Menjelang Idul Adha, kaum muslimin banyak yang melihat kembali sejarah dari perayaan tersebut. Kebanyakan orang mungkin mengetahui bahwa sejarah kurban berawal ketika Nabi Ibrahim AS menerima wahyu dari Allah SWT untuk menyembelih putranya, Ismail AS.
Namun, cikal-bakal pelaksanaan kurban dapat dilihat ke masa kehidupan Nabi Adam AS. Dilansir NU Online, Syekh Syamsuddin al-Qurthubi dalam Kitab al-Jami' li Ahkamil Qur'an menyebutkan bahwa orang pertama yang mengerjakan kurban adalah kedua putra Nabi Adam AS, yaitu Qabil dan Habil.
Namun, antara mereka berdua, hanya satu kurban saja yang diterima oleh Allah SWT. Lantas, siapa yang kurbannya ditolak? Merujuk berbagai sumber, simak kisah manusia pertama yang kurbannya ditolak oleh Allah SWT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernikahan dan Perintah Kurban bagi Qabil-Habil
Diceritakan dalam buku Mutiara Kisah 25 Nabi dan Rasul karya M. Arief Hakim (2023), Qabil dan Habil adalah dua putra dari Nabi Adam dan Hawa. Masing-masing memiliki kembaran perempuan, yaitu Iqlima (kembaran Qabil) dan Labuda (kembaran Habil)-ada pula yang menyebut Liyudza.
Setelah mereka tumbuh dewasa, turun perintah dari Allah agar Nabi Adam menikahkan anak-anaknya. Karena dulu manusia masih sedikit, pernikahan pun berlangsung dengan sesama saudara, tapi secara bersilang.
Dalam hal ini, Qabil akan dinikahkan dengan Labuda, sedangkan Habil akan menikah dengan Iqlima. Namun, Qabil tidak terima dengan ketetapan Allah itu.
Ia enggan menikah dengan Labuda karena kembaran Habil itu tak memiliki paras seindah saudari kembarnya, Iqlima. Qabil bahkan mengatakan bahwa pernikahan silang tersebut hanyalah akal-akalan sang ayah.
"Aku lebih berhak untuk Iqlima, dan Habil pun lebih berhak dengan saudari perempuan sekandungnya. Ketentuan ini sebenarnya bukan dari Allah, melainkan hanya akal-akalanmu (Adam) saja!" (lihat al-Razi, Mafatih al-Ghaib [juz 11, hal. 204], dikutip dari NU Online).
Dari Hakim (2023), Nabi Adam pun merasa bingung dan gundah. Ia kemudian memohon petunjuk dan jalan keluar kepada Allah SWT agar persoalan pernikahan keempat anaknya itu dapat teratasi.
Allah kemudian menyuruh Nabi Adam memberitahu Qabil dan Habil untuk berkurban kepada-Nya. Siapa saja yang kurbannya diterima oleh Allah, maka ia lebih berhak menikahi Iqlima. Mendengar perintah tersebut, kedua putra Nabi Adam pun mempersiapkan kurbannya masing-masing.
Kisah tentang kurban Habil diterima dan kurban Qabil ditolak di halaman selanjutnya...
Kurban Habil Diterima Allah SWT, sedangkan Milik Qabil Tidak
Dilansir NU Online, Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam al-Fiqhul Islami wa Adillatuh menyebutkan, kurban yang diserahkan Qabil dan Habil berbeda jenis. Karena Qabil seorang petani, ia mengurbankan hasil panennya, sedangkan Habil mengurbankan salah satu kambingnya karena ia seorang peternak.
Meskipun yang paling bersikeras ingin menikahi Iqlima, Qabil sama sekali tidak serius dalam mempersiapkan kurbannya. Ia memilih hasil panen paling buruk dan hampir busuk untuk ia persembahkan kepada Tuhannya.
Lain halnya dengan Habil. Ia adalah putra Nabi Adam yang bertakwa. Habil memilih dengan hati-hati kambing yang hendak ia jadikan kurban. Saudara kembar Labuda itu bahkan khawatir jika masih ada hewan ternak yang lebih baik dari yang akan ia kurbankan.
Akhirnya, hari penyerahan kurban pun tiba. Nabi Adam pun memohon kepada Allah SWT untuk menentukan kurban siapa yang layak diterima.
Menurut penjelasan Syekh Fakhruddin Al-Razi dalam Mafatih Al-Ghaib, mayoritas ahli tafsir berpendapat bahwa tanda diterimanya kurban antara Qabil dan Habil oleh Allah berupa sambaran api dari langit.
Antara kurban yang dipersembahkan, Allah SWT menerima kurban dari Habil. Ini karena ia dengan ikhlas menyerahkan kambing terbaiknya sebagai kurban.
Sementara itu, hasil panen yang dikurban Qabil ditolak. Tentu karena dirinya tak bersungguh-sungguh dan mempersembahkan kurban yang jelek.
Melihat kurban saudaranya diterima, Qabil merasa iri dan dengki. Ia tak terima karena Habil yang akhirnya berhak menikahi Iqlima. Dikutip NU Online dari Al-Qurthubi, dirinya yang penuh amarah lantas berkata,
"Apakah engkau akan berjalan dengan bangga di bumi ini dan orang-orang akan mengira bahwa engkau lebih baik dari diriku? Sungguh aku akan membunuhmu."
Dengan tenang, Habil menyahut, "Kenapa engkau akan membunuhku, sedangkan tidak ada yang salah bagiku ketika Allah menerima kurbanku? Sungguh Allah menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa."
Mendengar jawaban itu, Qabil semakin mendidih dan bertekad bulat untuk membunuh saudaranya itu.
Kurban yang Berujung Pembunuhan
Masih dari NU Online, berdasarkan tafsir Syekh Abdul Haq bin 'Athiyah al-Andalusi, Qabil tidak langsung membunuh Habil usai hari berkurban. Ia melakukan pembunuhan tatkala Nabi Adam pergi menjalankan ibadah haji di Baitullah al-Haram.
Qabil pun memanfaatkan kepergian sang ayah untuk membunuh saudaranya. Ada riwayat yang menyebutkan, Qabil menghabisi Habil dengan melemparkan batu ke kepala saudaranya itu saat sedang tidur. Sementara itu, menurut riwayat lain, Qabil membunuh Habil dengan mencekik dan menggigitnya.
Terlepas dari itu, kematian Habil menjadi kasus pembunuhan pertama di muka bumi. Kisah tragis tersebut telah Allah ceritakan dalam Surah Al-Ma'idah ayat 27 yang berbunyi,
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), 'Aku pasti membunuhmu!' Berkata Habil, 'Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.'"
Beberapa ulama berpendapat, Habil dibunuh di sebuah gua bernama Gua Dam. Disebutkan bahwa gua tersebut terletak di kawasan pegunungan Qasiun di wilayah utara Damaskus.
Lebih lanjut, dilansir detikHikmah, Ibnu Abbas meriwayatkan dari Abdullah bin Amru. Abdullah bin Amru berkata,
"Sungguh, yang terbunuh (Habil) adalah orang yang lebih kuat di antara kedua saudara itu, tetapi dia menahan diri dari melakukan dosa dengan tidak menggerakkan tangannya untuk membunuh saudaranya, Qabil."
Informasi tentang dosa jariyah Qabil usai membunh Habil di halaman selanjutnya...
Dosa Jariyah Qabil Usai Merenggut Nyawa Habil
Usai merenggut nyawa saudaranya, Qabil tak tahu harus melakukan apa. Ia pun luntang-lantung sembari memanggul jasad Habil. Kemudian, Allah SWT mengutus dua ekor gagak untuk mengajarinya cara mengurus orang yang meninggal.
Ini seperti terekam dalam Surah Al-Ma'idah ayat 31 yang berbunyi,
"Kemudian, Allah mengutus seekor burung gagak menggali tanah untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Qabil berkata, 'Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?' Maka, jadilah dia termasuk orang yang menyesal."
Menurut sejumlah ulama tafsir, Qabil sebenarnya tak menyesal telah membunuh Habil. Yang ia sesali adalah dirinya yang terus menggotong jasad Habil karena tak tahu cara menguburnya.
Qabil melihat kedua burung gagak tersebut bertarung hingga salah satunya mati. Gagak yang masih hidup kemudian mengais-ngais tanah hingga terbentuk lubang. Burung tersebut lalu memasukkan gagak yang sudah mati ke dalam lubang tersebut.
Dalam buku Mutiara Kisah 25 Nabi dan Rasul, diceritakan bahwa Qabil melarikan diri ke Kota Aden, daerah Yaman, dan enggan pulang menemui kedua orang tuanya.
Sementara itu, berdasarkan Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman karya Syekh Muhammad bin Ahmad bin Iyas, Qabil kabur dengan domba-domba Habil dan kawin lari dengan saudari kembarnya, Iqlima.
Mengetahui Habil meninggal dibunuh saudara kandungnya sendiri, Nabi Adam pun merasa sangat sedih. Untuk menghibur Nabi Adam, Allah SWT pun mengaruniai seorang anak laki-laki bernama Syits sebagai pengganti Habil.
Syits AS adalah seorang yang saleh seperti kakaknya Habil. Dirinya kelak menjadi nabi kedua sepeninggal Nabi Adam.
Adapun nasib Qabil usai membunuh Habil berakhir tragis. Dalam sebuah hadis, Rasulullah menyebutkan bahwa putra Nabi Adam tersebut akan menanggung dosa dari setiap manusia yang melakukan pembunuhan di muka bumi.
Ini karena dirinya yang telah merenggut nyawa Habil secara tidak langsung mempelopori dan memberi contoh bagi manusia-manusia berikutnya. Wallahua'lam bishawab.
"Tidaklah setiap jiwa yang dibunuh secara zalim, melainkan anak Adam yang pertama (Qabil) ikut menanggung dosa pembunuhan tersebut karena dialah yang pertama kali melakukan pembunuhan." (HR. Bukhari dan Muslim, sahih).
Itulah sepenggal kisah tentang Qabil, manusia pertama yang kurbannya ditolak oleh Allah SWT. Dari kurbannya yang tertolak, nasib Qabil menjadi tragis karena ia harus menerima aliran dosa jariyah dari seluruh pembunuh di muka bumi akibat telah menghabisi saudara kandungnya, Habil. Semoga detikers dapat memetik pelajaran dari kisah tersebut, ya!