dia.
Informasi yang diterimanya bantuan pendidikan itu akan bertambah sesuai tingkat sekolah anak. Untuk tingkat SD beasiswa pendidikan Rp 1,5 juta per tahun, tingkat SMP Rp 2 juta per tahun dan Rp 2,5 juta ketika duduk di bangku SMA. "Setiap jenjang naik Rp 500 ribu, maksimal Rp 3 juta per tahun untuk tingkat SMA," sebutnya.
Di formulir yang diberikan pihak BPJS Ketenagakerjaan ketika mengurus beasiswa anak, kata dia, ada kolom beasiswa hingga kuliah. "Mudah-mudahan bisa dapat sampai kuliah. Beasiswa pendidikan anak ini sangat membantu, karena setidaknya, karena sistem kakak ini gali lobang tutup lobang, pasti ditunggu bantuannya," tuturnya.
Berjuang demi Anak
Anak pertama Ika tahun depan sudah masuk jenjang SMP. Ada keinginan dari anaknya jika sudah SMP ingin melanjutkan pendidikan di pesantren.
Dengan segala keterbatasan, dia mencoba memberikan pengertian ke anaknya bahwa biaya pendidikan di pesantren tidak murah. Sehingga diarahkan ke SMP negeri.
Anak yang besar kan tahun depan udah masuk SMP, dia minta masuk pesantren, ini lagi kakak bujuk untuk jangan ke pesantren, karena kita tahu biaya pesantren tidak murah, ada biaya kehidupan di sana, biaya buku dan segala macam," ungkapnya.
Hanya saja dia masih berusaha agar keinginan anaknya sekolah di pesantren tahun depa dapat terealisasi. "Tapi begitupun saya usahakan, semaksimal mungkin berdoa ke Allah, mudah-mudahan adalah rezeki, ada jalan untuk ke sana. Demi anak-anak ya banting tulang," ucapnya.
Uang Pensiun untuk Bayar Listrik
Kisah tidak jauh berbeda dialami Yulidar Tanjung, wanita yang harus survive ketika suaminya meninggal dunia. Selama menikah dengan almarhum suaminya Busro Hutasuhut, Yulidar hanya seorang ibu rumah tangga.
Pasca kepergian suami, Yulidar harus membiayai pendidikan putri semata wayangnya yang tengah menjalin pendidikan di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU). Saat mengurus klaim JHT milik almarhum suaminya, pihak BPJS Ketenagakerjaan memberikan informasi adanya beasiswa atau bantuan pendidikan anak.
"Kalau tidak salah nominalnya sekitar Rp 12 juta per tahun kalau anaknya masih kuliah. Diberikan Rp 6 juta setiap semester. Tapi itu tidak bisa anak saya dapat karena almarhum suami meninggal setelah pensiun dari perusahaan tempatnya bekerja," ungkapnya.
Meski anaknya tidak mendapat beasiswa pendidikan BPJS Ketenagakerjaan, Yulidar tidak berkecil hati. Dia berusaha bekerja melanjutkan peninggalan suaminya hingga kuliah anaknya bisa selesai.
"Hidup dan mati itu urusan Allah, begitu juga rezeki. Manusia tugasnya berusaha," tuturnya.
Proses pencairan JHT almarhum suaminya pun tidak memakan waktu lama, Yulidar mengaku uang JHT suaminya sudah ditransfer ke rekening dua minggu usai persyaratan yang diminta lengkap.
"Prosesnya nggak lama, cepat. Pelayanan BPJS Ketenagakerjaannya juga bagus," ungkapnnya.
Selain JHT, kata dia, BPJS Ketenagakerjaan memberikan bantuan uang pensiun setiap bulannya. "Uang pensiun itu sekitar Rp 580 ribu per bulan. Tapi setiap 3 bulan sekali kita harus lapor ke BPJS. Lumayan uang pensiunnya bisa untuk bayar listrik setiap bulan," jelasnya.
Syarat Penerima Beasiswa Pendidikan BPJS Ketenagakerjaan
Pemberian beasiswa pendidikan tersebut didasarkan PP Nomor 82 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 5 tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua. Aturan berlaku secara efektif sejak 1 April 2021.
