30 Kumpulan Karya Puisi Chairil Anwar, Menyentuh dan Penuh Makna

30 Kumpulan Karya Puisi Chairil Anwar, Menyentuh dan Penuh Makna

Felicia Gisela Sihite - detikSumut
Jumat, 28 Apr 2023 08:51 WIB
Chairil Anwar
Kumpulan Puisi Chairil Anwar (Ilustrasi: Luthfy Syahban)
Medan -

Chairil Anwar adalah penyair kelahiran Kota Medan yang menciptakan banyak karya terkenal, khususnya puisi. Sampai akhir hidupnya, beliau yang berjasa dalam dunia sastra pun dikenang melalui peringatan Hari Puisi Nasional setiap tanggal 28 April.

Penasaran dengan karya puisi yang dibuat oleh tokoh terkemuka Chairil Anwar? Berikut detikSumut sajikan 30 kumpulan karya puisi Chairil Anwar yang menyentuh dan penuh makna. Simak artikel ini hingga akhir, ya, detikers!

Kumpulan Puisi Chairil Anwar

Chairil Anwar sudah tidak asing dalam dunia sastra Indonesia. Sosoknya berperan penting dalam peringatan Hari Puisi Nasional 26 Juli. Simak profil Chairil Anwar.Chairil Anwar (Ilustrasi: Edi Wahyono)

1. Aku (Maret 1943)

Kalau sampai waktuku

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Ku mau tak seorang 'kan merayu

Tidak juga kau

ADVERTISEMENT

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

2. Tak Sepadan (Februari 1943)

Aku kira:

Beginilah nanti jadinya

Kau kawin, beranak dan berbahagia

Sedang aku mengembara serupa AhasvΓ©ros.

Dikutuk sumpahi Eros

Aku merangkaki dinding buta

Tak satu juga pintu terbuka.

Jadi baik juga kita padami

Unggunan api ini

Karena kau tidak 'kan apa apa

Aku terpanggang tinggal rangka.

3. Taman (Maret 1943)

Taman punya kita berdua

tak lebar luas, kecil saja

satu tak kehilangan lain dalamnya.

Bagi kau dan aku cukuplah

Taman kembangnya tak berpuluh warna

Padang rumputnya tak berbanding permadani

halus lembut dipijak kaki.

Bagi kita bukan halangan.

Karena

dalam taman punya berdua

Kau kembang, aku kumbang

aku kumbang, kau kembang.

Kecil, penuh surya taman kita

tempat merenggut dari dunia dan 'nusia

4. Pelarian (Februari 1943)

I

Tak tertahan lagi

remang miang sengketa di sini

Dalam lari

Dihempaskannya pintu keras tak berhingga.

Hancur-luluh sepi seketika

Dan paduan dua jiwa.

II

Dari kelam ke malam

Tertawa-meringis malam menerimanya

Ini batu baru tercampung dalam gelita

"Mau apa? Rayu dan pelupa,

Aku ada! Pilih saja!

Bujuk dibeli?

Atau sungai sunyi?

Mari! Mari!

Turut saja!"

Tak kuasa ...terengkam

Ia dicengkam malam.

5. Hukum (Maret 1943)

Saban sore ia lalu depan rumahku

Dalam baju tebal abu-abu

Seorang jerih memikul.

Banyak menangkis pukul.

Bungkuk jalannya - Lesu

Pucat mukanya - Lesu

Orang menyebut satu nama jaya

Mengingat kerjanya dan jasa

Melecut supaya terus ini padanya

Tapi mereka memaling. Ia begitu kurang tenaga

Pekik di angkasa: Perwira muda

Pagi ini menyinar lain masa

Nanti, kau dinanti-dimengerti!

6. Rumahku (April 1943)

Rumahku dari unggun-timbun sajak

Kaca jernih dari luar segala nampak

Kulari dari gedong lebar halaman

Aku tersesat tak dapat jalan

Kemah kudirikan ketika senjakala

Di pagi terbang entah ke mana

Rumahku dari unggun-timbun sajak

Di sini aku berbini dan beranak

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang

Aku tidak lagi meraih petang

Biar berleleran kata manis madu

Jika menagih yang satu.

7. Kesabaran (Maret 1943)

Aku tak bisa tidur

Orang ngomong, anjing nggonggong

Dunia jauh mengabur

Kelam mendinding batu

Dihantam suara bertalu-talu

Di sebelahnya api dan abu

Aku hendak berbicara

Suaraku hilang, tenaga terbang

Sudah! tidak jadi apa-apa!

Ini dunia enggan disapa, ambil perduli

Keras membeku air kali

Dan hidup bukan hidup lagi

Kuulangi yang dulu kembali

Sambil bertutup telinga, berpicing mata

Menunggu reda yang mesti tiba

8. Sendiri (Februari 1943)

Hidupnya tambah sepi, tambah hampa

Malam apa lagi

Ia memekik ngeri

Dicekik kesunyian kamarnya

Ia membenci. Dirinya dari segala

Yang minta perempuan untuk kawannya

Bahaya dari tiap sudut. Mendekat juga

Dalam ketakutan-menanti ia menyebut satu nama

Terkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu?

Ah! Lemah lesu ia tersedu: Ibu! Ibu!

9. Suara Malam (Februari 1943)

Dunia badai dan topan

Manusia mengingatkan "Kebakaran di Hutan"*

Jadi ke mana

Untuk damai dan reda?

Mati.

Barang kali ini diam kaku saja

Dengan ketenangan selama bersatu

Mengatasi suka dan duka

Kekebalan terhadap debu dan nafsu.

Berbaring tak sedar

Seperti kapal pecah di dasar lautan

Jemu dipukul ombak besar.

Atau ini.

Peleburan dalam Tiada

Dan sekali akan menghadap cahaya.

Ya Allah! Badanku terbakar - segala samar.

Aku sudah melewati batas.

Kembali? Pintu tertutup dengan keras.

10. Merdeka (Juli 1943)

Aku mau bebas dari segala

Merdeka

Juga dari Ida

Pernah

Aku percaya pada sumpah dan cinta

Menjadi sumsum dan darah

Seharian kukunyah kumamah

Sedang meradang

Segala kurenggut

Ikut bayang

Tapi kini

Hidupku terlalu tenang

Selama tidak antara badai

Kalah menang

Ah! Jiwa yang menggapai-gapai

Mengapa kalau beranjak dari sini

Kucoba dalam mati.

11. Bercerai (Juni 1943)

Kita musti bercerai

Sebelum kicau murai berderai.

Terlalu kita minta pada malam ini

Benar belum puas serah-menyerah

Darah masih berbusah-busah.

Terlalu kita minta pada malam ini.

Kita musti bercerai

Biar surya 'kan menembus oleh malam di perisai

Dua benua bakal bentur-membentur.

Merah kesumba jadi putih kapur.

Bagaimana?

Kalau IDA, mau turut mengabur

Tidak samudra caya tempatmu menghambur.

12. Sia-sia (Februari 1943)

Penghabisan kali itu kau datang

Membawa karangan kembang

Mawar merah dan melati putih:

Darah dan suci.

Kau tebarkan depanku

Serta pandang yang memastikan: untukmu.

Sudah itu kita sama termangu

Saling bertanya: Apakah ini?

Cinta? Keduanya tak mengerti.

Sehari itu kita bersama.

Tak hampir menghampiri.

Ah! Hatiku yang tak mau memberi

Mampus kau dikoyak koyak sepi.

13. Penghidupan (Desember 1942)

Lautan maha dalam

Mukul dentur selama

Nguji tenaga pematang kita

Mukul dentur selama

Hingga hancur remuk redam Kurnia Bahgia

Kecil setumpuk

Sia-sia dilindung, sia-sia dipupuk.

14. Nisan (Oktober 1942)

Untuk nenekanda

Bukan kematian benar menusuk kalbu

Keridlaanmu menerima segala tiba

Tak kutahu setinggi itu atas debu

dan duka maha tuan bertakhta.

15. Diponegoro (Februari 1943)

Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti

Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri

Menyediakan api.

Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditinda

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai.

Maju.

Serbu.

Serang.

Terjang.

16. Ajakan (Februari 1943)

Ida

Menembus sudah caya

Udara tebal kabut

Kaca hitam lumut

Pecah pencar sekarang

Di ruang legah lapang

Mari ria lagi

Tujuh belas tahun kembali

Bersepeda sama gandengan

Kita jalani ini jalan

Ria bahgia

Tak acuh apa-apa

Gembira girang

Biar hujan datang

Kita mandi-basahkan diri

Tahu pasti sebentar kering lagi.

17. Lagu Biasa (Maret 1943)

Di teras rumah makan kami kini berhadapan

Baru berkenalan. Cuma berpandangan

Sungguhpun samudra jiwa sudah selam berselam

Masih saja berpandangan

Dalam lakon pertama

Orkes meningkah dengan "Carmen" pula.

Ia mengerling. Ia ketawa

Dan rumput kering terus menyala

Ia berkata. Suaranya nyaring tinggi

Darahku terhenti berlari

Ketika orkes memulai "Ave Maria"

Kuseret ia ke sana.

18. Kenangan (April 1943)

Untuk Karinah Moordjono

Kadang

Di antara jeriji itu itu saja

Mereksmi memberi warna

Benda usang dilupa

Ah! tercebar rasanya diri

Membubung tinggi atas kini

Sejenak

Saja. Halus rapuh ini jalinan kenang

Hancur hilang belum dipegang

Terhentak

Kembali di itu itu saja

Jiwa bertanya; Dari buah

Hidup kan banyakan jatuh ke tanah?

