Ini Cerita Aiptu Haris saat Mengantarkan Muhadi ke Keluarganya

Ini Cerita Aiptu Haris saat Mengantarkan Muhadi ke Keluarganya

Ahmad Fauzi Manik - detikSumut
Rabu, 29 Jun 2022 07:02 WIB
Labuhanbatu -

Muhadi, lelaki berusia 72 tahun yang sudah 30 tahun hidup terlantar di Sumatera. Pria yang memiliki empat orang putra ini akhirnya dapat kembali ke kampung halamannya di Desa Ngadisuko, Kecamatan Durenan, Trenggalek, Jawa Timur (Jatim).

Kepulangan Muhadi ke Trenggalek difasilitasi oleh Polres Labuhanbatu, Sumatera Utara (Sumut) dan dibantu oleh Polres Trenggalek di Jatim. Muhadi yang sudah dikabarkan meninggal akhirnya tiba dengan selamat dan berkumpul bersama keluarganya.

Muhadi kembali ke Jatim diantar langsung oleh Aiptu Haris Fadillah. Personel polisi yang pertama sekali melakukan penelusuran terhadap keluarga Muhadi di Jatim. Aiptu Haris Fadillah diperintahkan langsung oleh Kapolres Labuhanbatu, AKBP Anhar Arlia Rangkuti untuk mengantarkan Muhadi berkumpul dengan keluarganya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah mengantarkan Muhadi, Aiptu Haris Fadillahmengaku terharu melihat pertemuan ayah dan anak yang terpisah 30 tahun itu. Muhadi menuturkan bahwa kepulangan kakek Muhadi disambut gembira oleh keluarga besarnya.

Selain istri dan keempat anaknya, menantu dan cucunya juga ikut berkumpul menyambut kepulangan itu. Tak hanya itu masyarakat Desa Ngadisuko, juga ramai berkumpul untuk ikut merayakan kebahagian tersebut.

ADVERTISEMENT

Termasuk beberapa pejabat di Kabupaten Trenggalek, seperti Kapolres Trenggalek AKBP Dwiasi Wiyatputera dan camat Durenan turut hadir di rumah keluarganya tersebut. "Penyambutan Muhadi seperti kayak kenduri, ada ini makanan ubi rebus, kacang rebus seperti kenduri," ucap Haris.

"Soalnya kan tiap malam Jumat dikasi doa, sudah meninggal dikira orang itu, kan. Ternyata kan masih hidup," katanya.

Perjalanan panjang mengantarkan Muhadi berkumpul bersama keluarganya. Baca selanjutnya...

Aiptu Haris menuturkan perjalanan yang mereka lewati hingga tiba di rumah keluarga Muhadi cukup panjang dan memakan waktu yang lama. Muhadi dilepas oleh Kapolres Labuhanbatu pada Senin (27/6) malam berangkat menuju bandara Kualanamu dengan menggunakan mobil milik Polres Labuhanbatu.

Setelah tiba di Bandar Udara (Bandara) Kualanamu di Deli Serdang, Sumut sekitar pukul 7:30 mereka berangkat menuju Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng dan tiba sekitar pukul 09.30 WIB.

Setelah transit selama lebih kurang 3,5 jam, pesawat mereka kemudian melanjutkan perjalanan menuju Surabaya, pada pukul 13.00 WIB. Keduanya tiba di bandara Juanda, sekitar pukul 14.15 WIB.

Disana kedatangan mereka langsung disambut dua anak kakek Muhadi berserta personil dari Polres Trenggalek. Selanjutnya dengan difasilitas Polres Trenggalek mereka melanjutkan perjalanan menuju Desa Ngadisuko, dengan waktu perjalanan sekitar 4 jam.

Sementara itu anak kedua Muhadi, Alimuddin mengucap terima kasih untuk jajaran Polres Trenggalek, Polres Labuhanbatu dan Syahbudin yang telah mempertemukan keluarga dengan Muhadi.

"Saya terima kasih sekali untuk kepolisian di Sumut dan Trenggalek yang bisa mempertemukan antara anak dan bapak," kata Alimuddin.

Hal senada disampaikan Muhadi. Ia mengaku bahagia bisa berjumlah dengan seluruh anggota keluarganya.

"Senang sekali bisa ketemu anak-anak," ujarnya.

Kakek Muhadi akhirnya kembali berkumpul dengan keluarganya di Trenggalek setelah berpisah selama 30 tahun. Selama di perantauan, Muhadi berulangkali hendak pulang, namun selalu gagal.

Berniat ingin pulang ke Jatim namun Muhadi sering ditipu. Baca selanjutnya...

Muhadi mengaku pada awalnya berniat merantau ke Malaysia untuk mengadu nasib demi menghidupi anak dan istrinya. Namun Ia justru terdampar dan terlantar di Sumatera Utara.

"Niatku waktu itu memang kerja cari uang untuk anak bojo (istri)," kata Muhadi, Selasa (28/6/2022).

Selama di perantauan, Muhadi sempat berpindah pindah tempat demi mendapatkan pekerjaan yang layak. Berbagai pekerjaan pun pernah dilakoni, mulai dari buruh kepala sawit hingga serabutan di kampung perantauan.

"Pokoknya kalau aku sudah pergi, disuruh kerja apapun mau," jelasnya.

Selama di Sumatera, Muhadi sempat beberapa kali kirim uang untuk keluarganya di Jawa. Namun lambat laun penghasilannya terus merosot. Sehingga mengalami kesulitan ekonomi.

Kondisi ekonomi yang pas-pasan membuatnya kelabakan sehingga putus kontak dengan keluarganya di rumah.

"Karena kerja hari ini, untuk makan saja masih kurang," imbuhnya.

Niatan untuk pulang kampung ke Jawa Timur selalu ada, namun selalu mendapat kendala. Muhadi mengaku sempat dua kali membeli tiket pulang, namun tidak bisa pulang gegara uang upahnya dibawa kabur pimpinannya.

"Uang saku nggak ada, sudah dua kali gagal terus, dibohongi asistennya (bos) uangnya dibawa kabur," jelasnya.

Halaman 2 dari 3
(bpa/bpa)


Hide Ads