7 Falsafah Hidup Orang Batak, Masih Relate di Zaman Sekarang?

Aprilda Ariana Sianturi - detikSumut
Minggu, 24 Sep 2023 19:10 WIB
Foto: Pradita Utama
Medan -

Bercerita tentang suku Batak memang tidak ada habisnya. Suku yang berasal dari Sumatera Utara ini terkenal dengan kekentalan adat istiadatnya. Selain itu, suku Batak juga tidak lepas dari pedoman-pedoman hidup yang dijadikan sebagai landasan dalam kehidupan sehari-hari.

Penasaran apa pedoman hidup orang Batak itu? Berikut detikSumut rangkum 7 (tujuh) falsafah hidup orang Batak berdasarkan buku 'Orang Batak Kasar? Membangun Citra & Karakter' yang ditulis oleh Djapiter Tinambunan.

1. Mardebata = Punya Tuhan

Orang Batak taat dan takwa kepada Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan) yang juga disebut Ompu Mulajadi Nabolon sebelum adanya agama di tanah Batak. Debata Mulajadi Nabolon atau Ompu Mulajadi Nabolon diakui sebagai penguasa Banua Ginjang (surga) yang tidak mempunyai awal (Alfa) dan akhir (Omega). Debata Mulajadi Nabolon atau Ompu Mulajadi Nabolon yang menciptakan bumi dan segala isinya. Oleh karena itu, orang Batak selalu memperlihatkan hubungan yang dalam kepada Maha Pencipta (Ompu Mulajadi Nabolon).

Sejak zaman dulu, nenek moyang orang Batak mempunyai tradisi martonggo (berdoa) dalam memulai maupun mengakhiri suatu acara adat dan acara-acara lainnya. Martonggo dipercayai dapat memberikan kenyamanan dan kebaikan bagi orang Batak dalam suatu acara atau pesta yang akan dilaksanakan.

Acara tradisional Batak masih berlaku sampai kini. Misalnya, sebelum acara pernikahan ataupun orang meninggal, keluarga besar melakukan Tonggo Raja yang merupakan pertemuan para tokoh adat untuk membahas persiapan acara. Semua skenario dibicarakan tuntas berdasarkan demokrasi yang tinggi, sehingga pada saat pelaksanaan acara tidak ada lagi yang mempersoalkannya.

Pelaksanaan Tonggo Raja pada masa kini semakin kuat karena pelaksanaannya berdasarkan agama yang sesuai dengan kepercayaan keluarga besar. Misalnya bagi keluarga Kristen yang hendak margondang (pesta dengan menyabuh instrumen musik tradisional Batak), yang dibuka oleh parhalado (pengurus agama) untuk menghindari hasipelebeguon (menyembah berhala) yang bertentangan dengan kepercayaan kepada Tuhan Yesus Kristus. Demikian pula yang beragama Islam melakukan acara yang diawali dengan cara Islam.

2. Marpinompar = Punya Keturunan

Orang Batak sangat peduli dengan keturunan, terutama anak laki-laki agar silsilah atau tarombo tidak terputus dan tetap berkesinambungan. Oleh sebab itu, orang Batak yang belum punya anak laki-laki masih belum dianggap memiliki hagabeon (lengkap dengan anak laki-laki dan perempuan), walaupun sudah memiliki hasangapon (terpandang) di masyarakat dan memiliki hamoraon (harta). Sebelum ajaran agama Kristen menyebar di Tapanuli, suami yang belum mempunyai keturunan laki-laki diizinkan menikah lagi. Namun, hal itu tidak lagi diterapkan di masa kini.

3. Martutur = Punya Kekerabatan

Kekerabatan orang Batak didasarkan pada Dalihan Natolu. Bila ada orang Batak yang tidak paham posisinya pada generasi keberapa dalam silsilah marga, maka dia dianggap tidak paham partuturan (kekerabatan). Berdasarkan garis keturunan/silsilah dapat diambil menjadi acuan dalam partuturan (kekerabatan).

Seperti kata amang adalah ayah, amangtua adalah bapak yang usianya lebih tua daripada ayah kita, amanguda (adik ayah laki-laki). Amangboru (suami dari saudari ayah), namboru (bibi/kakak/adik perempuan ayah). Tulang (paman) adalah saudara laki-laki ibu, inanguda (tante) adalah saudari ibu, inangtua (istri abang ayah). Sebutan ini masih berlaku sampai saat ini.

Martutur (saling memberitahukan marga dan urutan generasi keberapa dalam susunan kekerabatan marga) sejak anak-anak telah diajarkan oleh orangtua. Oleh karena itu, kekerabatan masyarakat Batak dalam setiap pertemuan, baik dalam suka maupun duka merupakan konsepsi sistem dalam keluarga menjalankan Dalihan Natolu. Bagi setiap orang yang baru berkenalan, orang Batak selalu menggunakan perumpamaan sebagai berikut:

Natiniptip sanggar, binaen huruhuan,

Jolo sinungkun marga asa binoto partuturon.

Perumpamaan ini mengandung makna agar setiap orang Batak yang bertemu mengetahui posisi masing-masing dalam adat. Apakah hula-hula, dongan sabutuha, atau boru.

Baca selengkapnya di halaman berikut...



Simak Video "Video Pramono Minta Pemuda Batak Bersatu Ikut Kawal TPS saat Pilkada"


(afb/afb)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork