Cerita rakyat sudah ada sejak zaman dahulu dan diwariskan secara turun temurun hingga dikenal oleh masyarakat. Cerita rakyat umumnya dikaitkan dengan legenda atau mitos yang ada pada zaman dahulu dan mengandung nilai-nilai moral.
Setiap daerah di Indonesia memiliki cerita rakyat daerahnya masing-masing, termasuk Provinsi Bangka Belitung. Nah, kira-kira apa aja cerita rakyat daerah Bangka Belitung?
5 cerita rakyat daerah dari Bangka Belitung
1. Datuk Temiang Belah
Dikutip dari buku "Datuk Temiang Belah" oleh Kemdikbud, cerita rakyat ini berasal dari masyarakat Manggar, Kabupaten Belitung Timur. Berkisah tentang Datuk Letang dan istrinya yang hidup sederhana dengan berladang di Dusun Burung Mandi yang berada di daerah Manggar, Pulau Belitung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain berladang, Datuk Letang sering memasang bubu ikan di laut untuk mendapatkan ikan. Namun, di suatu waktu ia mengalami kesialan karena bubu yang dipasang tidak mendapatkan ikan, tetapi justru potongan bambu yang selalu masuk ke dalam perangkapnya. Bambu itu kemudian ia bawa pulang untuk dijadikan kayu bakar, tetapi istrinya justru menjadikan bambu itu sebagai penindih untuk alas tikar yang digunakan menjemur padi.
Suatu hari, istri Datuk Letang memukul bambu tersebut untuk mengusir ayam yang mendekati padinya. Tak lama kemudian ia mendengar tangisan bayi yang berasal dari bambu yang telah terbelah dan terdapat seorang bayi laki-laki di salah satu bagiannya.
Kehadiran bayi tersebut membawa kebahagiaan bagi keduanya, mereka merawat dan membesarkan bayi tersebut layaknya anak sendiri. Pertumbuhan bayi itu begitu cepat dan masyarakat menganggap ia adalah anak ajaib, sebuah mukjizat yang dikirimkan kepada Dusun Burung Mandi.
Datuk Letang yang memiliki kesaktian justru risau karena khawatir kesaktiannya akan hilang jika melaksanakan ajaran Islam. Akhirnya ia memutuskan untuk mengasingkan diri dari anak dan istrinya dan tak pernah kembali bertahun-tahun lamanya.
Anak Datuk Letang yang beranjak dewasa akhirnya memutuskan untuk merantau meninggalkan tanah kelahirannya. Banyak daerah yang disinggahi membuat ia mendapat gelar Datuk Temiang Belah karena dia lahir dari bambu yang terbelah. Ia terkenal ke berbagai pelosok negeri, bahkan raja pun kagum saat mendengar kabar mengenai Datuk Temiang Belah.
Dari sana ia diberikan hadiah oleh raja sebuah senjata bernama Parang Kuting yang dirubahnya menjadi sebuah keris bergagang dan bersarung emas yang diberi nama Keris Berlok Tujuh. Selama perjalanan ia bertemu dengan seorang perempuan yang menjadi istrinya. Dari istrinya, Datuk Temiang Belah memiliki anak keturunan hingga generasi selanjutnya.
Datuk Temiang Belah meninggalkan jasa bagi penduduk Pulau Belitung sebagai salah satu penyebar agama Islam. Ia meninggal dunia dan dimakamkan di Puncak Gunung Tajam, Belitung. Hingga saat ini makam tersebut terkenal dengan nama Keramat Gunung Tajam dan keturunannya masih hidup bersama masyarakat di Pulau Belitung.
2. Putri Nibung di Sarang Lanun
Dikutip dari buku "Putri Nibung di Sarang Lanun" oleh Kemdikbud, cerita ini berasal dari daerah Bangka Tengah. Cerita Putri Nibung menceritakan tentang asal-usul seorang wanita cantik jelita yang muncul dari sebatang pohon Nibung.
Berkisah tentang seorang pemuda yatim piatu yang tinggal di tengah hutan lebat, bernama Bujang Limpau. Ia kerap sekali memandang bulan dan bintang, sambil merintih dalam hati, 'jika saja masih ada ayah dan ibu, tentu hidupku tidak akan sesepi dan sesunyi ini.'
Di suatu malam ia bermimpi didatangi seorang wanita berparas cantik jelita yang memintanya untuk mencari pohon nibung. Saat mencari pohon tersebut, dia justru tersesat dan bertemu dengan seorang nenek tua bernama Nek Usang. Keduanya memutuskan hidup bersama hingga pada suatu hari Keling, anjing milik Bujang Limpau terus menggonggong mengelilingi sebuah pohon nibung. Setelah mendapat sebuah petunjuk, Nek Usang melakukan ritual neratap di hadapan pohon nibung tersebut dengan membaca mantra yang berbunyi:
'Umang-umang si kumbang tenuk. Kumbang raje bedakek, raje bedepuk. Timang si dare, timang sedade. Buyut tujuh rupa, si anak anay tujuh beruang serupa-rupa antu selibar dade. Ooooo, mawang beleh muka, bueh kelumbei pucok bonglay perembeh cucek adam. Jauh-jauh. Pindeh ke gunung mares.'
