Kaprodi-Dokter Senior Jadi Tersangka Bullying dr Aulia, Ini Peran Pelaku

Regional

Kaprodi-Dokter Senior Jadi Tersangka Bullying dr Aulia, Ini Peran Pelaku

Tim detikJateng - detikSumbagsel
Rabu, 25 Des 2024 09:59 WIB
Sejumlah lilin menghiasi poster duka cita atas meninggalnya salah satu mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi berinisial ARL (30) dengan dugaan perundungan saat aksi lilin sebagai simbol berkabung Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (UNDIP) di Lapangan Widya Puraya UNDIP, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/9/2024). Aksi tersebut sebagai dukungan kepada pihak terkait dalam menyelesaikan kasus yang tengah terjadi di PPDS FK UNDIP berasaskan keadilan tanpa menyudutkan salah satu pihak, doa dan solidaritas kepada keluarga ARL, serta dukungan moril kepada Dekan FK UNDIP Yan Wisnu Prajoko selaku Dokter Spesialis Bedah dengan Subspesialis Bedah Onkologi dan dosen pendidikan dokter spesialis-subpesialis yang aktifitas klinisnya diberhentikan sementara di RSUP Kariadi Semarang. ANTARA FOTO/Aji Styawan/foc.
Penghormatan terakhir untuk dr Aulia korban bullying (Foto: ANTARA FOTO/AJI STYAWAN)
Palembang -

Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka kasus bullying terhadap mahasiswi PPDS Anestesi Undip dokter Aulia Risma. Polisi mengungkap peran para pelaku.

Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Dwi Subagio mengatakan, gelar perkara kasus bullying PPDS Undip telah dilaksanakan pada Senin (23/12) kemarin. Hasilnya, ada tiga orang yang ditetapkan tersangka.

"Kasus PPDS sudah dilaksanakan gelar perkara dengan melibatkan penyidik, pengawas Polda, dan dari Bareskrim yaitu Biro wassidik dan Dir Tipidum," kata Subagio kepada awak media lewat pesan singkat, Selasa (24/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ditetapkan 3 tersangka. Saat ini kita sedang proses administrasi penyidik," ungkapnya.

Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto mengungkap para tersangka terdiri dari dua perempuan dan seorang laki-laki. Antara lain tersangka TE, SM dan Z.

ADVERTISEMENT

Diketahui, TE merupakan Kaprodi PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip, SM merupakan Kepala Staf Medis Kependidikan Prodi Anestesiologi, dan Z merupakan senior korban di Prodi Anestesiologi Undip.

"(Tersangka salah satunya Kaprodi?) Sudah saya jelaskan nanti rekan-rekan bisa melihat perkembangan. (Seniornya?) Ya, kurang lebih demikian. Satu laki-laki, dua perempuan," ungkapnya.

Dijerat Pasal Pemerasan

Artanto menjelaskan bahwa para tersangka dijerat Pasal 368 ayat 1 KUHP tentang pemerasan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan atau tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud Pasal 378 KUHP dan atau secara melawan hukum memaksa orang lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu sebagaimana dimaksud dalam pasal 335 ayat 1 butir 1 KUHP. Adapun ancaman hukumannya adalah 9 tahun penjara.

"Ancaman hukumannya maksimal sembilan tahun," kata Artanto.

Dia juga menyebut telah menemukan bukti uang sekitar Rp 97 juta. Nilai itu didapat dari hasil semua rangkaian peristiwa.

"(Barang bukti?) Total Rp 97.077.500, uang hasil semua rangkaian dari peristiwa tersebut," imbuhnya.

Peran Para Tersangka

Informasi yang diterima detikJateng, tersangka TE memanfaatkan kesenioritasannya di kalangan PPDS dan meminta uang yang tidak diatur akademik dan ikut menikmati.

Kemudian SM juga turut serta meminta uang dan meminta langsung ke korban yang bertugas sebagai bendahara, sementara Z merupakan mahasiswa senior yang paling aktif memberi doktrin dan kerap memaki-maki ke juniornya termasuk korban. Hal itu tidak dibantah oleh Artanto.

Hingga kini, para tersangka belum ditahan. Artanto menegaskan, tak ada kendala meski tersangka baru ditetapkan padahal kasus sudah dilaporkan ke Polda Jateng sejak 4 September.

"(Tersangka ditahan?) Belum, karena pertimbangan penyidik. Nanti penyidik yang menjelaskan," ujarnya.

Untuk diketahui, kasus ini bermula setelah mahasiswi PPDS Anestesi Undip, dr Aulia Risma ditemukan meninggal di kosnya di Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dia diduga bunuh diri dan disebut sempat menerima perlakuan bully dan pemerasan.

Pihak keluarga yang didampingi Kemenkes melaporkan kasus itu ke Polda Jateng pada 4 September lalu.




(mud/mud)


Hide Ads