Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memperpanjang masa penahanan Gubernur Bengkulu nonaktif, Rohidin Mersyah. Masa penahanan itu berlangsung hingga 40 hari ke depan.
Juru bicara KPK RI Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, tim penyidik kembali melakukan pemeriksaan saksi dan tiga tersangka dan juga melanjutkan penahanan Gubernur Bengkulu non aktif Rohidin Mersyah, Sekda Provinsi Bengkulu non aktif Isnan Fajri dan mantan ajudan Gubernur Bengkulu non aktif Anca, selama 40 hari ke depan di rutan KPK.
"Hari ini, Kamis (12/12/2024), tim penyidik KPK kembali melakukan pemeriksaan saksi dan para tersangka dugaan pemerasan dan gratifikasi Gubernur Bengkulu non aktif. Selain itu, terhitung mulai hari ini tim penyidik melanjutkan penahanan terhadap ke 3 tersangka selama 40 hari ke depan," kata Tessa Mahardhika, Kamis (12/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tessa menambahkan KPK mengimbau kepada para pejabat di lingkungan Pemprov Bengkulu untuk bersikap kooperatif dan menyatakan keterangan dengan sebenar-benarnya pada tim penyidik. Jika tak bersikap kooperatif, maka KPK akan mengambil tindakan tegas, patut dan terukur sesuai dengan Undang-Undang.
"Penyidikan saat ini masih memungkinkan meminta pihak pihak lainnya yang patut dimintai pertanggungjawaban pidananya," jelas Tessa.
Seperti diketahui, dalam OTT Gubernur Bengkulu nonaktif Rohidin Mersyah pada 23 dan 24 November 2024 lalu, KPK menyita uang Rp7 miliar dalam bentuk mata uang Rupiah, dolar Amerika, dan dolar Singapura.
Uang tersebut disita tim penyidik KPK di empat lokasi berbeda dengan rincian sebanyak Rp 32,5 juta ditemukan di mobil Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu Saidirman dan uang Rp 120 juta ditemukan di rumah Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Bengkulu Ferry Ernest Parera.
Selanjutnya Penyidik kemudian menemukan Rp 370 juta di mobil Rohidin Mersyah dan sebanyak Rp 6,5 miliar ditemukan di rumah dan mobil Evriansyah alias Anca.
Selanjutnya KPK menetapkan tiga tersangka yakni Rohidin Mersyah, Isnan Fajri dan Anca. Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
(dai/dai)