Dari batang nibung tersebut Bujang Limpau menemukan sebuah umbut yang menyerupai boneka bayi. Umbut nibung tersebut dirawat oleh Nek Usang hingga umbut itu menjelma menjadi seorang wanita cantik. Dari sana akhirnya Bujang Limpau mengenal Putri Nibung, mereka begitu dekat. Sampai suatu hari, Putri Nibung diculik oleh sekelompok lanun.
Bujang Limpau memutuskan untuk melakukan perjalanan demi menyelamatkan Nibung dari tangan para lanun. Nek Usang memberikan ia garam yang telah dimantrai sekaligus dengan pesan dan pantangan pada Bujang Limpau sebelum dia berangkat dalam perjalanannya.
Di perjalanannya, ia bertemu dengan Akek Sabak yang telah disihir menjadi ular sabak oleh pemimpin lanun yang dicarinya. Pemimpin lanun tersebut bernama Datok Aek Bara yang terkenal sakti dan kejam. Bersama dengan Akek Sabak ia bertempur melawan Datok Aek Bara untuk membebaskan Putri Nibung.
Pada akhirnya Bujang Limpau berhasil mengalahkan Datok Aek Bara dan Akek Sabak membebaskan Putri Nibung dari pengaruh sihir Datok Aek Bara. Setelahnya Bujang Limpau dan Putri Nibung hidup bahagia sebagai sepasang suami istri.
3. Asal-usul Tanjung Penyusuk
Dikutip dari buku "Asal Usul Tanjung Penyusuk" oleh Kemdikbud, cerita ini merupakan legenda dari Kabupaten Bangka. Tanjung Penyusuk menceritakan tentang Baginda Hasyim yang merupakan keturunan ketujuh dari silsilah Sultan Usman Hamidi, penguasa wilayah Bangka yang terkenal. Baginda Hasyim diangkat menjadi raja dan memerintah negeri Bangka Utara.
Suatu hari, saat diadakannya upacara adat untuk melepas tujuh hari setelah masa panen raya sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, istri Baginda Hasyim yang bernama Ratu Malika yang sedang bersedih karena suaminya yang tak kunjung pulang dari pesta adat tersebut.
Keesokan harinya, Ratu Malika memutuskan untuk hadir di pesta adat bersama dengan Dayang Biru. Saat itu Ratu Malika bertemu dengan seorang kakek tua yang mengatakan bahwa dia tahu satu cara agar Ratu Malika dan Baginda Hasyim segera dikaruniakan seorang anak.
Kakek itu berkata, 'silakan tuanku mencari seekor penyu hijau di laut Bangka bagian utara. Penyu tersebut adalah penyu ajaib yang mampu mengabulkan permohonan Tuanku Raja dan Ratu. Begitu kira-kira.'
Ratu Malika kemudian menyampaikan pesan tersebut kepada Baginda Hasyim. Setelahnya Baginda Hasyim segera mencari penyu hijau tersebut. Saat bertemu, penyu hijau memberikan sebuah permata hijau kepada mereka dan memberikan syarat agar tidak menyebarkan rahasia mengenai permata penyu hijau yang dapat mengabulkan permintaan mereka. Waktu berlalu, Ratu Malika akhirnya hamil dan melahirkan seorang bayi perempuan cantik yang dinamai Putri Komala Ratna Juwita.
Sifat Putri Komala tidak seperti kedua orang tuanya yang lembut. Ia begitu manja dan apapun yang ia inginkan harus terpenuhi. Hingga suatu hari, Putri Komala menginginkan untuk memelihara seekor penyu hijau yang membuat kedua orang tuanya kaget. Karena Putri Komala yang kukuh menginginkan penyu hijau hingga mengurung diri dan tidak makan, akhirnya Baginda Hasyim memutuskan untuk mengabulkan permintaan itu.
Pencarian penyu hijau dilakukan, tetapi Putri Komala merasa jengkel karena tak kunjung menemukan penyu hijau yang ia mau. Saat sedang beristirahat tiba-tiba cahaya kehijauan dari penyu hijau terlihat dari ujung lautan.
Putri Komala berteriak dan memaki si penyu, 'dasar penyu busuk! Aku sudah lama mencarimu, mengapa kau baru terlihat sekarang?' Putri Komala yang tidak sabar langsung mencoba berenang menggapai si penyu.
Namun nahas, gelombang yang besar menyerbu tubuh Putri Komala, suaranya yang berteriak memanggil penyu tersebut kian menghilang bersamaan dengan tubuh Putri Komala. Sejak saat itu wilayah tanjung itu dinamai Tanjung Penyusuk yang berasal dari kata penyu busuk.
4. Raja Berekor
Dikutip dari buku 'Raja Berekor' oleh Kemdikbud, cerita ini berasal dari negeri Belitung. Dari judulnya, cerita ini menceritakan tentang kehidupan raja manusia yang mempunyai ekor seperti binatang.
Pada zaman dahulu di negeri Mataram, terdapat seorang raja bernama Seri Rama yang memiliki 7 anak laki-laki yang sepasang diantaranya terlahir kembar dengan ekor yang keluar dari tulang pinggangnya. Keduanya diberi nama Raja Berekor.
Karena merasa malu akan nasib diri mereka yang aneh, kedua Raja Berekor memutuskan untuk pergi berlayar menuju ke pulau Belitung. Di Perjalanan mereka melihat seekor burung Makka yang dikenal cepat.
Raja Berekor bermaksud mengalahkan kecepatan burung tersebut, tetapi ternyata kapal mereka tetap tertinggal. Di tengah Sungai Buding, ia membuang seekor kera yang konon katanya sekarang menjadi pulau bernama pulau kera. Burung Makka itu selalu terbang lebih cepat dibanding kapal Raja Berekor, hingga burung itu mati karena terlalu lelah terbang.
Di Pangkalan Buding akhirnya Raja Berekor membangun rumah dan menetap. Saat menetap di sana Raja Berekor memerintahkan juru masak untuk menyembelih hambanya untuk dimasak karena ia menganggap bahwa daging manusia enak untuk dimakan. Karena merasa khawatir pada nasib mereka, keenam hamba raja meminta pertolongan untuk membunuh sang Raja Berekor.
Keenam hamba tersebut membuat rencana dengan mengundang Raja Berekor hadir memenuhi undangan orang-orang kampung. Di sana Raja Berekor menyantap makanan dengan nikmat, tetapi naas saat itu orang kampung yang telah menunggu di bawah rumah menarik dan memegang ekornya.
Setelahnya keenam hambanya menikam Raja Berkor hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya. Jenazah Raja Berekor dimakamkan di suatu kampung yang dekat dengan Gunung Bangsi. Konon kuburannya masih ada di dekat gunung tersebut, di distrik Buding, asisten residen Belitung.
5. Asal-usul Kota Toboali
Dikutip dari Buku 'Asal Usul Nama Kota Toboali: Sebuah Legenda Masyarakat Pulau Bangka', cerita ini menceritakan tentang legenda yang tersiar dari mulut ke mulut di Pulau Bangka. Dikisahkan bahwa terdapat gerombolan bajak laut dari negeri Cina yang pertama kali menemukan timah di Pulau Bangka. Mereka menetap dan mendulang timah di sana hingga membangun banyak kampung besar.
Disuatu ketika ada seorang pria yang terdampar di pantai tersebut, karena tidak mengerti bahasa cina, setiap ditanya pemuda tersebut hanya menjawab dengan kata, 'Tobo ni Ali'. Dalam bahasa melayu Palembang kata tersebut berarti, 'namaku adalah Ali.' Setelahnya Ali menetap dan bekerja menjadi nelayan di sana, setiap ditanya asal usulnya dia berkata bahwa dia adalah nelayan dari Sumatera yang perahunya tenggelam diterjang ombak.
Suatu hari, Pulau Bangka mengalami kesulitan karena musim angin ribut. Mereka kekurangan persediaan bahan pokok dan obat-obatan. Ditengah kesulitan itu, Tobo Ali bertemu dan berbicara dengan Tuan Kapitan, pemimpin negeri itu untuk menjelaskan tentang kesulitan yang sedang dihadapi.
Ia menjelaskan bahwa angin ribut akan terjadi selama enam bulan, ia juga menjelaskan tentang hari apa angin topan akan datang dan hari apa angin itu berpindah ke laut lain.
Tuan Kapitan yang kagum akhirnya bertanya tentang siapa Tobo Ali sebenarnya, dia menjelaskan bahwa ternyata ia adalah kepala pasukan laut di kerajaan Palembang yang terdampar saat sedang patroli laut. Mendengar fakta tersebut Tuan Kapitan mengajaknya untuk ikut berlayar dan mengangkatnya menjadi kepala pelayaran.
Selama berlayar, mereka dihadapkan dengan lautan yang ganas, tetapi Tobo Ali selalu berhasil membawa kapalnya selalu selamat sampai tujuan. Hingga pada akhirnya Tuan Kapitan memilih Tobo Ali menjadi panglima pertahanan Pulau Bangka.
Semakin terkenal Pulau Bangka, semakin banyak negeri yang datang untuk merampok daerah tersebut. Tobo Ali sebagai panglima selalu berhasil bertahan dan mengamankan Pulau Bangka. Namun setelah beberapa pertempuran besar, akhirnya panglima Tobo Ali tewas.
Pertahanan terakhirnya ada di puncak bukit di pantai kota Toboali yang ada di provinsi Bangka Belitung saat ini. namanya diabadikan menjadi nama daerah tersebut, yakni kota Toboali.
Itulah 5 cerita rakyat yang berasal dari Provinsi Bangka Belitung. Beberapa tempat dan daerah yang ada dalam cerita tersebut masih ada hingga saat ini. Semoga bermanfaat, ya detikers!
(csb/csb)