Di tepian Sungai Musi yang tenang, tepatnya di sebelah timur Muara Sungai Ogan, berdiri sebuah kawasan yang sejak dulu menjadi pusat denyut budaya tekstil Palembang Kampung Tuan Kentang.
Kawasan itu kini masuk wilayah Kelurahan Tuan Kentang, Kecamatan Jakabaring, Kota Palembang namun kawasan ini bukan hanya dikenal sebagai sentra pembuatan songket, tajung, pelangi, dan blongsong, tetapi juga menyimpan kisah asal-usul nama yang tak kalah menarik.
Secara administratif, kelurahan ini memiliki luas wilayah mencapai 36,50 hektare. Berdasarkan data pemerintah kecamatan, daerah ini dihuni oleh 13.504 jiwa atau sekitar 2.747 kepala keluarga. Meski berada di tengah perkembangan kota, kawasan ini tetap mempertahankan identitasnya sebagai kampung para perajin kain tradisional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asal-usul nama Tuan Kentang selama bertahun-tahun menjadi bahan cerita turun-temurun warga setempat. Camat Jakabaring Palembang Rachmat Maulana, menjelaskan bahwa salah satu sumber penamaan tersebut berasal dari sosok ulama besar yang dimakamkan di kawasan tersebut. Makam itu hingga kini dianggap keramat dan menjadi tempat ziarah warga.
"Berdasarkan informasi catatan lokal yang saya dapat, nama Tuan Kentang berasal dari nama seorang ulama besar yang dimakamkan di sini. Masyarakat setempat sangat menghormatinya, dan makam itu sampai sekarang masih sering diziarahi," ujarnya kepada wartawan, Sabtu (6/12/2025).
Rahmat mengatakan namun, terdapat pula versi lain yang tak kalah kuat. Versi ini menyebut bahwa Tuan Kentang adalah seorang saudagar Tionghoa yang dahulu berdagang di wilayah tepian sungai tersebut. Karena ia dikenal menjual kentang, masyarakat kemudian memanggilnya Tuan Kentang.
"Tuan Kentang, panggilan yang akhirnya melekat menjadi nama kampung. Dulu kawasan ini pusat lalu lintas perdagangan sungai. Ada saudagar Tionghoa yang sangat terkenal menjual kentang di sekitar daerah ini. Dari situlah muncul nama Tuan Kentang," ungkapnya.
Kedua kisah tersebut, kata Rachmat, masih terus dikaji. Pemerintah setempat bersama budayawan Palembang saat ini sedang melakukan penelitian untuk memastikan akar sejarah yang paling valid.
"Penelitian sedang berjalan. Kami berharap nanti ada dokumen sejarah yang bisa menguatkan salah satu versi, atau bahkan keduanya saling terkait," jelasnya.
Di luar legenda penamaannya, Tuan Kentang memiliki peran penting dalam budaya tekstil Palembang. Hampir seluruh penjuru kampung ditempati oleh para perajin yang menghidupkan tradisi menenun dan mewarnai kain secara turun-temurun.
Rumah-rumah yang berdiri rapat di tepi sungai masih menyimpan suara denting alat tenun. Kain Songket, Blongsong, Tajung, dan Jumputan yang dihasilkan perajin Tuan Kentang sudah lama menjadi bagian dari identitas Palembang.
"Di sini hampir setiap rumah punya sejarah dengan tenun. Bahkan banyak perajin yang usianya sudah lanjut, tetapi tetap menenun karena itu bagian dari hidup mereka," ujar dia.
Keunikan Kampung Tuan Kentang tidak hanya terletak pada industri kainnya, tetapi justru pada nama itu sendiri nama yang memantik rasa ingin tahu siapa pun yang mendengarnya. Bagi warga, nama itu bukan sekadar label geografis, melainkan bagian dari memori kolektif masyarakat yang terus hidup hingga kini.
Hingga penelitian sejarah menemukan jawabannya, Kampung Tuan Kentang akan tetap menjadi kawasan yang menyatukan legenda, budaya, dan kehidupan sungai dan warisan yang membuatnya tetap istimewa di tengah modernisasi Kota Palembang.
(dai/dai)











































