Kasus gagal ginjal akut misterius di Indonesia telah mencapai 241 orang, per Jumat, 21 Oktober 2022. Dari total kasus itu, 133 pasien yang didominasi anak-anak meninggal dunia.
Para pakar epidemiologi pun mendesak pemerintah segera menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas gagal ginjal akut misterius. Sebab, kondisi yang terjadi saat ini sudah pada fase yang mengkhawatirkan.
Dilansir dari detikHealth, pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menegaskan, dengan penetapan KLB pada kasus gagal ginjal akut, akan sangat berpengaruh dalam sumber atau resources seperti dana termasuk kebutuhan pasien untuk dirujuk ke RS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengapresiasi langkah pemerintah menyediakan 14 RS sebagai rujukan pasien, tetapi beberapa kasus di daerah tentu sulit mengakses RS tersebut, dengan terkendala biaya transportasi.
"Jika KLB ditetapkan, sumber dana hingga optimalisasi koordinasi antarsektor menjadi lebih jelas," kata Dicky dikutip dari detikHealth, Sabtu (22/10/2022).
Di sisi lain, fenomena laporan kasus gagal ginjal akut misterius yang menyebabkan lebih dari 100 anak meninggal disebut Dicky adalah kegagalan pemerintah.
"Dengan menyatakan KLB, segera memperbaiki, jangan sampai kasusnya terus bertambah, dan yang (pasien) tidak teridentifikasi kan bisa fatal," katanya.
"Ini kasus yang sebenarnya jarang terjadi, dan potensi ini kan terjadi karena ada suatu tanda kutip 'kecolongan'," kata pakar epidemiologi Universitas Indonesia Hermawan Saputra.
"Apakah kecolongan pada rantai farmasi, mulai dari industri produk sampai dengan distribusi, ataukah kecolongan pada penggunaan berlebihan (obat) sehingga adanya interaksi dalam tubuh individu karena adanya interaksi obat dan seterusnya," sambung dia.
Hermawan mendesak pemerintah untuk segera fokus menangani sistem penyelamatan nyawa, hingga pelaporan data dan menyediakan awareness terkait kesiapsiagaan dan pembiayaan kesehatan. Juga, tidak lupa tindak lanjut.
Tindak lanjut dalam arti, berkaitan dengan sistem kefarmasian dan mengantisipasi agar risiko serupa tidak terjadi di kemudian hari.
"Itu membutuhkan kolaborasi stakeholder untuk pendekatan sistematis kajian mendalam tetapi juga ada edukasi dari segi kesehatan masyarakat," katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya edukasi rasional penggunaan obat pada masyarakat. Pasalnya, banyak orangtua yang asal memberikan obat tertentu saat anak terkena infeksi maupun virus, tanpa pengawasan dokter. Hal ini tentu membahayakan terlebih bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit tertentu.
(dpw/dpw)