Hanafiah menghentikan pekerjaannya kala melihat sebuah kapal berlabuh tak jauh dari bibir pantai Kuala Gigieng, Desa Baro Lamnga, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. Dari kejauhan, nelayan itu menyaksikan orang-orang di perahu melompat ke air lalu berlari ke daratan.
Dia langsung bergegas menuju lokasi. Bersama seorang temannya, dia berangkat ke tempat orang-orang tersebut menggunakan motor. Namun baru setengah perjalanan, kendaraannya mati.
"Kami akhirnya jalan kaki. Ketika kami tiba di sini sebagian mereka sudah di daratan," kata Hanafiah, Minggu (8/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setiba di lokasi, Hanafiah baru mengetahui orang-orang itu adalah pengungsi Rohingya, Myanmar. Dia lalu menghubungi panglima laot dan warga kampung.
Dalam hitungan menit, masyarakat serta aparat keamanan meluncur ke lokasi. Hanafiah melihat anak-anak, perempuan dan lelaki dewasa turun dari kapal.
Para imigran juga membawa turun tas serta karung berisi barang bawaan. Mereka berkumpul di pantai.
"Air di sekitar kapal tempat mereka loncat itu setinggi dada," jelas Hanafiah.
Teman Hanifah dapat berbahasa Melayu sehingga sempat bertutur dengan imigran. Dia hanya mematung mendengar pembicaraan mereka.
Tiba-tiba, seorang pengungsi Rohingya meminta ponsel Hanafiah untuk menghubungi keluarganya. Tapi Hanafiah enggan memberikannya.
![]() |
"Dia ngaku mau hubungi ayahnya di Malaysia. Tapi nggak saya kasih HP-nya, saya bilang nggak ada paket," ujar Hanafiah.
Hanafiah berkisah, pantai tempat pengungsi Rohingya terdampar biasanya selalu ramai dengan pemancing. Pantai itu dilarang untuk wisata karena digunakan nelayan sebagai tempat melabuh pukat.
Lokasi mereka terdampar tak jauh dari pintu masuk Kuala Gigieng. Tempat tersebut hanya dapat dijangkau dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan roda.
"Kami di sini melabuh pukat. Pemancing juga ramai di daerah sini," jelasnya.
Setelah tiba petugas gabungan TNI, Polri dan pihak terkait lainnya, imigran Rohingya dikumpulkan terpisah antara laki-laki dan perempuan. Mereka didata dan berikan makanan.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...
"Kondisi mereka pada umumnya sehat, tapi di antara perempuan dewasa ini ada satu orang hamil dan ada empat orang yang sakit," kata Fahmi kepada wartawan.
Usai didata, imigran dipindahkan ke lokasi penampungan sementara di UPTD Rumoh Seujahtra Beujroh Meukarya Ladong Tuna Sosial Dinas Sosial Aceh. Mereka akan berada di penampungan bersama 57 pengungsi Rohingya yang tiba pada Minggu 25 Desember 2022 lalu.
"Untuk pelayanan kesehatan dan lainnya akan diurus oleh IOM, UNHCR dan Dinkes," ujarnya.
Anggota staf UNHCR Indonesia, Diovio Alfath, menyebutkan, UNHCR akan bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia untuk mencari solusi jangka panjang penanganan imigran Rohingya. Koordinasi juga melibatkan IOM dan aparat keamanan.
"Kami juga baru bertemu dengan populasinya kita fokus ke bantuan dasar pada saat ini. Dalam beberapa hari ke depan kami akan melakukan asesmen melakukan proses registrasi dan juga asesmen-asesmen lainnya terkait dengan status mereka," kata Alfath, Minggu (8/1).
Simak Video "Video: Alasan yang Membuat Pengungsi Rohingya Memilih Aceh"
[Gambas:Video 20detik]
(agse/dpw)