Geopark Merangin di Jambi, Wisata Edukasi dan Menikmati Keindahan Alam

Jambi

Geopark Merangin di Jambi, Wisata Edukasi dan Menikmati Keindahan Alam

Achmad Rizqi Setiawan - detikSumbagsel
Minggu, 23 Jun 2024 22:00 WIB
Geopark Merangin diproyeksikan jadi destinasi wisata kelas dunia
Foto: Geopark Merangin Jambi (Istimewa)
Jambi -

Geopark Merangin Jambi menawarkan pengalaman mendalam dalam eksplorasi kekayaan geologi Indonesia. Terletak di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, Geopark ini terkenal dengan formasi batuan berusia lebih dari 200 juta tahun dan penemuan Fosil Flora Jambi sejak awal abad ke-20.

Sebagai Geopark Nasional sejak 2013, tempat ini menjadi destinasi menarik untuk belajar dan menikmati keunikan alam, termasuk kompleks karst yang kaya akan sejarah dan ekologi.

Berikut detikSumbagsel telah rangkum pembahasan menarik tentang Geopark Merangin Jambi beserta tempat-tempat yang ada di lokasi tersebut dilansir dari situs resmi Geopark Merangin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Geopark Merangin

Nama Geopark Merangin diambil dari area administratif Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Penggunaan kata "Jambi" dalam geopark tidak hanya mencerminkan lokasi administratif di Provinsi Jambi, tetapi juga menunjukkan kekayaan fosil flora dan flora Jambi.

Di Geopark Merangin Jambi pengunjung akan menemukan formasi batuan yang berusia lebih dari 200 juta tahun termasuk penemuan Fosil Flora Jambi sejak tahun 1926. Karena keunikan ini, Geopark Merangin Jambi diangkat menjadi Geopark Nasional pada tahun 2013.

ADVERTISEMENT

Tema utama yang diusung oleh Geopark Merangin Jambi adalah "Merangin Jambi: Warisan Fosil Flora dan Fauna Permian Awal" yang mengungkapkan keberadaan pohon dan fosil laut berusia 300 juta tahun di Sungai Merangin dengan lapisan tebal mencapai 500 meter, satu-satunya peninggalan seperti ini yang masih ada di dunia.

Selain itu, kawasan Geopark Merangin Jambi juga memiliki kompleks karst dengan ragam bentang alam, termasuk exokarst dan endokarst yang menyimpan jejak-jejak masa lampau. Kompleks Gunung Masurai, yang terbentuk dari aktivitas tektonik vulkanik, menciptakan berbagai fenomena alam seperti danau, air terjun, kekar kolom, dan panas bumi yang masih aktif.

Di sini juga merupakan habitat bagi flora dan fauna langka yang dilindungi serta tempat bersejarah dari peradaban kuno. Semua kekayaan geologis ini tersedia dalam Geopark Merangin Jambi yang meliputi luas sekitar 4.832,31 kmΒ².

Secara administratif, kawasan ini terdiri dari 12 Kecamatan di Kabupaten Merangin, dengan total 131 Desa/Kelurahan. Geopark ini membentang sekitar 121 km dari Timur ke Barat dan 117 km dari Utara ke Selatan, dengan jalan utama dari Selatan ke Utara sepanjang sekitar 80 km dan dari Timur ke Barat sekitar 140 km. Jarak darat untuk mencapai Gunung Masurai adalah sekitar 112 km.

Situs Geopark Merangin

Geopark Merangin membagi daerahnya menjadi 3 situs. Alasannya karena disini terdapat banyak objek yang menarik dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Berikut ini 3 situs yang ada di Geopark Merangin:

1. Situs Geologi

Situs geologi yang berada di Geopark Merangin terdiri dari objek wisata alam seperti danau, air terjun, sungai dan masih banyak lagi. Berikut ini objek wisata yang masuk ke dalam situs geologi di Geopark Merangin.

a. Kekar Kolom (Columnar Joint) Gunung Tungkat

Dengan diameter sekitar Β± 1 meter, lokasi ini terletak di tepi Sungai Tebesi yang berbatasan dengan batuan phyllite dari Formasi Asai Jura. Formasi ini terbentuk akibat aktivitas vulkanik dari Gunung Tungkat. Berdasarkan observasi, Gunung Tungkat dan Gunung Masurai memiliki ruang magma yang diperkirakan sama, tetapi Gunung Tungkat sudah lama tidak aktif setelah letusan efusif kecil yang menyebabkan pergeseran pada patahan utama Sumatra, membelah puncak Gunung Tungkat dan mengalirkan lava. Di lereng gunung, proses pendinginan aliran lava melambat, menyebabkan laju pendinginan dan suhu awal aliran lava berkurang secara bertahap. Ketebalan aliran lava ini kemudian menghasilkan kolom yang luas dan membentuk struktur yang disebut Stacked Stones.

