Masjid Al-Islam Muhammad Cheng Hoo Sriwijaya atau yang lebih dikenal dengan Masjid Cheng Ho merupakan salah satu ikon wisata religi yang berada di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel). Masjid ini dibangun dengan menggabungkan 3 konsep budaya, yaitu Tionghoa, Islam, dan kebudayaan lokal Sriwijaya.
Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Sumsel Yanto mengatakan, konsep akulturasi dari masjid yang terletak di Kelurahan 15 Ulu, Kecamatan Jakabaring, Palembang ini dapat terlihat dari warna catnya.
"Perpaduan budaya ini terlihat dari warna catnya. Ada warna merah yang menandakan budaya Tionghoa, hijau dan putih sebagai representasi Islam, serta kuning emas untuk melambangkan Sriwijaya," jelasnya, Senin (17/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Yanto, pembangunan masjid bernuansa Tionghoa tersebut terinspirasi dari Masjid Muhammad Cheng Ho yang berada di Kota Surabaya, Jawa Timur. Tujuan awalnya adalah sebagai sarana bagi mualaf yang hendak memeluk agama Islam.
"Setelah menghadiri Kongres PITI di Surabaya, para pendiri ini terinspirasi untuk membuat masjid yang sama (dengan Masjid Muhammad Cheng Ho Surabaya). Karena pada saat itu, PITI (Sumsel) akan membina mualaf, namun selama ini tidak ada tempat," katanya.
"Jadi sekalian (dibuat) tempat sekretariat PITI Sumsel dan kami dirikan masjid," imbuhnya.
Dalam prasasti masjid tersebut, tertulis bahwa peletakkan batu pertama di tanah seluas 4990 meter persegi ini bertepatan dengan ulang tahun Kota Palembang pada tahun 2005 sekaligus memperingati 600 tahun datangnya Laksamana Cheng Ho ke Bumi Sriwijaya. Acara ini juga dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Ketua MPR Hidayat Nurwahid.
"Kemudian selesai 4 tahun setelahnya atas bantuan donasi dari umat Islam dan Tionghoa terutama Sumsel dan pertama kali (masjid ini) digunakan untuk salat Idul Adha tahun 2008," jelasnya.
![]() |
Dikutip dari buku berjudul Cheng Ho: Penyebaran Islam dari Cina ke Nusantara oleh Ta Ta Sen, Cheng Ho sendiri merupakan salah satu tokoh yang memiliki peran penting dalam penyebaran dan perluasan Islam ke Kepulauan Asia Tenggara.
Cheng Ho (Zheng He dalam bahasa Mandarin) tercatat sebagai panglima ekspedisi laut terbesar sepanjang sejarah Cina yang mengomandoi puluhan ribu pelaut. Lelaki yang lahir dalam lingkungan Islam di Provinsi Yunnan, wilayah Tiongkok tersebut dipercaya untuk memimpin 7 ekspedisi di mana salah satu yang dikunjunginya adalah Kota Palembang.
Salah satu tujuan dalam pelayaran Cheng Ho bersama armadanya adalah misi perdamaian. Dirinya kerap menjadi penengah dalam perselisihan antarnegara pada masa itu.
Di Palembang, armada laksamana Cheng Ho melakukan penumpasan bajak laut seperti Chen Zuyi agar jalur perdagangan tetap aman. Hal itu berdampak baik pada jalur laut di Kepulauan Melayu karena ruang gerak bajak laut menjadi terbatas.
"Nama Cheng Ho kami ambil sebagai inspirasi atas semangat juangnya sebagai seorang muslim dari Tionghoa. Tidak untuk mengkultuskan, namun sebagai bentuk dakwah," lanjut Yanto.
Jika memasuki halaman parkir motor Masjid Cheng Ho Palembang, akan tampak 8 buah lampion kecil tergatung di tepian gerbang utamanya. Aksesoris tersebut merupakan hibah dari DPD Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi Sumsel), Tjik Harun.
Lampion ini sebagai riasan dan ciri khas yang memperindah bangunan tersebut. Rencananya, 100 lampion akan tergantung di keliling masjid usai bangunan tersebut dicat ulang selepas Ramadan.
"Lampion ini hadiah dari sahabat kami untuk memperindah (luar) masjid dan bentuk akulturasi budaya. Di badannya (lampion) ada aksara Tionghoa yang mengandung doa, namun tidak tercantum nama Tuhan," katanya.
"Doanya itu agar kita sejahtera. Umat Tionghoa ini sama seperti kita (Islam), senang berdoa," tutupnya.
(dai/dai)