Menyelubung nyesak penyesalan pernah menyia-nyia

19. Dendam (Juli 1943)

Berdiri tersentak

Dari mimpi aku bengis dielak

Aku tegak

Bulan bersinar sedikit tak nampak

Tangan meraba ke bawah bantalku

Keris berkarat kugenggam di hulu

Bulan bersinar sedikit tak nampak

Aku mencari

Mendadak mati kuhendak berbekas di jari

Aku mencari

Diri tercerai dari hati

Bulan bersinar sedikit tak tampak

20. Kawanku dan Aku (Juni 1943)

Kepada L.K. Bohang

Kami jalan sama. Sudah larut

Menembus kabut.

Hujan mengucur badan.

Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan.

Darahku mengental-pekat. Aku tumpat-pedat.

Siapa berkata?

Kawanku hanya rangka saja

Karena dera mengelucak tenaga.

Dia bertanya jam berapa!

Sudah larut sekali

Hingga hilang segala makna

Dan gerak tak punya arti.

21. Dengan Mirat (Januari 1946)

Kamar ini jadi sarang penghabisan

Di malam yang hilang batas

Aku dan dia hanya menjengkau

Rakit hitam.

'Kan terdamparkah

Atau terserah

Pada putaran pitam?

Matamu ungu membatu

Masih berdekapankah kami atau

Mengikut juga bayangan itu?

22. Isa (November 1943)

Kepada nasrani sejati

Itu Tubuh

Mengucur darah

Mengucur darah

Rubuh

Patah

Mendampar tanya: aku salah?

Kulihat Tubuh mengucur darah

Aku berkaca dalam darah

Terbayang terang di mata

Masa bertukar rupa ini segara

Mengatup luka

Aku bersuka

Itu Tubuh

Mengucur darah

Mengucur darah

23. Sorga (Januari 1946)

Buat Basuki Resobowo

Seperti ibu + nenekku juga

Tambah tujuh keturunan yang lalu

Aku minta pula supaya sampai di sorga

Yang kata Masyumi + Muhammadiyah bersungai susu

Dan bertabur bidari beribu

Tapi ada suara menimbang dalam diriku,

Nekat mencemooh: Bisakah kiranya

Berkering dari kuyup laut biru,

Gamitan dari tiap pelabuhan gimana?

Lagi siapa bisa mengatakan pasti

Di situ memang memang ada bidari

Suaranya berat menelan seperti Nina, punya kerlingnya Jati?

24. Doa (November 1943)

Kepada pemeluk teguh

Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh mengingat

Kau penuh seluruh

CayaMu panas suci

Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk

remuk

Tuhanku aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

di pintuMu aku mengetuk

aku tidak bisa berpaling

25. Cerita (Juni 1943)

Kepada Darmawidjaya

Di pasar baru mereka

Lalu mengada-menggaya.

Mengikat sudah kesal

Tak tahu apa dibuat

Jiwa satu teman lucu

Dalam hidup, dalam tuju.

Gundul diselimuti tebal

Sama segala berbuat-buat.

Tapi kadang pula dapat

Ini renggang terus terapat.

26. Kita Guyah Lemah (Juli 1943)


Kita guyah lemah

Sekali tetak tentu rebah

Segala erang dan jeritan

Kita pendam dalam keseharian

Mari tegak merentak

Diri sekeliling kita bentak

Ini malam purnama akan menembus awan.

27. Dalam Kereta (Maret 1944)

Dalam kereta.

Hujan menebal jendela

Semarang, Solo..., makin dekat saja

Menangkup senja.

Menguak purnama.

Caya menyayat mulut dan mata.

Menjengking kereta. Menjengking jiwa,

Sayatan terus ke dada.

28. Jangan Kita Disini Berhenti (Juli 1943)

Jangan kita di sini berhenti

Tuaknya tua, sedikit pula

Sedang kita mau berkendi-kendi

Terus, terus dulu...!!

Ke ruang di mana botol tuak banyak berbaris

Pelayannya kita dilayani gadis-gadis

O, bibir merah, selokan mati pertama

O, hidup, kau masih ketawa??

29. Penerimaan (Maret 1943)

Kalau kau mau kuterima kau kembali

Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi

Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kau kembali

Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

30. Perhitungan (Maret 1943)

Banyak gores belum terputus saja

Satu rumah kecil putih dengan lampu merah muda caya

Langit bersih cerah dan purnama raya...

Sudah itu tempatku tak tentu di mana.

Sekilap pandangan serupa dua klewang bergeseran

Sudah itu berlepasan dengan sedikit heran

Hembus kau aku tak perduli, ke Bandung, ke Sukabumi...!?

Kini aku meringkih dalam malam sunyi.

Nah, itulah 30 kumpulan karya puisi Chairil Anwar yang menyentuh dan penuh makna. Semoga bermanfaat, ya, detikers!

Artikel ini ditulis oleh Felicia Gisela Sihite, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(nkm/mff)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads