Kuasa hukum Thamron alias Aon tersangka korupsi komoditas timah, Jhohan Adhi Ferdian angkat bicara terkait kasus yang menjerat kliennya. Jhohan menilai masuknya angka kerusakan ekologis ke dalam kerugian negara terkesan dipaksakan.
"Kami menilai masuknya nilai kerusakan ekologis (Rp 271 triliun) menjadi nilai kerugian negara sangat amat dipaksakan," kata Jhohan Adhi Ferdian kepada wartawan di Pangkalpinang, Rabu (7/6/2024).
Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu (29/5/2024), menilai kerugian korupsi komoditas timah mencapai Rp 300 triliun. Angka itu diperoleh dari nilai kerusakan ekologis sebesar Rp 271 triliun ditambah dengan nilai kerugian sebesar Rp 29.499 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Faktanya dalam konfrensi pers kerugian negara secara real hanya sebesar Rp 29.499 triliun. Pertama dari adanya dugaan harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp 2,285 triliun," ujarnya.
"Dan pembayaran bijih timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra tambang PT Timah sebesar Rp 26,649 triliun," tambahnya.
Menurutnya, nilai kerugian real itu lebih kecil dari pada kerugian kerusakan lingkungan sebesar Rp 271 triliun. Ia juga menilai Kejagung terjebak sejak awal kasus tata niaga komoditas timah ini ditangani.
"Rp 26,649 triliun tetap nilai yang besar. Akan tetapi hal ini justru sangat kecil jika dibandingkan nilai yang digaung-gaungkan pada awal kasus ini dibuka yaitu sebesar Rp 271 Triliun. Mereka (penyidik) terjebak oleh nilai yang mereka siarkan sendiri di awal biar heboh," tegasnya.
Kuasa hukum beranggapan kerusakan lingkungan yang dihitung Kejagung itu bukan dari tahun 2015-2022 atau selama 7 tahun terakhir. Melainkan dihitung dari atau sejak dimulainya tambang timah di Bangka Belitung (Babel).
"Nilai kerusakan ekologis sebesar Rp 271 triliun bukan dihitung dari kerusakan yang diakibatkan dari kasus korupsi komoditas timah. Tetapi dihitung berdasarkan kerusakan Bangka Belitung saat ini," ungkapnya.
"Ini sangat tidak fair, jika kerusakan akibat aktivitas pertambangan yang dilakukan misalnya sejak kerajaan Sriwijaya, kolonialisme sampai kegiatan illegal mining kemudian dilimpahkan oleh ke-22 tersangka ini," sambungnya.
(csb/csb)