Observatif Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah (OIF UMSU) melakukan pemantauan gerhana matahari hibrida hari ini. Karena faktor cuaca, gerhana matahari hibrida hanya terlihat 3,36 persen dari Kota Medan.
"Gerhana yang terjadi di tempat kita saat ini di Medan atau Sumut disebut dengan gerhana sebagian atau gerhana hibrida di mana secara umum secara Indonesia di beberapa wilayah seperti Aceh tidak masuk dalam lintasan gerhana dan khusus kita di Medan hanya mendapatkan fase gerhana sekitar 3,36 persen saja, hanya sedikit bagian dari matahari itu yang terkena gerhana," ujar Kepala OIF UMSU, Aswin, Rabu (20/4/2023).
Aswin menjelaskan walau hanya sekitar tiga persen, pihaknya masih dapat melihat proses gerhana matahari hibrida dalam waktu beberapa menit. Selain itu Kota Medan yang diselimuti awan menyebabkan pemantauan gerhana matahari menjadi terkendala.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi yang sudah kita saksikan bersama tadi melalui teleskop, walaupun hanya 3 persen tapi kita bisa melihat fase atau proses gerhana yang terjadi dengan menggunakan teleskop yang sudah kita praktikkan," ujarnya.
"Sejak pagi tadi jam 8 saat persiapan cuaca tidak begitu mendukung dan memang sudah pola Medan secara garis besar sudah diinformasikan BMKG bahwa cuaca atau awan kerap meliputi langit di Kota Medan. Hari ini keadaan tidak mendukung, awan menutupi tapi walaupun begitu beberapa menit kita bisa menyaksikan matahari tersingkap untuk melihat fenomena gerhana," sambungnya.
Tim Peneliti Muhammad Hidayat menambahkan terlihatnya gerhana matahari 3,36 persen dari Kota Medan juga berkaitan dengan ukuran bumi. Di mana tidak semua wilayah terkena lintasan gerhana.
"Jadi dari ukuran bulan dan matahari itu menyebabkan seluruh permukaan bumi kan bulat jadi tidak semua terkena lintasan gerhana matahari jadi kalau untuk dia di jalurnya itu melewati Nusa Tenggara Timur kalau kita semakin ke utara, ke bagian gerhana semakin sedikit jadi pengaruh ukuran bumi dan bulan matahari sehingga dia harus penyesuaiannya pas agar bisa dapat," kata Hidayat.
Menurut Hidayat gerhana hibrida adalah fenomena langka. Sehingga dia memprediksi peristiwa ini baru akan terulang 10 tahun mendatang.
"Gerhana matahari hibrida ini sangat jarang terjadi, satu dekade hanya sekali karena gabungan dari gerhana matahari cincin dan gerhana matahari total, jalurnya bukan di Kota Medan tapi di wilayah Timur dan kita bagian hanya 3,36 persen saja," tutur dia.
"Untuk yang hibrida jarang terjadi, kalau terjadi bukan di Indonesia. Gerhana ini sering terjadi karena fase garis lurus tapi kalau untuk terjadi lagi dengan tempat yang sama akan sangat lama sekali terulangnya," katanya.
(astj/astj)