- 20 Cerita Rakyat Sumatera Selatan 1. Kimas Bunang 2. Puyang Remanjung Sakti 3. Bujang Bekurung 4. Laye 5. Panggar Besi 6. Putri Rambut Putih 7. Usang Rimau Meranjat 8. Putri Pinang Masak (Puteri Senuro) 9. Sang Sungging 10. Bagal 11. Sangsi Puru Parang 12. Patih Senggilur 13. Ginde Sugih 14. Putri Kembang Dadar 15. Ratu Agung 16. Sang Penenca Di Negeri Irik 17. Asal Mula Batu Harimau 18. Puyang Bege 19. Pagar Gunung 20. Pekik Nyaring
Cerita rakyat merupakan sebuah warisan budaya berharga yang diceritakan turun temurun dari masa lalu oleh para leluhur. Cerita rakyat mengajarkan banyak nilai-nilai dan kebijaksanaan mengenai kehidupan.
Setiap daerah di Indonesia pasti memiliki cerita rakyatnya masing-masing. Cerita rakyat ini menjadi ciri khas budaya dan identitas masyarakat di daerah tersebut. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki beragam cerita rakyat adalah Sumatera Selatan. Daerah yang terkenal dengan pempek ini memiliki cerita rakyat yang unik dan banyak mengandung nilai-nilai kehidupan. Apa saja cerita rakyat dari Sumatera Selatan? berikut rangkumannya.
20 Cerita Rakyat Sumatera Selatan
Mengutip dari buku Cerita Rakyat Daerah Sumatera Selatan, inilah 20 Cerita Rakyat dari Bumi Sriwijaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Kimas Bunang
Cerita ini menceritakan tentang sebuah kampung yang dihuni oleh beberapa kelompok keluarga yang tempat tinggalnya terpencar-pencar dan selalu berpindah-pindah tempat tinggal. Di kampung itu, Kimas Bunang terkenal karena kebijaksanaan dan kesaktiannya. Kimas Bunang mengajak kelompok-kelompok di kampung itu bermusyawarah untuk memilih pemimpin dan mendirikan dusun untuk ditinggali bersama. Dari musyawarah itu terbentuklah sebuah dusun bernama Ulak Bandung yang dipimpin oleh Puyang Jipang
Suatu hari, datanglah tiga orang asing yang berasal dari negeri "Silam" (tidak kelihatan), yang dusunnya bernama "Resam" untuk menemui Kimas Bunang. Maksud kedatangan mereka adalah untuk menikahkan Kimas Bunang dengan putri raja Resam. Kimas Bunang menerima permintaan sang raja dan menyanggupi persyaratan raja yang meminta ia untuk tidak berdusta (berbohong). Ia juga diberi azimat supaya bisa masuk ke negeri Silam. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai seorang putra.
Suatu hari, dusun Ulak Bandung diserang oleh orang Silam Resam. Mereka membunuh orang-orang Ulak Bandung. Kimas Bunang pergi ke Ulak Bandung untuk menyematkan daerah asalnya itu, ia tidak peduli dengan pihak keluarga istrinya. Ketika Kimas Bunang hendak pergi menyerang penduduk Silam, ia tidak sengaja berkata dusta.
Mendengar hal itu, istrinya kecewa dan marah karena Kimas Bunang telah melanggar janjinya dengan raja. Seketika azimat dan istrinya hilang, Kimas Bunang mencarinya ke mana-mana namun tidak bertemu. Dengan hilangnya azimat itu, ia tak dapat menemui istrinya lagi dan tidak bisa datang ke negeri orang Resam lagi. Dusun Ulak Bandung juga sudah hancur lebur diserang orang Silam pinggiran akibat penduduk Ulak Bandung yang melanggar pantangan mereka untuk tidak menanam labu di hulu dusun.
2. Puyang Remanjung Sakti
Cerita ini bercerita tentang seorang puyang bernama Remanjung Sakti. Ia adalah seorang yang gagah perkasa dan sakti. Cerita rakyat ini terkenal di Kabupaten Muara Enim.
Pada suatu hari, raja Palembang ditimpa malapetaka. Rakyatnya kacau balau akibat datangnya penyakit bernama 'Dandai'. Dandai ini mematikan dan tidak dapat dilawan karena ia adalah makhluk halus, jika dilawan maka orang yang melawan akan terkena penyakitnya. Sang raja akhirnya membuat pengumuman bahwa siapa saja yang mampu melawan Dandai akan diberi hadiah dan dikabulkan semua keinginannya.
Berita ini terdengar oleh Seramphu Sakti, ia pun memerintahkan Remanjung Sakti untuk menghadap sang raja. Remanjung Sakti melakukan sembahyang dua rakaat dan meminta kekuatan serta perlindungan agar dapat melawan Dandai. Setelah itu ia berangkat menuju keberadaan Dandai. Setelah mendapati Dandai, ia melompat ke bahu Dandai dengan mengucap bismillah lalu memotong leher Dandai itu hingga badannya jatuh ke Sungai Musi.
Keberhasilan Remanjung Sakti dalam melawan Dandai dirayakan oleh sang raja. Raja menggelar pesta 7 hari 7 malam dan memberinya gelar 'Rie Dinding'. Suatu ketika terdengar pula berita dari jagat Batang Hari Sembilan tentang adanya orang Kuntum. Kabarnya, kuntum ini berupa bola sakti.
Remanjung Sakti pergi ke sana untuk memecahkan bola tersebut. Sesampainya di sana ia bersembahyang dan memohon kepada Tuhan agar diberikan perlindungan. Ia pun berhasil memecahkan bola itu hanya dengan kuku jarinya. Dari peristiwa itu Remanjang Sakti makin terkenal. Ia meninggal dunia di tempat kelahirannya dan dimakamkan di Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim.
3. Bujang Bekurung
Cerita ini menceritakan tentang seorang pemuda bernama Bujang Bekurung. Ia merupakan seorang putra kerajaan Mekam Sari yang dipimpin oleh Ratu Agung dan Kayu Temenggung. Suatu ketika, Ratu Agung menyuruh Bujang Bekurung untuk beristri.
Sang ratu pun mencalonkan dua orang gadis cantik untuk dipilih olehnya. Namun, Bujang Berkurung tidak dapat menerima dua gadis itu karena keduanya mempunyai cacat yang luar biasa. Akibat hal itu, Ratu Agung marah dan mengusirnya dari kerajaan.
Ia lalu pergi dan sampai di sebuah pulau bernama Pulau Burung. Di sana ia berjudi dengan Raden Umang dan Raden Bungsu dari kayangan tinggi. Dalam perjudian itu, Bujang Bekurung menang, sesuai perjanjian Raden Umang dan Raden Bungsu membawa adiknya Bidadari Sinjaran Bulan yang cantik jelita untuk dijadikan istri Bujang Bekurang.
Sang adik disuruh menyamar menjadi gadis buruk rupa. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai satu orang putra sakti yang diberi nama Ali Rindu. Setelah menikah Bujang Bekurung ingin pulang ke Mekam Sari sekaligus memberi tahu Ratu Agung bahwa ia telah menikah. Sesampainya di sana, Ratu Agung tidak menerima istrinya karena buruk rupa.
Suatu hari, Bujang Bekurung diajak oleh Malim Kumat Malim Muhammad dari kayangan tinggi untuk bertanding jauh menyepak bola. Pertandingan ini dimenangkan oleh Bujang Bekurung, tak terima dengan kekalahannya, Malim Kumat mengajaknya untuk adu ayam dengan mempertaruhkan segala hal miliknya. Pertandingan ini lagi-lagi dimenangkan oleh Bujang Bekurung. Malim Kumat marah dan mengajak berperang, perang pun terjadi di Padang Pasir.
Bujang Berkurung beserta istri dan anaknya pergi meninggalka Kayangan Tinggi dan pergi ke Mekam Sari. Sesampainya di sana, Ratu Agung rupanya sudah mati dibunuh oleh musuh. Ketika Ratu Agung dimandikan, Ali Rindu mengucapkan 'ucapan sebalik napas' lalu seketika sang ratu hidup kembali.
Ratu Agung berterima kasih, meminta maaf, dan menyerahkan Mekam Sari kepada Bujang Berkurung. Sebagai tanda terima kasih dan penyerahan Mekam Sari diadakanlah sedekah besar-besaran. Mekam Sari akhirnya ramai kembali setelah diperintah oleh Bujang Bekurung.
