Tarif Pemilih Pilkada Palembang Rp 200 Ribu, Bawaslu Buka Posko Aduan

Pilkada Sumatera Selatan

Kenali Kandidat

Sumatera Selatan

Tarif Pemilih Pilkada Palembang Rp 200 Ribu, Bawaslu Buka Posko Aduan

A Reiza Pahlevi - detikSumbagsel
Selasa, 20 Agu 2024 15:00 WIB
Ilustrasi money politics
Foto: Ilustrasi politik uang (Basith Subastian)
Palembang -

Public Trust Institute (Putin) menyebut standar tarif suara pemilih di Pilkada Kota Palembang, Sumatera Selatan diprediksi naik. Tarif itu dipakai untuk membeli suara pemilih agar mau memilih Paslon tertentu. Slogan NPWP (Nomor Piro Wani Piro) dari pemilih diyakini tetap berlaku.

"Jika saat Pileg lalu tarifnya berkisar antara Rp 150 ribu-Rp 300 ribu, Pilkada nanti diprediksi naik menjadi Rp 200 ribu-Rp 300 ribu. NPWP masih akan berlaku, makanya 2024 ini bisa dikatakan Pemilu paling brutal," ujar Korwil Public Trust Institute (Putin), Fatkurohman, Selasa (20/8/2024).

Menurutnya, money politics itu menjadi penyebab meningkatnya partisipasi masyarakat dalam Pemilu tahun ini. Kondisi itu menjadi problem kekinian yang akan terjadi saat Pilkada digelar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memang partisipasi pemilih meningkat, tapi kualitas demokrasinya menurun. Itu jadi problem kekinian," katanya.

Dia juga mengungkap, dalam riset Januari 2024 untuk Pileg dan Pilpres 14 Februari lalu, pemilih yang mau terima uang mencapai 59%. Kemudian jumlah pemilih yang bisa mengubah pilihan karena dapat uang mencapai 42%. Persentase itu berdasarkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Palembang yang mencapai 1 jutaan orang.

ADVERTISEMENT

"Artinya separuh lebih dari jumlah pemilih mau menerima uang. Ke depan, Pilkada itu akan ditentukan oleh pemilih transaksional yang sebesar 42% dari jumlah DPT 1 jutaan orang tadi. Mayoritas yang mau adalah mereka yang ada di level ekonomi menengah bawah dengan pendidikan SD-SMA. Kalau pendidikan tinggi mereka lebih rasional," katanya.

Menurutnya, money politics yang termasuk dalam perspektif sosial kapital juga akan dominan saat Pilkada 2024 nanti. Sejumlah kandidat disebutnya memiliki banyak sumber daya, namun tidak dalam elektoral.

"Mereka tak punya elektoral tapi mumpuni dalam finansial. Banyak pemilih yang akan mengubah pilihannya karena ada kepentingan uang," tambahnya.

Politik transaksional ini lanjutnya, juga terlihat dalam penentuan dukungan di Parpol. Sejumlah kandidat yang memiliki finansial melimpah mampu beli dukungan Parpol untuk syarat pendaftaran.

Imbasnya, kandidat lain sulit dapat dukungan meski mumpuni menjadi kepala daerah. Kondisi itu dinilainya sebagai sebuah kegagalan kaderisasi Parpol.

"Di lapangan kita melihat banyak kader Parpol yang punya kapabilitas tapi tal bisa bersaing di Pilkada. Semisal di Mura di mana kader partai tak bisa maju karena Parpol tersebut mengusung petahana. Itu dinamika yang terjadi dalam riset perspektif sosial kapital," ungkapnya.

Sementara Ketua Bawaslu Sumsel, Kurniawan mengatakan, telah melakukan berbagai upaya sosialisasi terkait money politics dan dampak yang akan terjadi dalam era kepemimpinan kepala daerah hasil Pilkada curang.

"Sudah banyak upaya Bawaslu dalam menyosialisasikan pencegahan potensi politik uang. Aturan larangan politik uang dan sanksi pidana yang bisa didapatkan dan sebagainya," ujar Kurniawan.

Berbagai pencegahan juga telah dilakukan melalui tokoh masyarakat,m dan tokoh agama yang ada di lingkungan masyarakat. Pihaknya, juga menerima aduan jika terjadi money politics di lingkungan warga yang kemudian akan ditindaklanjuti berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.

"Kita juga punya posko pengaduan hingga tingkat kecamatan jika masyarakat menemukan kecurangan silakan lapor," tukasnya.




(dai/dai)

Agenda Pilkada 2024

Peraturan KPU 2/2024 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024
2024
22 September 2024
Penetapan Pasangan Calon
25 September 2024- 23 November 2024
Pelaksanaan Kampanye
27 November 2024
Pelaksanaan Pemungutan Suara
27 November 2024 - 16 Desember 2024
Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara

Berita Terpopuler


Hide Ads