Proses evakuasi para korban gempa Turki dan Suriah masih terus dilakukan. Informasi terbaru bahwa banyak negara dan lembaga internasional memberikan bantuan.
Tim evakuasi yang terdiri dari pemerintah Turki dan gabungan lembaga beserta negara masih diupayakan, baik itu dalam pembagian logistik, terapi pasca-gempa, dan penyelamatan korban yang masih belum dievakuasi dari reruntuhan gedung.
Informasi sebelumnya, gempa yang mengguncang Turki memiliki skala magnitudo 7,8. Pusat gempa diketahui terjadi di Kahramanmaras, Turki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga saat ini, lebih dari 21.051 orang tewas akibat bencana itu. Adapun sebanyak 17.674 korban meninggal ditemukan di Turki dan korban di Suriah sebanyak 3.377.
Seperti Walikota Ankara, Ibrahim Melih Gokcek menuliskan lewat akun Twitter pribadinya bahwa ini bukan kali pertama bagi Turki menjadi target gempa buatan manusia.
"Sekarang, saya berpikir, ini mungkin gempa hasil rekayasa manusia. Saya tidak mengatakan hal itu pasti demikian, tetapi ada kemungkinan yang sangat besar," tulis Gokcek dalam akun twitternya, dilansir dari detikInet, Jumat (10/2/2023).
Tak hanya Walikota Ankara itu, penemuan konspirasi, beberapa unggahan di Facebook terlihat bahwa gempa di Turki diakaitkan dengan adanya pengaruh teknologi buatan Amerika Serikat.
Hal tersebut dikarenakan adanya isi kaitan gempa Turki dengan High-frequency Active Auroral Research(HAARP) milik Amerika Serikat (AS).
High-frequency Active Auroral Research (HAARP) milik Amerika Serikat (AS) adalah proyek bersama Angkatan Udara AS dan Angkatan Laut AS pada tahun 1993 dengan kendali dialihkan ke University of Alaska Fairbanks (UAF) pada tahun 2015.
Hal tersebut viral setelah sebuah unggahan di Facebook mengungkap bahwa fasilitas riset HAARP di Alaska bisa mengendalikan cuaca Bumi. Dalam unggahan tersebut menyebutkan cara mengendalikan cuaca dengan menggunakan partikel logam bergetar di atmosfer dengan gelombang radio.
Unggahan itu menyebutkan bahwa terlebih dahulu fasilitas HAARP mentransmisikan gelombang radio ke partikel. Kemudian partikel yang mampu mengendalikan cuaca disebarkan menggunakan pesawat ke atmosfer.
Namun nyatanya, para ahli mengatakan bahwa HAARP tidak berdampak pada troposfer atau stratosfer tempat pesawat terbang dan cuaca terjadi. Fitur yang terdapat pada HAARP adalah pemancar frekuensi tinggi yang digunakan untuk mempelajari ionosfer, bagian dari atmosfer atas bumi.
"Transmisi radio HF (Frekuensi Tinggi) berkaitan dengan interaksi dengan partikel terionisasi - elektron, di ionosfer, di atas ketinggian 100 km. Cuaca di permukaan tanah didorong oleh efek geofisika, sebagian besar pemanasan matahari, ke atmosfer netral yang jauh lebih dekat ke tanah," kata Profesor Fred Menk, seorang ahli ionosfer bumi dan magnetosfer dari University of Newcastle, menggambarkan klaim Facebook tersebut hanya omong kosong.
"Ada sejumlah besar pemancar HF secara global yang mengarahkan sinyal daya menengah atau tinggi ke ionosfer. Ini digunakan untuk penyiaran radio jarak jauh dan tujuan lain seperti pengawasan (radar) dan memantau keadaan ionosfer," tambahnya.
Hal tersebut senada dengan penemuan bahwa sebenarnya gempa Turki terjadi lantaran adanya gerakan Sesar Anatolia Timur. Dikutip dari detikNews lokasi Patahan Antolia Timur berada pada tiga lempeng aktif bumi, yakni Lempeng Anatolia, Lempeng Arab, dan Lempeng Afrika.
Bahkan patahan Anatolia Timur ini menurut para pakar membuat beberapa wilayah Turki mengalami pergerakan tiap tahunnya. Selain itu, penyebab banyaknya korban yang berjatuhan akibat bentuk bangunan di Turki dan Suriah rentan. Pemasangan bangunan bata dibuat tanpa adanya tulangan dan rangka beton.
Maka dapat disimpulkan bahwa isu terkait adanya gempa di Turki akibat buatan teknologi Amerika Serikat adalah hoaks.
(dpw/dpw)