4. Laye
Cerita ini bercerita tentang seorang hulubalang Sultan Palembang yang dikenal gagah berani bernama Putu Indra. Ia selalu memimpin pasukan-pasukannya dan selalu menang. Namun, dalam suatu pertempuran sengit, ia dan pasukannya kalah. Dengan semangat yang berkobar ia berusaha mengumpulkan sisa-sisa pasukannya untuk terus melawan.
Untuk mempersiapkan pasukannya ia pergi meninggalkan Palembang dan menetap di Indra Laya dan sejak saat itu hingga sekarang daerah tersebut dikenal dengan nama Indralaya (laye) dan sebutan laye itu menjadi nama panggilan untuk Putu Indra.
5. Panggar Besi
Dahulu kala, di daerah Tanjung Sakti yang termasuk bumi Pasemah ada seorang Puyang yang yang menjadi pimpinan kelompok. Ia begitu disegani dan dihormati oleh anggotanya.
Suatu ketika, bumi Pasemah tidak aman karena terjadi perampokan dimana-mana. Ia pun khawatir akan terjadi malapetaka di daerahnya namun ia tidak pernah menunjukkan kekhawatirannya. Pada suatu hari, bertemulah Puyang Tanjung dan Puyang Serunting. Puyang Tanjung bercerita bahwa ia mendengar Majapahit sekarang akan damai dan tidak ada satu pun musuh yang berani menyerbu kerajaan itu.
Kedua puyang itu bermufakat dan memutuskan untuk berangkat ke Majapahit untuk menghadap raja dengan maksud ingin berguru agar mendapat kekuatan dalam menghadapi musuh. Raja menerima keinginan itu, ia menyuruh Puyang Tanjung berjongkok lalu mencabut tulang punggungnya dan mengganti tulan punggung itu dengan besi, setelah itu ia menyuruh Puyang Tanjung untuk kembali ke daerahnya.
Puyang Tanjung kembali ke daerahnya dan berjumpa dengan para perampok yang hendak menyerang rakyatnya. Dengan gagah dan berani Puyang Tanjung menantang para perampok itu.
Dengan angkuh, perampok-perampok itu menyerang Puyang Tanjung karena mengira ia pasti mudah dikalahkan. Akan tetapi, Puyang Tanjung sudah menjadi kuat sehingga ia tidak terkalahkan. Meski diserang berkali-kali ia tidak mengalami luka apapun, sedangkan para perampok sudah babak belur. Melihat hal itu, mereka berlari meninggalkan daerah itu. Sejak saat itu, Puyang Tanjung dikenal dengan sebuta "Puyang Panggar Besi".
6. Putri Rambut Putih
Pada masa kekuasaan Suhunan Palembang di dusun Perigi Marga Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, hiduplah seorang putri yang cantik jelita. Putri ini dikenal dengan sebutan "Putri Rambut Putih". Ia mempunyai kesaktian yang terletak pada air ludah serta terkenal akan keangkuhannya.
Kecantikannya sudah terkenal ke seluruh negeri. Para bujang dan orang terkemuka pada waktu itu banyak yang datang untuk melamar, namun sayangnya semua orang yang datang melamarnya, tidak pernah diterima dengan baik malahan sebaliknya kepala orang itu diludahinya, hingga rambutnya menjadi putih karena air ludah.
Sejak itulah putri ini mendapat gelar "Putri Rambut Putih." Akibat keangkuhannya, sampai ia meninggal pun tidak ada satu orang yang melamarnya, sehingga gadis itu meninggal dalam keadaan gadis tua.
7. Usang Rimau Meranjat
Di sebuah dusun bernama Lintang Empat Lawang, Pagar Alam, hiduplah sebuah keluarga yang berasal dari Banten. Suatu ketika, anak tertua dari keluarga itu, yaitu Ni Ingsal Nyawa pergi merantau untuk mencari pengalaman. Namun ternyata dua adiknya juga ingin ikut merantau.
Akhirnya berangkatlah mereka bertiga merantau dan kemudian berpisah. Ini Ingsal Nyawa pergi ke arah timur dan sampai di sebuah dusun bernama Dusun Lintang dan menetap disana. Suatu hari di dusun tersebut terjadi aduan harimau yang diadakan oleh seorang Sunan, harimau itu mengerang hingga seluruh penduduk yang menonton berteriak ketakutan.
