Mayoritas masyarakat masih memiliki persepsi bahwa produk kental manis adalah susu. Padahal menurut Codex, produk susu kental manis (SKM) memiliki kandungan gula yang tinggi sekitar 50%, sementara kandungan kadar lemak susu rata-rata hanya 8% dan kadar protein 6,5%.
Yayasan Abhipraya Cendekia Indonesia (YAICI) menyebut, SKM jadi salah satu penyebab stunting pada anak. Imbasnya kasus prevalensi stunting di Indonesia tak kunjung membaik.
"Salah satu penyebab stunting adalah SKM. Dari survei yang kita lakukan, ternyata masih ada anak di bawah 6 bulan yang diberi SKM. Bahkan, kita temukan juga satu keluarga menyetok SKM karena menganggap itu adalah susu. Per hari mereka minum 1-2 gelas. Jadi, masih banyak yang mem-framing SKM adalah susu," ujar Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat di Palembang, Jumat (30/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Sumatera Selatan, kasus prevalensi stunting pada 2023 justru naik menjadi 20,3% (data Survei Kesehatan Indonesia). Padahal, data SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) 2022 menyebut jika pada saat itu prevalensi stunting sudah di angka 18,6%.
"Prevalensi stunting 2023 di Sumsel alami kenaikan 1,7% menjadi 20,3%. Padahal data sebelumnya sudah membaik di angka 18,6%. Stunting bisa terjadi dari apa yang dikonsumsi ibu dan anak sehingga, gizi ibu dan anak perlu menjadi perhatian," katanya.
Dari survei di Palembang, lima keluarga yang dikunjungi tiga di antaranya mengalami stunting. Konsumsi SKM disebutnya menjadi salah satu penyebabnya.
"Ternyata rata-rata orang tuanya bermula memberikan SKM. Mengubah persepsi SKM bukan susu itu cukup sulit, karena mindset itu sudah hampir seabad yang lalu ada," jelasnya.
Tak hanya menjadi penyebab stunting, tingginya kadar gula pada beberapa produk yang bersumber dari SKM juga membuat anak terpaksa cuci darah akibat gagal ginjal.
"Beberapa pemberitaan yang ramai beberapa waktu lalu di Jakarta, Jawa Barat dan daerah lain terjadi karena konsumsi gula yang tinggi pada anak-anak membuat mereka harus cuci darah," tambahnya.
Arif menjelaskan kurangnya literasi dan pengetahuan masyarakat terhadap SKM tak hanya terjadi pada kalangan menengah ke bawah saja, di kalangan menengah ke atas pun masih cukup banyak yang belum tahu SKM bukanlah susu.
"Bahkan, kalangan pejabat pun ada yang tidak tahu. Pemberian bantuan ke masyarakat masih ada yang memasukkan produk SKM. Jadi, tak ada jaminan keluarga mampu anaknya terhindar stunting karena pola asuh yang salah," tukasnya.
Sementara itu, Kabid Kesmas Dinkes Sumsel Dedi Irawan, mengungkapkan persoalan SKM menjadi salah satu penyebab stunting bukan lagi sebagai isu melainkan fakta. Bahkan ada temuan orang tua memberikan SKM, padahal bayi usia di bawah 6 bulan.
"Bukan isu lagi, tapi sudah menjadi fakta bahwa SKM jadi salah satu penyebab stunting pada balita. Bayi usia di bawah 6 bulan seharusnya diberikan ASI saja, di atas 6 bulan diberi makanan pendamping sesuai dengan usia," ujarnya.
Pemberian SKM yang dinilai sebagai susu itu disebutnya sudah tertanam sejak lama. Banyak yang belum paham bahwa SKM didominasi gula dan tidak baik untuk balita.
"Stunting terjadi karena pola asuh yang salah, sekitar 60%. Ada juga temuan anak di bawah 6 bulan diberikan SKM, itu ketahuan saat dia datang ke Posyandu ternyata setelah diwawancarai saat masih baliya diberi SKM," katanya.
Berbagai upaya pencegahan dan edukasi terus dilakukan Dinkes Sumsel, di antaranya melalui edukasi yang disampaikan kader Posyandu, sosialisasi dan pelatihan tenaga gizi, tenaga kesehatan dan lainnya terkait pemberian makanan tambahan pada bayi, konseling ASI dan lainnya.
Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU, Erna Yulia Sofihara mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti temuan persoalan dari kunjungan keluarga tersebut, salah satunya melalui pendampingan keluarga.
"Saat ini kami juga sedang menggencarkan program Ibu Asuh stunting. Kelima keluarga tersebut selanjutnya akan didampingi oleh satu kader yang akan memonitor, mengedukasi dan memastikan keluarga tersebut menerapkan pemberian gizi yang cukup untuk anak dan keluarga dan PHBS. Keluarga juga akan mendapat sejumlah bantuan untuk pemenuhan gizi anak," jelas Erna.
(dai/dai)