Beasiswa pendidikan ini merupakan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) dari BPJS Ketenagakerjaan. Ada berbagai syarat yang harus dipenuhi untuk klaim bantuan pendidikan ini.
Dari Permenaker Nomor 5 tahun 2021, manfaat beasiswa pendidikan anak dapat diberikan kepada anak peserta program JKK dan JKM jika:
- Peserta mengalami Cacat Total Tetap akibat Kecelakaan Kerja atau PAK;
- Peserta meninggal dunia akibat Kecelakaan Kerja;
- Peserta meninggal dunia bukan akibat Kecelakaan Kerja.
Sesuai dengan peraturan tersebut, maka dalam hal peserta meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, manfaat JKM berupa beasiswa pendidikan anak dapat diberikan untuk peserta yang memiliki masa iur paling singkat tiga tahun.
Sementara jika peserta tersebut memiliki lebih dari satu kepesertaan JKN aktif dalam periode waktu yang sama, maka tak berlaku akumulasi masa iur dari masing-masing kepesertaan.
Manfaat beasiswa pendidikan anak tersebut diberikan untuk paling banyak 2 orang anak.
Syarat Umum
- Pekerja memiliki anak usia sekolah
- Umur anak pekerja maksimal 23 tahun
- Berlaku hanya untuk 2 (dua) orang anak
- Fotokopi kartu keluarga
- Surat keterangan dari sekolah/ perguruan tinggi
- Anak pekerja belum menikah
Dalam hal perusahaan menunggak iuran lebih dari 3 bulan, manfaat beasiswa diberikan setelah Pemberi Kerja melunasi tunggakan iuran beserta denda
Besaran Beasiswa
Ahli waris dari peserta program JKM akan mendapatkan total manfaat senilai Rp 42 juta dan beasiswa hingga Rp174 juta. Rinciannya adalah sebagai berikut:
- Santunan kematian sebesar Rp20 juta
- Biaya pemakaman sebesar Rp10 juta
- Santunan berkala untuk 24 bulan yang dibayarkan sekaligus dengan jumlah Rp12 juta
- Beasiswa pendidikan dengan maksimum limit Rp174 juta untuk maksimal 2 orang anak, dengan catatan peserta sudah memiliki masa iuran minimal 3 tahun dan meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kecelakaan. Manfaat ini akan dibayarkan secara berkala sesuai dengan tingkat pendidikan anak hingga ia mencapai usia 23 tahun atau menikah atau bekerja.
Besaran beasiswa pendidikan JKK dan JKM BPJS Ketenagakerjaan, yakni:
- Pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan SD: Rp 1,5 juta per orang per tahun. Maksimal menyelesaikan pendidikan selama 8 tahun.
- Pendidikan SMP/sederajat: Rp 2 juta per orang per tahun. Maksimal menyelesaikan pendidikan 3 tahun.
- Pendidikan SMA/sederajat: Rp 3 juta per orang per tahun. Maksimal menyelesaikan pendidikan 3 tahun.
- Pendidikan tinggi paling tinggi S1: Rp 12 juta per orang per tahun. Maksimal menyelesaikan pendidikan 5 tahun.
Ketentuan Lain
- Pengajuan klaim beasiswa bisa dilakukan setiap tahunnya.
- Bila anak peserta BPJS Ketenagakerjaan belum memasuki usia sekolah pada saat peserta meninggal dunia tau cacat total, beasiswa bisa diberikan saat anak memasuki usia sekolah.
- Beasiswa berakhir saat anak peserta mencapai usia 23 tahun atau menikah atau bekerja.
Cara Klaim JKK dan JKM
Ahli waris peserta yang meninggal dunia dapat mendatangi kantor cabang terdekat dengan membawa persyaratan dokumen yang dibutuhkan. Berbagai dokumen yang diperlukan untuk mengklaim JKK dan JKM yaitu:
Formulir Beasiswa
- Surat Keterangan dari Sekolahan atau Universitas bahwa anak tersebut masih sekolah
- E-KTP Anak atau Kartu Pelajar
- Akte Kelahiran
Dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan seperti:
- Kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan
- Fotokopi E-KTP tenaga kerja dan ahli waris
- Akta kematian
- Fotokopi Kartu Keluarga
- Surat Keterangan ahli waris dari pejabat yang berwenang
(astj/afb)