Lafran Pane merupakan pemerkarsa organisasi mahasiswa tertua dan terbesar di Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Lafran, yang mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 2017 silam dikenal sebagai sosok yang penuh kesederhanaan.
Mantan Ketua Umum HMI Cabang Medan, Zahrin Piliang juga sempat bertemu dan menyaksikan kesederhanaan pria kelahiran Tapanuli Selatan ini. Setidaknya Zahrin bertemu Lafran sebanyak dua kali.
Pertemuan pertamanya, terjadi pada waktu peresmian Sekretariat HMI Cabang Medan di Jalan Adinegoro, Medan. Pada tahun 1980.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya itu berkenalan secara fisik sama dia itu saat peresmian Kantor HMI Cabang yang di Jalan Adinegoro itu tahun 1980," kata Zahrin Piliang kepada detikSumut, Rabu (1/2/2023).
Pada saat itu, Zahrin mangaku masih baru menyandang status mahasiswa dan menjadi anggota HMI. Zahrin saat itu terkesima melihat kesederhanaan Lafran dalam bersikap.
Lafran tidak tinggi hati meskipun dia disambut meriah karena kebanggaan anggota HMI di Medan saat itu. Lafran tetap dengan pembawaan yang sederhananya.
Zahrin memperhatikan betul saat Lafran memberikan sambutan saat peresmian sekretariat tersebut. Dalam sambutannya saat itu, Lafran mengulas kembali alasan didirikannya HMI.
"Saat itu ia mengingatkan kembali alasan didirikannya HMI, seperti mempertahankan NKRI hingga situasi keberadaan umat Islam saat itu," ujarnya.
Di pertemuan pertama ini, Zahrin tidak terlalu banyak bersentuhan dengan Lafran. Namun sosok Lafran dan stimulus seniornya saat itu membuat dirinya memiliki tekad untuk memimpin HMI Cabang Medan.
Zahrin bertemu kembali dengan Lafran saat Kongres HMI XV di Medan tahun 1983. Saat itu Zahrin sudah menjabat sebagai Ketum HMI Cabang Medan.
"(Pertemuan kedua) pada masa Kongres XV di Medan, saat itu saya udah Ketua Umum, baru pelantikan lah itu,dia hadir waktu pembukaan di Tapian Daya sekarang itu (berdiri gedung) Medan Fair," ucapnya.
Baca selengkapnya di halaman berikut...
Lafran kembali menampilkan sosok kesederhanaannya dan jauh dari ke-aku-an. Hal itu terlihat saat terjadi ketenangan di dalam Kongres antara kelompok yang ingin tetap mempertahankan Islam sebagai asas HMI dan kelompok yang ingin menyesuaikan dengan asas tunggal Pancasila yang diterapkan oleh pemerintah saat itu.
"Di situ kan terjadi ketegangan antara pendukung Pancasila dan pendukung dasar Islam, ia itu menjadi faktor pemersatu di situ lah dia menjelaskan 'tidak ada yang perlu dipertentangkan, sebagai salah seorang pemerkarsa berdirinya HMI'," sebutnya.
"Dia tidak mau bilang satu-satunya (pendiri HMI), 'saya bukan satu-satunya, ide mendirikan itu muncul dari saya, tapi bersama saya ada teman-teman', itu lah kesan nggak mau memonopoli, dia tetap mengatakan bahwa ini bersama teman-teman, itulah hal yang paling berkesan, dia tidak mau menyebut dirinya sebagai orang pemerkarsa," imbuhnya.
Lafran saat itu kata Zahrin tidak mau mengintervensi keputusan, dia memberikan ruang untuk berdialektika dan berdinamika kepada pengurus HMI dalam pengambilan keputusan. Padahal menurut Zahrin, dari segi latar belakang, Lafran berhak melakukan veto dalam situasi itu.
"Dia membiarkan pengurus HMI berdinamika, dia menyerahkan keputusan itu kepada HMI, jadi perdebatan yang terjadi dilepasnya, nggak mau dia (mengintervensi), padahal dalam sudut sejarah, dia punya hak mem-veto, tapi sekalipun itu tidak pernah digunakannya," bebernya.
Selain itu, Lafran juga kata Zahrin terlihat enggan duduk depan ketika menghadiri acara HMI. Lafran lebih memilih di belakang dan tidak ingin menonjolkan dirinya.
"Jadi kalau ada acara-acara, dia tetap mau di belakang, gk mau di tengah, gk mau di depan, ditarik-tarik lah nggak bisa lagi dia ngelak kemudian ditarok lah di depan," ujarnya.
Beberapa alumni HMI sering menawarkan rumah hingga jabatan kepada Lafran, namun selalu dia tolak. Hingga terakhir jabatan yang tidak bisa dia tolak adalah menjadi dewan pertimbangan agung (DPA) Presiden Soeharto.
"Kemudian dalam catatan, sekalipun dia tidak ada menggunakan HMI itu untuk kepentingan pribadinya, bahkan beberapa kali dibujuk untuk diberikan rumah, mobil, bahkan jabatan, dia tetap menolak, terakhir yang tak lagi ditolaknya menjadi DPA itu sudah payah dia menolak, nggak bisa lagi," tutupnya.
Baca berita menarik lainnya di detikSumut di sini
Simak Video "Video Massa Demo Terus Bertambah, Lalin di Depan DPR Tersendat"
[Gambas:Video 20detik]
(afb/afb)