Sunan tertawa terbahak-bahak menikmati kekacauan tersebut. Melihat hal itu, Ni Ingsal Nyawa masuk ke dalam gelanggang dan menuju ke hadapan Sunan. Ia meminta izin kepada Sunan untuk melawan harimau itu. Ni Ingsal Nyawa mendapatkan izin dan bertarung dengan harimau. Dalam pertarungan ini ia berhasil mengalahkan harimau dengan kerisnya.
ltulah asal usul mengapa Ni lngsal Nyawa dinamakan Usang Anak Rimau atau Usang Rimau . Perkataan " Usang", adalah nama panggilan kepada seseorang yang dihormati dan disegani karena kesaktiannya.
8. Putri Pinang Masak (Puteri Senuro)
Cerita ini menceritakan tentang seorang puteri bernama Napisah yang bergelar Putri Pinang Masak. Putri tersebut berasal dari Banten, Jawa Barat dan bermukim di 4 Ulu Laut Palembang.
Pada masa itu, Palembang diperintah oleh seorang Raja atau lebih dikenal dengan sebutan "Sunan". Sunan ini terkenal mempunyai kegemaran mengumpulkan gadis-gadis cantik untuk dijadikan dayang-dayang istana.
Kecantikan Putri Pinang Masak terdengar sampai ke telinga Sunan, ia pun memerintahkan pengawal istana untuk membawa Putri Pinang Masak ke istananya. Putri Pinang Masak mengetahui bahwa dirinya akan dibawa ke istana dan dijadikan istri Sunan. Putri Pinang Masak tidak menginginkan hal itu, ia bahkan lebih baik memilih mati daripada menjadi istri Sunan.
Lalu terpikirlah sebuah tipu muslihat untuk mengelabui Sunan. Putri Pinang Masak merebus jantung pisang dan melumuri sekujur tubuhnya dengan air bekas rebusan sehingga kulitnya menjadi hitam pekat. Hingga tiba di mana ia dijemput ke Istana dan dibawa ke istana.
Melihat keadaan Putri Pinang Masak yang kala itu sangat jelek, Sunan pun mengusrinya. Putri Pinang masak sangat senang, namun tak lama kemudian tipu muslihatnya itu diketahui oleh sang Sunan. Sunan memerintahkan pengawalnya untuk menangkap Putri Pinang Masak.
Mendengar kabar itu, Putri Pinang Masak melarikan diri hingga sampai ke sebuah dusun bernama Senuro. Nama dusun ini diambil dari nama sang Putri karena sejak ia berdiam di dusun itu, ia mengubah namanya menjadi "Puteri Senuro".
Di dusun itu ia masih tetap menajdi idaman para pemuda dan hal ini sering membuatnya resah. Suatu hari sang putri jatuh sakit dan merasa bahwa usianya tak lama lagi, sebelum meninggal ia menyatakan sumpah atau doa yang terkenal. Sumpah itu berbunyi: " Aku mohon pada Tuhan agar anak cucuku kelak kemudian hari jangan cantik seperti aku , karena kecantikan itu akan membawa ke sengsaraan seperti aku". Setelah mengucapkan sumpah itu, sang putri meninggal dan dimakamkan di dusun Senuro.
9. Sang Sungging
Pada abad ke-16, seorang Sunan yang berkuasa di Palembang mempekerjakan Abdul Hamid, seorang ahli seni dan pertukangan asal Jawa yang dikenal sebagai "Sang Sungging." Sunan mempercayakan Sang Sungging untuk membangun istana megah, yang berhasil diselesaikannya dengan indah. Namun, Sunan menjadi cemas jika istananya akan ditiru dan menahan Sang Sungging di istana.
Sunan kemudian memerintahkan Sang Sungging untuk melukis permaisuri, tetapi tanpa sengaja, cat jatuh di bagian tubuh permaisuri, memicu kecurigaan Sunan. Sang Sungging dituduh berbuat mesum dan dijatuhi hukuman mati, namun ia berhasil melarikan diri ke Tanjung Batu.
Di sana, Sang Sungging mengajarkan keahliannya, terutama dalam pertukangan kayu dan pandai emas, hingga ia wafat dan dimakamkan di daerah tersebut. Hingga kini, hasil karyanya berupa puncak mesjid Tanjung Batu masih digunakan.
