Gus Yahya Ungkap Alasan NU Tolak Indonesia Jadi Negara Islam

Gus Yahya Ungkap Alasan NU Tolak Indonesia Jadi Negara Islam

Ahmad Arfah Fansuri Lubis - detikSumut
Rabu, 08 Mar 2023 17:03 WIB
Ketum PBNU Gus Yahya saat menghadiri acara Rakernas di Medan (Ahmad Arfah/detikSumut)
Ketum PBNU Gus Yahya saat menghadiri acara Rakernas di Medan (Ahmad Arfah/detikSumut)
Medan -

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) bercerita soal dirinya ditanyai alasan NU menolak Indonesia jadi negara Islam. Gus Yahya menjawab, penolakan itu karena sejarah kemerdekaan Indonesia yang tidak hanya melibatkan orang Islam.

Gus Yahya awalnya menceritakan soal dirinya ditanyai hal itu dalam sebuah pertemuan di Washington DC, Amerika Serikat sekitar tahun 2013 yang lalu. Pertanyaan itu disampaikan salah satu kelompok muslim, bukan dari Indonesia.

"Ketika saya bicara perdamaian dan lain lain, soal toleransi, soal kemanusiaan, dia memberi saya pertanyaan yang mungkin dia pikir akan memojokkan dan membongkar kedok saya sehingga saya tidak jujur dalam menyampaikan wawasan ke-NU-an yang saya tawarkan," kata Gus Yahya di Medan, Rabu (8/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gus Yahya mengatakan, dirinya mendapatkan pertanyaan kenapa NU menolak Indonesia jadi negara Islam. Padahal, menurut pihak yang bertanya itu, NU akan beruntung jika Indonesia menjadi negara Islam.

"Dia bertanya 'kalian Nahdlatul Ulama ini adalah organisasi muslim terbesar di negara muslim, negara mayoritas muslim terbesar di dunia. Kenapa kalian tidak mau negara Islam?' itu yang dia tanyakan. Padahal kalau jadi negara Islam, kira kira yang paling untung NU," sebutnya.

ADVERTISEMENT

Gus Yahya kemudian menceritakan jawabannya terkait hal itu. Dia menjawab pertanyaan itu dengan bercerita soal sejarah Indonesia yang melibatkan banyak pihak, bukan hanya dari golongan Islam.

"Dulu itu ketika para pemimpin bangsa Indonesia berembuk untuk menetapkan sendi-sendi fondasional dari negara, bangsa yang hendak didirikan, saya cerita soal PPKI, BPUPKI. Berkumpul para pemimpin bangsa yang berbeda-beda sama sekali dari ujung ke ujung. Dari spektrum yang sangat luas," tutur Gus Yahya.

"Mulai dari latar belakang islamisme, sampai komunisme. Mulai dari latar belakang tradisionalisme sampai liberalisme barat. Dari spektrum ideologis maupun identitas keagamaan yang berbeda beda, semuanya ada. Semua agama besar ada. Dan mereka harus berpikir menemukan satu landasan yang bisa diterima bersama supaya mereka bisa hidup bersama dengan damai di tengah-tengah perbedaan apapun yang ada di antara mereka," sambungnya.

Selengkapnya di Halaman Berikutnya...

Gus Yahya menjelaskan jika para pihak yang ikut dalam memerdekakan Indonesia ini bersatu di tengah perbedaan yang ada. Mereka, kata Gus Yahya, mengambil hal-hal yang mulia dari masing-masing kelompok untuk menjadi dasar persatuan.

"Yang muslim menyumbangkan elemen paling mulia dari Islam, yang Kristen, Hindu, Buddha, Katolik dan lain lain juga sama. Yang tradisionalis, yang liberal juga menyumbangkan elemen paling mulia dari latar belakang masing-masing sehingga jadilah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Itu adalah kesepakatan yang dibuat sejak sebelum Indonesia merdeka," jelasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Prabowo Bakal Hadiri Puncak Peringatan Harlah NU ke-102"
[Gambas:Video 20detik]
(afb/astj)


Hide Ads