Peristiwa pemberontakan G30S/PKI menyisakan duka yang begitu mendalam bagi rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, gerakan ini telah menggugurkan enam orang jenderal dan satu orang perwira, ketujuh orang itu kini dikenal dengan sebutan pahlawan revolusi.
Begitu kejamnya pembantaian yang dilakukan oleh gerakan yang dipelopori oleh Letkol Untung tersebut, hingga tak seorangpun luput dari maut. Namun, salah seorang jenderal yang ditargetkan untuk dibantai pada akhirnya lolos, jenderal itu bernama Abdul Haris Nasution.
Berikut detikSumut rangkum riwayat hidup Jenderal Abdul Haris Nasution untuk kita kenang bersama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abdul Haris Nasution Semasa Hidup
Dilansir dari buku Mengenal Pahlawan Indonesia karya Arya Ajisaka, Abdul Haris Nasution atau yang kerap disapa A.H. Nasution adalah seorang Jenderal Besar (bintang lima) yang lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan pada 3 Desember 1918. Ia dibesarkan dalam keluarga petani yang taat beribadah. Ayahnya adalah seorang anggota Syarekat Islam di Kotanopan, Tapanuli Selatan. Selepas SMA yang pada saat itu AMS bagian B pada tahun 1938, beliau kemudian masuk Akademi Militer namun berhenti di tahun 1942 karena masuknya tentara Jepang ke Indonesia.
Abdul Haris Nasution akrab dengan sapaan Pak Nas pernah memimpin Divisi Siliwangi pada Perang Kemerdekaan I pada tahun 1946-1948. Setelah itu, beliau diangkat menjadi Wakil Panglima Besar/Kepala Staf Operasi MBAP di Yogyakarta.
Semasa menjadi Panglima Komando Jawa pada masa Perang Kemerdekaan II pada tahun 1948-1949, Pak Nas mulai mengembangkan metode perang gerilya sebagai perang rakyat. Bahkan di kemudian hari, bukunya yang berjudul Strategy of Guerilla Warfare menjadi buku bacaan wajib militer elit dunia West Point (Amerika Serikat).
Pak Nas pernah dua kali menjadi KSAD semasa pemerintahan Bung Karno. Pertama pada tahun 1949-1952 dan tahun 1955-1962 selain sebagai Ketua Gabungan Kepala Staf pada tahun 1955-1959. Kariernya terus bergulir dengan menjadi Menteri Keamanan Nasional/Menko Polkam pada tahun 1959-1966. Selain sebagai menteri, beliau juga menjadi Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi di bawah Presiden Soekarno.
Di masa tuanya, Pak Nas dikucilkan dan dianggap sebagai musuh politik Orde Baru hingga akhir hayatnya. Jenderal besar yang idealis dan bersahaja ini tidak mewariskan harta kekayaan kepada keluarga, kecuali harta pengalaman perjuangan dan idealisme. Ia menghembuskan nafas terakhirnya di Jakarta pada 6 Desember 2000 pada usianya yang ke-82 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Beliau kemudian diangkat oleh Presiden Megawati Soekarno Putri yang menjabat kala itu menjadi pahlawan nasional berdasarkan Keppres No. 073/TK/2002 atas jasa-jasanya bagi negeri ini.
Abdul Haris Nasution Selamat dari G30S/PKI
Dikutip dari buku Dendam & Cinta Keluarga Marxis karya Edy van Keling, selamatnya Abdul Haris Nasution tidak terlepas dari keberadaan sang istri, Johanna Sunarti. Pada dini hari jam 04.00 WIB 1 Oktober 1965, pasukan Cakrabirawa yang bergerak atas hasutan PKI tiba dan menyerbu kediaman mereka.
Sang istri memaksa A.H. Nasution untuk kabur dari rumah mereka. Alhasil, sang jenderal berhasil menyelamatkan diri dari penculikan dan pembunuhan yang hampir menimpanya.
Sayangnya, putri bungsu mereka yang bernama Ade Irma Suryani Nasution harus gugur tertembak tiga peluru dari Pasukan Cakrabirawa yang pada akhirnya menjadi tameng bagi ayahandanya. Selamatnya Jenderal A.H. Nasution pada akhirnya menjadi malapetaka bagi PKI. Pengkhianatan mereka terbongkar dan ahirnya berhasil ditumpas oleh TNI.
Demikian riwayat hidup Jenderal Abdul Haris Nasution yang dapat detikSumut rangkum, semoga bermanfaat ya detikers.
Artikel ini ditulis oleh Aprilda Ariana Sianturi, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(afb/afb)