Bagaimana Hukum Puasa Arafah Saat Ada yang Merayakan Idul Adha

Berita Religi

Bagaimana Hukum Puasa Arafah Saat Ada yang Merayakan Idul Adha

Tim detikEdu - detikSumut
Sabtu, 09 Jul 2022 09:00 WIB
Hijab women and a man pray together before meals, a fast breaking meal served on a table in backyard
Ilustrasi Puasa Arafah (Foto: Getty Images/iStockphoto/ferlistockphoto)
Medan -

Hari ini sebagian umat Islam khususnya jemaah Muhammadiyah merayakan Hari Raya Idul Adha 1443 H. Namun ada pula umat Islam yang lain belum. Perbedaan ini terjadi karena Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Kementerian Agama berbeda dalam menetapkan waktu 10 Dzulhijjah.

Sehari sebelum hari Raya Idul Adha, biasanya umat Islam melaksanakan ibadah Puasa Arafah. Puasa ini dilakukan sehari sebelum Idul Adha. Akibat perbedaan penetapan Idul Adha, maka masih ada umat Islam yang puasa Arafah di saat umat Islam lain sudah berhari raya. Lantas bagaimana hukum puasa Arafah saat sudah ada yang Idul Adha?

Rasulullah SAW dalam haditsnya secara jelas melarang umatnya untuk berpuasa pada hari-hari besar Islam. Hadist tersebut dikisahkan dari Abu Sa'id Al Khudri RA yang mengutip perkataan Rasulullah SAW. Ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَيَوْمِ النَّحْرِ.


Artinya: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang berpuasa pada dua hari yaitu Idul Fitri dan Idul Adha." (HR Muslim).

Sementara, penetapan Idul Adha 2022 di Indonesia diwarnai dengan perbedaan sebagaimana diamini oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pendidikan dan Kaderisasi KH Abdullah Jaidi beberapa waktu lalu. Dua perbedaan waktu tersebut berkisar di antara 9-10 Juli 2022 akibat adanya perbedaan metode penentuan hilal yang digunakan.

"Tentunya perbedaan itu pada setiap permasalahan adanya wujudulhilal dan ada rukyatulhilal yang kedua-duanya menggunakan hisab hanya tergantung pada ketinggian pada hisab itu masing-masing," kata KH Abdullah Jaidi, dikutip dari detikNews, Kamis (7/7/2022).

Perbedaan penetapan Idul Adha 2022 ini pun menyebabkan perbedaan waktu dalam pelaksanaan puasa Arafah. Puasa Arafah jatuh pada hari ini (8/7/2022) bagi yang menetapkan Idul Adha pada esok hari.

Sementara pemerintah menetapkan puasa Arafah jatuh pada 9 Juli 2022 sesuai dengan hasil keputusan sidang isbat awal Dzulhijjah. Dengan kata lain, puasa Arafah pada 9 Juli bertepatan dengan waktu Idul Adha untuk sejumlah muslim di Indonesia.

Permasalahan ini sebetulnya juga pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Syekh Al Albani dalam Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah menunjukkan keterangan hadist bahwa Aisyah RA tetap mengamalkan puasa Arafah meski ada kekhawatiran waktu tersebut bertepatan dengan Idul Adha di wilayah lainnya.

"Masruq (seorang tabi'in) menyarankan beliau (Aisyah) untuk tidak berpuasa Arafah tanggal 9 Dzulhijjah karena khawatir hari tersebut adalah tanggal 10 Dzulhijjah yang terlarang untuk berpuasa," kata Syekh Al Albani yang diterjemahkan oleh Muhammad Hadi Bashori dalam Berpuasa dan Berlebaran Bersama.

Aisyah RA pun kemudian menjawab keresahan Masruq dan mengatakan, segala sesuatunya lebih diutamakan dengan mengikuti yang mayoritas. Aisyah RA kemudian mengutip hadits yang pernah disabdakan Rasulullah SAW berikut,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

Artinya: "Puasa adalah hari di mana kalian semua berpuasa. Idul Fitri adalah hari di mana kalian semua berlebaran. Idul Adha adalah hari di mana kalian semua menyembelih." (HR Tirmdzi).

Berdasarkan hadits di atas, Syekh Al Albani berpendapat, tidak masalah mengamalkan puasa Arafah meski sudah ada yang merayakan Idul Adha lebih dulu. Pasalnya, berpuasa Arafah pada 9 Juli sudah mengacu pada ketetapan pemerintah Indonesia selaku pihak dengan kewenangan tertinggi.

Rasulullah SAW juga pernah bersabda dalam haditsnya mengenai sikap patuh pada keputusan pemerintah adalah wujud kewajiban dari rakyat. Kemudian dikuatkan dalam firman Allah Surah An Nisa ayat 59 yang berbunyi,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat),"

Sikap patuh pada pemerintah pun pernah dicontohkan oleh Ibnu Umar RA kala dirinya melihat hilal untuk penetapan awal puasa. Ibnu Umar pun bergegas menyampaikan pada Rasulullah SAW selaku pemimpin agama dan pemimpin pemerintahan saat itu.

تَرَاءَى اَلنَّاسُ اَلْهِلَالَ, فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنِّي رَأَيْتُهُ, فَصَامَ, وَأَمَرَ اَلنَّاسَ بِصِيَامِهِ

Artinya: "Orang-orang melihat hilal, maka aku kabarkan kepada Rasulullah SAW bahwa aku melihatnya. Lalu beliau memerintahkan orang-orang untuk berpuasa," (HR Abu Dawud).




(astj/astj)


Hide Ads