Pembentukan kolom padat ini terjadi karena kombinasi dari kecepatan pendinginan yang bervariasi dan tekanan internal dalam aliran lava. Seiring dengan penurunan suhu, lava mulai mengkristal dan membentuk struktur kolom yang rapi. Proses ini menciptakan pemandangan alam yang menakjubkan dengan formasi kolom batu yang menjulang tinggi, memberikan wawasan unik tentang sejarah geologis kawasan ini.

Batuan vulkanik yang paling umum ditemukan di area ini adalah lava andesitic basalt, yang diperkirakan terbentuk selama periode Pleistocene. Lava andesitic basalt ini memiliki komposisi mineral yang memberikan kekuatan dan daya tahan yang signifikan pada struktur kolom batu. Keberadaan formasi ini tidak hanya memberikan nilai ilmiah dan pendidikan, tetapi juga menjadi daya tarik bagi para pengunjung yang ingin menyaksikan keajaiban geologis yang tersembunyi di tepian Sungai Tebesi.

b. Mata Air Panas Nilo Sungsang

Di lokasi geologi ini, terdapat fenomena alam yang menarik berupa semburan mata air panas yang memancar dari dinding tebing curam yang terbentuk dari batu vulkanik tuff atau batu putih. Area ini termasuk dalam kompleks Gunung Masurai yang berasal dari periode Holosen (Holocene). Selain mata air panas, terdapat juga sebuah air terjun di dekatnya, yang alirannya menuju sungai terdekat.

Mata air panas ini tidak hanya menawarkan pemandangan yang indah, tetapi juga memiliki potensi manfaat kesehatan karena kandungan mineralnya. Pengunjung sering datang untuk merasakan sensasi berendam di air panas alami ini, yang dipercaya dapat membantu relaksasi dan penyembuhan berbagai penyakit kulit.

c. Fumarol Grao Sakti

Mata air panas (geyser) di lokasi ini mengeluarkan asap belerang yang dihasilkan dari aktivitas pemanasan internal bumi. Magma yang berada di bawah permukaan tanah menghantarkan panas secara konduktif ke batuan sekitarnya, menyebabkan cairan hidrotermal di dalam pori-pori batuan mengalami aliran konveksi. Cairan panas ini bergerak naik, namun tidak bisa mencapai permukaan karena terhalang oleh lapisan batuan yang tidak dapat ditembus. Akhirnya, retakan pada batuan akibat patahan geologi memungkinkan panas bumi tersebut untuk keluar ke permukaan, menciptakan semburan geyser yang menakjubkan.

Formasi batuan di sekitar area geyser ini sangat bervariasi dan mencakup lava andesite-dacite, breccia vulkanik, serta batuan kapur seperti travertine. Selain itu, terdapat juga batu putih (tuff), chlorite, dan kuarsa (quartz). Kombinasi batuan ini tidak hanya memberikan kekayaan geologi yang menarik, tetapi juga menciptakan pemandangan alam yang unik dan memikat.

d. Air Terjun Sungai Hitam

Erupsi pada periode ke II, sekitar 21.000 tahun setelah terbentuknya Kaldera Masurai, menyebabkan pembentukan dinding kaldera yang terbelah di sisi selatan. Aliran ignimbrite yang dihasilkan dari erupsi ini mengalir melalui lembah-lembah yang ada, menciptakan endapan yang mengesankan di selatan Desa Koto Teguh, di sepanjang Sungai Hitam dari Desa Renah Pelaan, dan di bagian barat Desa Pematang Pauh. Batuan dasar di area ini tertutupi oleh lapisan batu yang lebih tua yang berasal dari sebelum terbentuknya Formasi Gunung Masurai, memberikan lapisan sejarah geologis yang kaya.

Hasil analisis geokimia mengungkapkan bahwa batuan ini kaya akan silika, dengan komposisi yang mencakup andesit dan dasit. Warna hitam pada batuan tersebut disebabkan oleh lapisan kaca yang tebal pada batu apung, yang juga menunjukkan adanya peralihan dari magma yang bersifat asam ke magma yang lebih menengah. Hal ini memberikan wawasan tentang proses vulkanik yang kompleks dan dinamis yang terjadi di masa lalu.

Di sisi lain, di dekat sebuah air terjun yang menakjubkan, ditemukan sebuah gua ignimbrite yang terbentuk akibat pengikisan oleh air. Gua ini tidak hanya menambah keindahan alam daerah tersebut tetapi juga memberikan bukti fisik tentang kekuatan erosi air yang bekerja selama ribuan tahun.

e. Air Terjun Serintik Hujan Panas

Situs geologi ini menampilkan sebuah bukit dengan morfologi yang menarik, terletak di Gunung Masurai yang megah. Aliran Sungai Tenok yang mengalir melalui kawasan ini memiliki dasar yang terdiri dari batuan vulkanik dan lava breccia, menciptakan pemandangan alam yang spektakuler. Air terjun di sini, yang merupakan salah satu daya tarik utama, terbentuk dari batuan andesite-basalt. Proses ini adalah hasil dari aktivitas tektonik yang intens, yang menyebabkan terjadinya patahan dan pembentukan Kekar Kolom (columnar joints), struktur geologi yang mengesankan.

f. Air Terjun Mukus

Morfologi situs geologi ini menampilkan sebuah bukit yang memiliki struktur yang menarik untuk dieksplorasi. Dinding air terjun yang terbentuk di situs ini terbuat dari batuan andesite-basalt, yang merupakan hasil dari letusan besar Kaldera Gunung Masurai di masa lalu. Selain itu, terdapat juga breccia vulkanik yang terdiri dari fragmen andesite dan basalt, memberikan lanskap yang kontras dan visual yang menarik.

Aktivitas patahan normal yang aktif terjadi di area ini, terutama di sepanjang jalur barat laut-tenggara yang melintasi Sungai Siau, telah menciptakan fenomena alam yang menakjubkan yaitu sebuah air terjun yang dramatis terbentuk di tengah-tengahnya.

g. Air Terjun Lempisang

Dinding air terjun yang terbentuk memiliki struktur ignimbrite sebagai akibat dari letusan Kaldera Masurai yang terjadi sekitar 33.000 tahun yang lalu. Air mengalir melalui celah-celah batu dari tebing curam yang terdiri dari lapisan sedimen yang mampu menyerap air, dikenal sebagai batu apung. Endapan ini memberikan indikasi tentang tahapan erupsi yang kompleks dari Kaldera Masurai, yang dapat diamati dengan jelas di tebing curam air terjun ini.

Tebing curam pada air terjun ini memungkinkan pengamat untuk melihat secara lengkap urutan endapan dari erupsi Kaldera Masurai. Formasi Asai (Ja), yang terdiri dari batuan metamorfik mesozoik yang dikenal sebagai Filit (phyllite), membentuk dasar yang kuat untuk formasi geologis ini.

Proses erupsi Kaldera Masurai dimulai dengan pembentukan lava kaldera sebelumnya, diikuti oleh lonjakan endapan. Tahap awal terdiri dari ignimbrite, batu apung (pumice), dan welded tuff, yang menggambarkan kekuatan besar dari letusan tersebut. Tahap berikutnya melibatkan penumpukan ignimbrite dan endapan tefra, menambahkan kompleksitas dan keunikannya pada formasi geologi ini.

h. Air Terjun Sigerincing

Situs geologi yang menarik ini terletak di sepanjang Sungai Siau, yang secara morfologis merupakan bagian dari bukit berstruktur yang terbentuk akibat patahan normal yang membentuk Kekar Lembar (sheet joints) di sekitar air terjun. Fenomena Kekar Lembar ini memberikan karakteristik unik pada formasi batuan di sekitar area air terjun, dengan retakan yang terbentuk dari tekanan letusan atau erupsi Gunung Masurai sebelum terbentuknya Kaldera.

Batuan di situs ini utamanya terdiri dari lava andesite-basalt, yang merupakan hasil dari aktivitas vulkanik masa lalu. Di atasnya, terdapat endapan batuan putih (tuff) lokal yang menambah kompleksitas lanskap geologisnya. Kombinasi dari kedua jenis batuan ini menciptakan lapisan yang kaya akan informasi tentang sejarah geologi daerah tersebut.

Melalui pengamatan Kekar Lembar dan studi lebih lanjut di situs ini, kita dapat memahami bagaimana proses geologi yang kompleks telah membentuk struktur bumi yang kita lihat hari ini. Situs ini tidak hanya menawarkan keindahan alam yang menakjubkan, tetapi juga kesempatan untuk belajar lebih dalam tentang dinamika alam yang telah berlangsung selama ribuan tahun.

i. Air Terjun Dukun Betuah

Situs geologi ini terletak di dataran tinggi yang menampilkan morfologi yang menarik dan beragam. Di sini, terdapat berbagai jenis batuan yang mencerminkan sejarah geologis yang kompleks. Batuan-batuan ini berasal dari ledakan atau erupsi Kadera Masurai yang terjadi di masa lalu, termasuk basalt scoria yang sering ditemukan di wilayah ini. Selanjutnya, ada lapisan sandy tuff yang merupakan hasil dari proses deposisi material vulkanik, serta endapan lava andesite-basalt yang membentuk struktur Kekar Lembar (sheet joints).

Formasi Kekar Lembar ini terbentuk sebagai respons terhadap aktivitas tektonik yang intens di area ini. Proses tektonik ini telah menyebabkan retakan pada batuan, menciptakan pola Kekar Lembar yang khas. Melalui pengamatan dan studi lebih lanjut di situs ini, para peneliti dapat memahami bagaimana dinamika bumi telah membentuk lanskap yang kita lihat hari ini. Situs ini tidak hanya menawarkan keindahan alam yang menakjubkan tetapi juga menyimpan kisah panjang tentang evolusi geologis wilayah ini selama berjuta-juta tahun.

j. Danau Telago Biru

Terjadi sebuah ledakan freatik kecil di dalam dan dekat dinding Kaldera Masurai, sebuah peristiwa yang berbeda dengan pembentukan utama kaldera dan proses yang tidak serupa dengan Formasi Kawah Kumbang dan Kawah Mabuk. Bagian dasar kaldera ini tertutup oleh endapan pyroclastic yang dihasilkan dari ledakan, menjadikannya kedap air. Proses ini dipicu oleh pengaruh suhu bumi yang meningkat dari dalam, yang mengakibatkan pemanasan vulkanik dan kemungkinan mencemari air permukaan atau mata air dari lapisan dasar.

Warna biru yang terlihat di danau mungkin disebabkan oleh komposisi mineral yang mengalami alterasi hidrotermal pada lempung atau batuan dasar di sekitarnya. Di bagian bawah kaldera, terdapat lava basalt-andesitic yang mengisi struktur geologisnya.

k. Danau Depati Empat

Danau ini terbentuk akibat aktivitas tektonik yang menyebabkan terbentuknya patahan yang sempit dan terbatas, terletak di zona utama patahan Great Sumatran. Letaknya strategis, terletak di antara dua patahan utama. Batuan dasarnya adalah Pliocene Langkup Granodiorite yang naik ke permukaan melalui proses penetrasi batuan-batuan lebih tua dari Formasi Hulusimpang. Formasi ini mencakup lava, breccia vulkanik, dan ignimbrite yang terdiri dari andesite-basalt yang berasal dari periode Oligocene-Early Miocene.

Danau ini adalah hasil dari interaksi kompleks antara proses tektonik dan geologi regional di Sumatera. Patahan-patahan yang terbentuk memainkan peran penting dalam pembentukan lanskap danau ini, menciptakan lingkungan yang unik dan berharga bagi penelitian geologi dan pemahaman akan evolusi bumi.

l. Kompleks Danau Kawah Kumbang dan Mabuk

Kaldera ini memiliki diameter sekitar 7 kilometer, dengan sisi timur dinding kaldera lebih rendah dibandingkan dengan sisi baratnya. Titik tertinggi kaldera terletak pada ketinggian 2.737 meter, sementara bibir kaldera berada pada ketinggian 2.220 meter di atas permukaan laut. Formasi kaldera ini mengalami dua periode erupsi utama: yang pertama terjadi sekitar 33.000 tahun yang lalu, diikuti oleh periode kedua sekitar 21.000 tahun yang lalu.

Setelah fase pembentukan kaldera, sebuah pusat aktivitas vulkanik yang lebih baru secara bertahap muncul di dalam kaldera tersebut. Pusat ini dikenal dengan nama Kawah Kumbang dan Kawah Mabuk, tempat erupsi terjadi terutama di sekitar puncak dengan lava yang dominan berjenis basalt-andesite. Seiring berjalannya waktu, kedua kawah ini terisi dengan air secara bertahap, membentuk danau-danau yang menjadi fitur utama di dalam kaldera saat ini.

m. Danau Pauh

Akibat dari aktivitas vulkanik yang intens, kaldera ini mengandung beragam jenis batuan breccia tuff vulkanik, seperti tuff batu putih, lava breccia, dan lava yang mengandung andesite-basalt. Kaldera ini memiliki dinding melingkar yang mengelilingi sebuah area terbuka berbentuk bundar dengan bagian dalam yang curam. Formasi geologis ini mencerminkan kompleksitas proses vulkanik yang telah membentuknya selama ribuan tahun, menawarkan peneliti kesempatan untuk memahami evolusi geologis dan karakteristik alam yang unik di dalam kaldera ini.

n. Goa Kristal Tiangko/Goa Tiangko

Bentang alam karst yang membentuk goa ini tidak hanya memperlihatkan keindahan alam yang unik tetapi juga memiliki nilai arkeologi prasejarah yang sangat tinggi, menunjukkan bahwa area ini pernah dihuni oleh manusia purba. Penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan sejumlah temuan penting. Pada tahun 1913, August Tobler melakukan ekskavasi awal dan menemukan alat-alat dari serpih. Pada tahun 1926, J. Zwierzycki menemukan artefak dari obsidian dan batuan lainnya.

Artefak-arkefak ini termasuk pisau Mesolithic blade serih, sebuah penemuan yang dijelaskan oleh Heekeren pada tahun 1972, yang mengindikasikan kegiatan pemburuan tingkat lanjut, sebagaimana dikemukakan R.P. Soejono pada tahun 1993. Pada tahun 1984, Bennet Bronson dan Teguh Asmar menemukan lapisan tembikar bawah yang berisi alat-alat dari obsidian. Lapisan budaya ini diperkirakan berusia sekitar 9.210 tahun yang lalu.

o. Goa Aliran Sungai Sengering/Goa Sengering

Bentang alam karst ini terdiri dari meta-limestone (batu gamping metamorfik) yang diintercalated dengan lapisan limestone, secara stratigrafi termasuk dalam Anggota Mersip Formasi Peneta (KJPm), yang membentang dari Jura Akhir hingga Awal Kapur dengan ketebalan minimal 250 meter. Beberapa bagian telah mengalami metamorfosis menjadi marmer dengan pola warna hitam dan putih yang khas, serta kaya akan lapisan kuarsa dan calcite.

Di dalam goa ini, pengunjung dapat menikmati formasi stalaktit dan stalagmit yang mengesankan, serta pilar-pilar yang terbentuk dari penggabungan stalaktit dan stalagmit. Tirai-tirai flowstone, salah satu ornamen khas dalam formasi goa, juga ditemukan di sini, sering kali menjadi tempat berlindung bagi berbagai jenis fauna seperti kelelawar, burung walet, lipan, kepiting, ikan, dan udang.

Gua ini memiliki panjang sekitar 315 meter dan keluar dengan lebar sekitar Β± 2 meter, dilalui oleh sebuah sungai yang mengelilingi kompleks goa ini.

p. Kompleks Goa Sengayau

Terletak di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Sungai Manau, sekitar 50 km dari kota Bangko, kompleks karst ini terdiri dari meta-limestone (batu gamping metamorfik) yang diintercalated dengan lapisan limestone, serta dolomitan limestone di bagian atasnya, yang secara stratigrafi merupakan bagian dari Anggota Mersip Formasi Peneta (KJPm) dari Jura Akhir (Early-Jurassic). Di situs geologi ini, terdapat beberapa goa yang membentuk sebuah kompleks goa di sekitar goa utama.

Selain itu, terdapat juga goa vertikal yang jarang ditemui. Salah satu goa yang menonjol di Kompleks Sengayau dikenal sebagai goa masjid karena formasi stalagtit di dalamnya. Karakteristik khas dari situs geologi ini adalah jaringan goa yang panjang dan saling terhubung dengan pintu-pintu goa lainnya. Diperkirakan bahwa ada sekitar 100 goa lain yang belum dipetakan dan dieksplorasi lebih lanjut di area ini.

q. Batu Granitoid Air Batu

Sebuah batuan yang umumnya tererosi dan patah, sangat lapuk, menembus Formasi Mengkarang dan Telukwang disebabkan oleh aktivitas tektonik dengan Formasi Peneta. Batuan ini memiliki usia sekitar 231-179 juta tahun atau dari Akhir Trias menuju Awal Jura, yang dikenal sebagai Tantan Granite. Singkapan batuan ini terletak di sepanjang Sungai Merangin dekat Desa Air Batu.

Granodiorit hornblende biotit yang terubah, dimana hornblende beberapa telah diubah menjadi biotit dan chlorite; sericite adalah modifikasi dari mineral plagioclase dan orthoclase, dengan kaolin berasal dari mineral orthoclase, mengandung senolit diorite-quartz. Batuan ini terdiri dari granite dan granodiorit. Granit hornblende biotit yang diubah, beberapa plagioclase telah dikonversi menjadi chlorite dan epidote, hipidiomorfik-subporfirik, fenokris dari feldspar K-Na adalah bagian dari klorinasi dan kaolinisasi, beberapa plagioclase, orthoclase, dan kuarsa merupakan bagian dari tekstur granofirit.

r. Formasi Konglomerat Teluk Wang

Di tepian Sungai Merangin, terdapat tebing jurang yang tinggi terdiri dari konglomerat dengan variasi material seperti abu kehijauan, dengan ukuran komponen mencapai 0.5-20 sentimeter. Material ini terdiri dari batuan vulkanik seperti basal dan trakit, serpihan, batu pasir, dan granite. Secara lokal, terdapat juga sisipan batu putih (tuff).

Formasi ini setara dengan Formasi Tabir, dan secara litologinya dari bawah ke atas terdiri dari konglomerat yang mencakup berbagai jenis material seperti basalt dan chlorite andesite, batu pasir, granite/monzonite-monzodiorite, batu gamping, kuarsa, arkose sandstone, lithic sandstone, greywacke sandstone, siltstone, claystone, serta sisipan batu gamping, ignimbrite, rhyolite, dan andesite yang mengandung ironstone. Di bagian bawah Formasi Telukwang, terdapat sisipan lava andesitic-basaltic. Aktivitas vulkanik selama pembentukan endapan ini mempengaruhi komposisi litologi dengan adanya sisipan hasil vulkanik.

s. Fosil Brakhiopoda Mengkarang

Serpihan hitam ini terdiri dari fosil-fosil batu putih (tuff) yang berasal dari laut, seperti Brachiopods dan Crinoid, serta fosil-fosil daun yang termasuk dalam Formasi Mengkarang. Secara umum, Formasi Mengkarang dianggap sebagai endapan lumpur darat laut dengan kehidupan bawah air yang berenergi rendah, dekat dengan lengkungan aliran vulkanik pada Permian Awal, sekitar 290 juta tahun yang lalu.

Di situs geologi ini, kita dapat mengamati fosil-fosil Brachiopods dan Crinoid yang tersebar di sepanjang sungai. Selain fosil fauna tersebut, terdapat juga fosil-fosil tumbuhan paku (Fern) yang merupakan bagian dari Fosil Flora Jambi, seperti Pecopteris sp. dan Calamites sp.

t. Fosil Daun Muara Karing

Sungai Karing merupakan sungai kecil yang secara langsung bermuara ke Sungai Merangin. Mulutnya terbentuk oleh sebuah air terjun yang menunjukkan adanya patahan normal, diikuti dengan serangkaian patahan kecil yang terlihat dalam bentuk air terjun bertingkat-tingkat. Di sekitar area ini, terdapat fosil-fosil seperti Macralethopterid, Pecopterid, dan daun Cordaites.

Fosil-fosil ini ditemukan terkait dengan lapisan serpihan Batu Putih (tuff) hitam yang tererosi dan berasal dari Formasi Mengkarang. Meskipun fosil-fosil yang ditemukan tidak utuh atau lengkap, bagian-bagiannya tetap terpelihara dengan baik. Selain ketiga jenis fosil tersebut, di muara Sungai Karing juga ditemukan sebuah fosil batang pohon.

Pohon ini tumbuh di rawa-rawa dan terlindungi dari proses erosi, dan kemudian terbawa oleh Sungai Karing hingga muncul di tepian Sungai Merangin di hilir Sungai Karing. Total lima fosil batang ini telah ditemukan, beberapa di antaranya dapat diidentifikasi sebagai fosil dari pohon Calamites yang rentan terhadap erosi oleh Sungai Merangin.

u. Fosil Kayu Teluk Gedang

Di situs geologi ini, kita dapat mengamati karakteristik Fosil Flora Jambi yang berusia antara 290 hingga 300 juta tahun yang lalu, terutama ditandai dengan keberadaan fusulinid di dalam batuan Formasi Mengkarang. Sungai Merangin tidak hanya mencakup dataran di tepi sungainya; wilayah ini dibatasi oleh tebing-tebing batu yang membentuk patahan jurang Granodiorite, Columnar Joints, dan berbagai jenis batuan sedimen yang membentuk lapisan bertingkat-tingkat.

Keindahan alam di sekitar sungai ini juga dihiasi oleh pohon-pohon yang menjulang di tepiannya. Di sini, terdapat Fosil Araucarioxylon yang berkumpul di sekitar batang pohon, dengan akar yang terangkat dan telah mengeras. Pohon ini memiliki tinggi sekitar Β± 2,40 meter dari akar dan diameter sekitar Β± 1,60 meter. Tak jauh dari lokasi pohon ini, terdapat kumpulan fosil kerang dan fusulin yang tertanam jelas di dalam lapisan batuan sedimen abu-abu.

2. Situs Biologi

Pembagian ke 2 pada Geopark Merangin adalah situs Biologi. Terdapat 5 keunikan yang ada pada situs Biologi Geopark Merangin. Berikut ini keunikannya.

a. Flora

Di Geopark Merangin, terdapat beberapa flora unik yang tidak hanya langka tetapi juga eksklusif hanya tumbuh di lokasi ini. Flora-flora ini termasuk dalam kategori tumbuhan langka yang memiliki nilai konservasi yang sangat tinggi, sehingga perlu dijaga dan dilestarikan dengan baik.

Di antara flora yang dapat ditemui di Geopark Merangin adalah tumbuhan Kantung Semar yang memikat dengan perangkapnya yang unik, Bunga Bangkai yang terkenal dengan ukurannya yang besar dan aroma yang khas, serta Pohon Sialang yang memiliki nilai ekologis penting dalam menjaga keberagaman hayati di lingkungan sekitarnya. Keberadaan flora-flora ini tidak hanya menjadi kekayaan alam yang berharga secara lokal, tetapi juga menarik minat para peneliti dan pengunjung yang tertarik akan keanekaragaman hayati yang unik di kawasan ini.

b. Fauna

Selain flora unik dan langka, Geopark Merangin juga menjaga keberadaan beberapa fauna yang dilindungi. Kehadiran fauna di sini merupakan bukti nyata bahwa daerah ini masih mempertahankan keasrian alam serta menjadi rumah bagi berbagai spesies hewan langka yang jarang ditemui di tempat lain.

Beberapa contoh fauna yang sering terlihat di Geopark Merangin meliputi Kalong, Harimau Sumatera, Tapir, Walet, Siamang, dan Simpai. Keberadaan hewan-hewan ini tidak hanya mengukuhkan nilai ekologis Geopark Merangin, tetapi juga memperkaya pengalaman ekowisata bagi para pengunjung yang tertarik dengan keanekaragaman hayati yang terjaga dengan baik di kawasan ini. Menjaga dan melestarikan habitat-habitat ini sangat penting untuk mendukung konservasi dan pelestarian biodiversitas yang berharga bagi masa depan lingkungan dan manusia.

c. Arboretum Rio Alif

Arboretum ini merupakan sebuah hutan perkotaan yang tidak hanya berfungsi sebagai taman botani untuk menampilkan koleksi tanaman yang beragam, seperti meranti, jati, sengon, durian, dan terap, tetapi juga sebagai tempat konservasi untuk fauna langka. Di sini, pengunjung dapat menikmati keberagaman hayati dengan melihat berbagai spesies flora dan fauna yang terjaga dengan baik.

Arboretum ini tidak hanya menjadi tempat untuk menghijaukan kota, tetapi juga menyediakan habitat yang aman bagi buaya dan menjadi pusat untuk pelestarian serta pemuliaan rusa. Keberadaan buaya dan rusa di arboretum menunjukkan upaya konservasi yang dilakukan untuk mempertahankan keanekaragaman hayati yang unik di kawasan perkotaan.

Dengan suasana yang sejuk dan teduh, arboretum ini menawarkan pengalaman yang menyenangkan bagi pengunjung yang ingin melarikan diri sejenak dari hiruk-pikuk perkotaan. Pengunjung dapat menikmati keindahan alam serta mendapatkan pengetahuan tentang flora dan fauna yang berbeda dari yang biasanya mereka temui di lingkungan perkotaan.

d. Hutan Adat Serampas Rantau Kermas

Desa Rantau Kermas adalah salah satu desa yang resmi menjadi bagian dari marga Serampas. Salah satu program unggulan dari hutan di desa ini adalah program adopsi pohon. Di sini, penduduk lokal yang menjadi penjaga hutan memiliki kesempatan untuk mendapatkan sertifikat sebagai penjaga hutan, mendapatkan pelatihan teknis tentang perawatan pohon, dan diberikan kompensasi finansial sebagai penghargaan atas kontribusi mereka dalam upaya konservasi. Evaluasi program dilakukan setiap enam bulan sekali. Untuk memperluas pengetahuan tentang program ini, kerja sama telah dilakukan dengan institusi mitra Geopark untuk memberikan bantuan dan pendampingan intensif.

Komitmen untuk melestarikan dan mengelola hutan secara bijaksana merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah risiko longsor serta menjaga ketersediaan air sungai sepanjang tahun sebagai sumber energi listrik.

e. Hutan Adat Guguk

Hutan ini merupakan hutan konservasi yang dikelola oleh kelompok komunitas, dan telah diresmikan melalui sebuah keputusan bersama sejak tahun 2003. Pengelolaan hutan dilakukan berdasarkan kearifan lokal dan telah terbukti efektif selama bertahun-tahun. Fokus utama pengelolaan ini adalah pada konservasi, dengan penerapan peraturan khusus dan larangan yang ketat terhadap penggunaan hasil hutan yang memiliki nilai ekonomi di luar area konservasi.

Di area ini, terdapat berbagai jenis fauna yang dilindungi, seperti harimau, tapir, rusa, kambing hutan, burung kuau, dan berbagai jenis binatang bertulang belakang lainnya. Flora yang juga dilindungi mencakup spesies pohon langka seperti Shorea macroptera, Shorea parvifolia, Shorea acuminata, Hopea sangal, Shorea balanoides, dan beberapa jenis pohon berbuah langka lainnya. Salah satu pohon yang paling terkenal di hutan ini memiliki diameter mencapai 3 meter.

3. Situs Budaya

Situs budaya yang terdapat di Geopark Merangin merupakan salah satu hal menarik untuk dikunjungi. Banyak pelajaran bersejarah yang bisa diambil pada situs-situs budaya di Geopark Merangin. Mulai dari prasasti, rumah adat, hingga perkampungan tradisional.

Berikut ini beberapa situs budaya yang ada di Geopark Merangin:

a. Batu Bertulis Karang Berahi

Prasasti Karang Berahi merupakan bukti bersejarah yang mencerminkan kemampuan manusia dalam menulis. Penemuan pertama kali dilakukan pada tahun 1904, meskipun prasasti ini tidak memiliki tanggal pasti, perkiraan menunjukkan bahwa prasasti ini dibuat sekitar tahun 680 Masehi (akhir abad ke-7 Masehi). Bahan prasasti ini terbuat dari batu dengan ukuran 90 cm x 90 cm x 10 cm, dengan bentuk yang menyerupai setengah dari sebuah telur di bagian bawahnya.

Prasasti ini diyakini berasal dari zaman Kerajaan Sriwijaya, ditulis dalam aksara Pallawa yang merupakan tulisan Sanskerta dengan menggunakan bahasa Melayu Kuno. Pesan yang tertera dalam prasasti mengandung kutukan bagi mereka yang tidak patuh atau kikir terhadap raja, serta untuk orang-orang yang melakukan kejahatan.

b. Batu Silindrik Desa Tuo

Batu silindris yang dikenal sebagai "Batu Larung" tersebar luas di sekitar Gunung Masurai, salah satunya terletak di Desa Tuo dengan ukuran mencapai 3.45 meter x 0.94 meter. Batu ini memiliki dekorasi lingkaran atau cincin di bagian dasar dan atasnya, serta ornamen yang menyerupai Gong tradisional di bagian tengahnya. Terdapat juga ornamen berbentuk lima lingkaran ganda di bagian tengah batu.

Selain itu, terdapat enam relief manusia mengelilingi lubang segi empat berukuran 0.32 meter x 0.32 meter di tengahnya, dengan adanya bulatan melingkar berukuran 0.2 meter dan kedalaman 0.12 meter. Di kedua sisi relief manusia, terdapat penghalang berbentuk dua garis lurus sejajar dengan panjang batu.

c. Batu Silindrik Desa Nilo Dingin

Batu silindris adalah salah satu peninggalan situs Megalitikum di sekitar Gunung Masurai, terutama di Desa Nilo Dingin, yang terkenal dengan batu silindrisnya yang terbuat dari batuan Ignimbrit, hasil dari erupsi Gunung Masurai. Batu ini memiliki bentuk bulat panjang dengan ukuran 4.38 meter x 1,125 meter.

Di bagian dasarnya, terdapat ornamen yang menyerupai sosok manusia yang sedang duduk atau jongkok, dengan kedua tangan terulur. Representasi sosok tersebut tidak sempurna dan tidak proporsional, dengan ujungnya yang dibiarkan polos dan permukaannya sedikit cembung. Lokasi situs ini telah ditemukan di area perkebunan kopi.

d. Desa Adat Air Batu

Air Batu adalah nama sungai yang terletak di permukiman yang pertama kali didirikan. Saat memasuki desa, pengunjung akan melihat barisan rumah yang menghadap langsung ke jalan atau gang di desa tersebut. Desa ini diperkirakan berusia antara 300 hingga 400 tahun. Terlihat bahwa masyarakat Desa Air Batu telah membagi penggunaan lahan menjadi kawasan permukiman, pemakaman, dan perkebunan. Pola permukimannya panjang mengikuti jalan, dengan denah rumah persegi panjang yang berorientasi secara timur-barat. Rumah-rumah ini masih menggunakan bahan konstruksi tradisional, seperti tiang kayu, dinding, lantai, balok kayu asli, pintu kayu, dan jendela. Terdapat 4 jendela lapis dan satu pintu utama dalam setiap rumah.

Secara historis, Desa Air Batu dimulai dengan kedatangan orang-orang dari Suku Minang. Mereka menetap di berbagai tempat yang tersebar, dan menurut sejarah permukiman awal, daerah ini dikenal sebagai Muaro Buluro. Kemudian mereka pindah ke Batu Gajah, Seberang Nenong, dan bagian Kampung Cinan dekat Desa Air Batu. Ketika Desa Cinan dianggap tidak dapat berkembang, para pemimpin masyarakat pada waktu itu mengusulkan untuk pindah ke seberang Sungai Merangin untuk mendirikan desa baru. Pemukiman ini terus berlanjut hingga hari ini.

e. Perkampungan Tradisional Rumah Tuo Rantau Panjang

Ini merupakan bagian dari desa adat yang masih mempertahankan tradisi bangunan tua yang telah berdiri selama 300 hingga 400 tahun. Meskipun telah mengalami beberapa perbaikan, bentuk dan ornamen bangunan ini masih mencerminkan nilai-nilai tradisional dari masa lalu. Bangunan-bangunan tua ini ditemukan pertama kali pada tahun 1330 Masehi dan masih tetap ada hingga sekarang. Warisan budaya dari rumah-rumah ini adalah monumen hidup karena masih ditempati oleh penduduk lokal yang mempertahankan tradisi adat mereka. Keturunan yang tinggal saat ini adalah generasi ke-14 dari Rumah Tuo.

Masyarakat adat lokal, yang sering disebut sebagai Orang Batin Lamo, merupakan ras adat di daerah Merangin. Desa ini memiliki luas sekitar Β± 4 hektar, dengan jumlah rumah antara 40 hingga 70 unit. Selain menjaga Rumah Tuo, masyarakat lokal juga mempertahankan tradisi adat lain yang masih dijaga hingga saat ini, seperti upacara penyembelihan massal, seni bela diri pencak silat, dan berbagai budaya lokal lainnya.

Itulah tadi pembahasan mengenai Geopark Merangin yang memiliki banyak tempat-tempat menakjubkan. Semoga menambah wawasan detikers ya.

Artikel ini ditulis oleh Achmad Rizqi Setiawan, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(dai/dai)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads