Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Sumatera Utara (Sumut), Rolel Harahap yakin pernyataan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang menyebut tak setuju Menteri Pertahanan dari militer tidak bermaksud menyinggung Prabowo Subianto. Edy disebut menjelaskan soal peran penting LPM untuk ketahanan nasional.
"Menurut yang saya tangkap, karena kan Pak Gubernur mau menjelaskan kepada kami sebagai pengurus LPM yang baru dilantik dulunya bernama LKMD yang pada saat itu dibentuk dalam rangka membuat atau menciptakan ketahanan masyarakat di paling bawah di desa atau kelurahan dalam segala aspek kehidupan," kata Rolel Harahap kepada detikSumut, Sabtu (8/7/2023).
Edy sendiri menyampaikan jika dia tidak setuju Menteri Pertahanan berasal dari kalangan militer saat sambutan di pelantikan pengurus LPM Sumut, Kamis (6/7).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Rolel menjelaskan LPM yang awalnya bernama LKMD memiliki fungsi untuk menguatkan ketahanan di berbagai aspek. Seperti di bidang ideologi, di bidang politik, di bidang sosial, di bidang budaya, di bidang ekonomi, pangan, dan ketahanan-ketahanan lain yang memang di luar ketahanan militer.
Mantan Wakil Wali Kota Tanjung Balai itu menyebutkan jika Edy saat itu ingin meyakinkan jika LPM diperuntukkan untuk ketahanan nasional. Meskipun sudah berganti nama dari awal pembentukannya.
"Jadi dia ingin meyakinkan ke kita bahwa itu semua diperuntukkan bagi pembentukan ketahanan secara nasional, jadi dia menjelaskan kepada kami bahwa semangat ketahanan itu kepada LPM biarpun sudah berganti nama namun ketahanan-ketahanan itu dilakukan lewat pemberdayaan masyarakat," ucapnya.
Dari berbagai bidang ketahanan nasional, salah satunya adalah ketahanan militer. Dalam nomenklatur negara Menteri Pertahanan merupakan jabatan yang mengurusi bidang ketahanan nasional. Sehingga orang yang menjadi Menteri Pertahanan disebut harus memahami kehidupan masyarakat sipil juga.
"Kajian saintifik karena ini menyangkut ketahanan nasional yang mencakup berbagai aspek kehidupan dan salah satunya adalah aspek militer maka dia lebih cenderung meyakinkan kita bahwa yang mengurusi ketahanan nasional melalui nomenklatur Menteri Pertahanan dalam sebuah negara itu diurus oleh mereka yang sudah memahami kehidupan-kehidupan sipil masyarakat, itu maksudnya itu," sebutnya.
Kemudian Edy bercerita jika banyak negara yang memilih Menteri Pertahanan dari sipil. Hanya Indonesia dan Myanmar yang memilih militer sebagai Menteri Pertahanan.
"Jadi karena ini kajian saintifik maka dia menceritakan di berbagi belahan negara hampir seluruh negara itu mengangkat Menteri Pertahanan nya itu dari kalangan sipil hanya ada dua dia sebut yang dari militer, yaitu Myanmar dan Indonesia," ujarnya.
Rolel meyakini jika Edy tidak mau menyinggung Prabowo Subianto yang merupakan Menteri Pertahanan Indonesia. Apalagi Prabowo merupakan senior Edy di militer.
"Tapi saya pikir dia tidak mau menyinggung Pak Prabowo, mengenai Pak Prabowo sebenarnya yakin lah kita bahwa Pak Edy sangat hormat lah selaku seniornya," ungkapnya.
Prabowo dinilai sudah memiliki kapasitas sebagai Menteri Pertahanan. Meskipun Prabowo berasal dari kalangan militer, namun sebelum menjadi Menteri Pertahanan, Prabowo sudah mengemban banyak jabatan sipil.
"Kita lihat juga Pak Prabowo diangkat menjadi Menhan itu setelah dia menjadi sipil sejati, karena dia sudah militer, dia menjadi pengusaha, sudah petani kan dia sudah pernah menjadi Ketua HKTI, pernah mengurus olahraga, pernah pengurus partai politik, jadi sebenarnya biarpun asal muasalnya dia seorang militer tapi sebenarnya Pak Prabowo itu sudah sangat sipil," tutupnya.
Sebelumnya, Edy bicara tentang strategi dalam perang untuk menahan serangan musuh yang salah satunya disebut operasi pertahanan pantai. Operasi-operasi ini diatur oleh Menteri Pertahanan.
"Siapa yang mengatur ini? Menhan. Siapa ini Menhan, haruskah militer? Saya tidak setuju Menhan itu dari militer," tuturnya, Kamis (6/7).
Edy mengatakan saat ini hanya ada dua negara yang memiliki Menteri Pertahanan memiliki latarbelakang militer. Dua negara itu yakni Indonesia dan Myanmar.
"Di dunia manapun, saat ini Menhan yang dipimpin mantan militer itu Myanmar dan Indonesia," sebutnya.
Edy mengatakan jika dirinya lebih setuju jika posisi Menhan itu diisi oleh sipil. Alasannya karena perang itu melibatkan semua pihak yang ada di suatu negara, bukan hanya dari kalangan militer.
"Kenapa? Karena perang itu bukan hanya militer. Perang itu melibatkan semua yang ada di negara," jelasnya.
(nkm/nkm)