Pemerintah Didesak Tetapkan KLB Gagal Ginjal Akut!

Nasional

Pemerintah Didesak Tetapkan KLB Gagal Ginjal Akut!

Tm detikHealth - detikSumut
Sabtu, 22 Okt 2022 18:12 WIB
Dokter mengecek kondisi pasien anak penderita gagal ginjal akut di ruang Pediatrik Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin, Banda Aceh, Aceh, Jumat (21/10/2022). Dinas Kesehatan provinsi Aceh menyatakan sejak Juni hingga 20 Oktober 2022 tercatat sebanyak 31 anak menderita gagal ginjal, 20 orang anak di antaranya meninggal dunia,  sisanya dalam perawatan dan selain beberapa anak sudah dipulangkan.ANTARA FOTO/Ampelsa/hp.
Suasana di ruang perawatan gagal ginjal akut di Aceh. (Foto: ANTARA FOTO/AMPELSA)
Medan -

Kasus gagal ginjal akut misterius di Indonesia telah mencapai 241 orang, per Jumat, 21 Oktober 2022. Dari total kasus itu, 133 pasien yang didominasi anak-anak meninggal dunia.

Para pakar epidemiologi pun mendesak pemerintah segera menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas gagal ginjal akut misterius. Sebab, kondisi yang terjadi saat ini sudah pada fase yang mengkhawatirkan.

Dilansir dari detikHealth, pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menegaskan, dengan penetapan KLB pada kasus gagal ginjal akut, akan sangat berpengaruh dalam sumber atau resources seperti dana termasuk kebutuhan pasien untuk dirujuk ke RS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengapresiasi langkah pemerintah menyediakan 14 RS sebagai rujukan pasien, tetapi beberapa kasus di daerah tentu sulit mengakses RS tersebut, dengan terkendala biaya transportasi.

"Jika KLB ditetapkan, sumber dana hingga optimalisasi koordinasi antarsektor menjadi lebih jelas," kata Dicky dikutip dari detikHealth, Sabtu (22/10/2022).

ADVERTISEMENT

Di sisi lain, fenomena laporan kasus gagal ginjal akut misterius yang menyebabkan lebih dari 100 anak meninggal disebut Dicky adalah kegagalan pemerintah.

"Dengan menyatakan KLB, segera memperbaiki, jangan sampai kasusnya terus bertambah, dan yang (pasien) tidak teridentifikasi kan bisa fatal," katanya.

"Ini kasus yang sebenarnya jarang terjadi, dan potensi ini kan terjadi karena ada suatu tanda kutip 'kecolongan'," kata pakar epidemiologi Universitas Indonesia Hermawan Saputra.

"Apakah kecolongan pada rantai farmasi, mulai dari industri produk sampai dengan distribusi, ataukah kecolongan pada penggunaan berlebihan (obat) sehingga adanya interaksi dalam tubuh individu karena adanya interaksi obat dan seterusnya," sambung dia.

Hermawan mendesak pemerintah untuk segera fokus menangani sistem penyelamatan nyawa, hingga pelaporan data dan menyediakan awareness terkait kesiapsiagaan dan pembiayaan kesehatan. Juga, tidak lupa tindak lanjut.

Tindak lanjut dalam arti, berkaitan dengan sistem kefarmasian dan mengantisipasi agar risiko serupa tidak terjadi di kemudian hari.

"Itu membutuhkan kolaborasi stakeholder untuk pendekatan sistematis kajian mendalam tetapi juga ada edukasi dari segi kesehatan masyarakat," katanya.

Ia juga menyoroti pentingnya edukasi rasional penggunaan obat pada masyarakat. Pasalnya, banyak orangtua yang asal memberikan obat tertentu saat anak terkena infeksi maupun virus, tanpa pengawasan dokter. Hal ini tentu membahayakan terlebih bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit tertentu.




(dpw/dpw)


Hide Ads