10. Bagal
Puyang Bagal, dikenal juga sebagai Mangku Sila atau Mangku Gila, adalah seorang pahlawan tangguh dan sakti dari zaman dahulu. Ia tinggal di dusun Karang Agung dan menikah dengan Puyang Genap Bulan. Dari pernikahan itu ia memiliki dua anak, Puyang Jernih dan Puyang Murni. Suatu hari Sultan Palembang membuat sebuah pengumuman.
Mendengar pengumuman dari Sultan Palembang yang mencari pahlawan, Bagal memutuskan mengikuti sayembara dan mendapat restu dari istrinya. Setelah perjalanan panjang, ia akhirnya terpilih menjadi pahlawan Sultan dan memenangkan berbagai pertempuran.
Bagal menikahi seorang gadis dari Serengam dan memiliki anak, Raden Singo Layang. Akhirnya, setelah pulang ke dusun Karang Agung, Bagal meninggal di sana, dengan kisahnya dikenang sebagai pahlawan yang gagah.
11. Sangsi Puru Parang
Dahulu, ada dua saudara, Puyang Jernih dan Dayang Murni. Mereka hidup rukun, tetapi ketika Dayang Murni pindah mengikuti suaminya ke Gedung Agung, Puyang Jernih tetap di Karang Agung.
Puyang Jernih berselisih dengan ayahnya, yang kemudian pindah ke tempat Dayang Murni. Karena merasa bersalah, Puyang Jernih dihantui rasa takut, dan akhirnya desa Karang Agung diserang oleh musuh.
Puyang Jernih memutuskan untuk meninggalkan desanya, mencari tempat baru dengan rakit, dan akhirnya tiba di Ujan Mas. Setelah mengalami kesulitan menetap di Ujan Mas, Puyang Jernih bersama pengikutnya diberi tanah oleh Bang Bengak untuk mendirikan dusun baru yang disebut Pinang Belarik.
Sementara itu, Dayang Murni di Gedung Agung hidup makmur, dan anaknya, Sangsi Puru Parang, tumbuh menjadi pejuang meskipun sering disembunyikan karena sakit.
Ketika Gedung Agung diserang oleh musuh dari Merapi, Sangsi Puru Parang melawan dan membunuh banyak musuh dengan senjata yang terbuat dari ikan. Ia berhasil mengalahkan musuh dan membawa pulang bukti kemenangannya.
Setelah itu, mereka hidup dalam damai. Dayang Murni akhirnya meninggal dan dimakamkan di Pinang Belarik, sementara Sangsi Puru Parang menjadi penguasa di Gedung Agung.
12. Patih Senggilur
Patih Senggilur adalah seorang yang dihormati di kampungnya karena kebijaksanaan dan kerendahan hatinya. Ia selalu memperhatikan keadaan kampung dan sibuk dengan pekerjaan kerajinan.
Suatu hari, tiga orang sombong yang dikenal sebagai pedagang tikam datang ke kampungnya. Mereka biasa menantang orang untuk menikam mereka, dan jika mereka tidak terluka, mereka akan merampas senjata tersebut.
Ketika bertemu Patih Senggilur, mereka menantangnya. Namun, Patih Senggilur dengan tenang menawarkan timun kepada mereka. Saat mereka mencoba memotong timun dengan senjata mereka, mereka gagal.
Patih Senggilur kemudian dengan mudah memotong timun tersebut menggunakan alat kerjanya, menunjukkan bahwa ia memiliki kekuatan lebih tinggi. Merasa malu, ketiga pedagang tikam itu pergi. Setelah kejadian ini, Patih Senggilur dikenal sebagai "Puyang Tengah Laman".
13. Ginde Sugih
Cerita ini berkisah tentang Ginde Sugih, seorang pemuda miskin yang tidak direstui oleh orang tua kekasihnya. Mereka melarikan diri dan hidup di tempat terpencil dekat sungai Musi.
Setelah melalui berbagai kesulitan, mereka berhasil membangun kehidupan dan memiliki dua anak, Raden Cikuk dan Raden Buiuh, yang keduanya cacat. Meskipun usaha bertani mereka sering gagal, Ginde Sugih menemukan keberhasilan dengan menanam gambir, yang akhirnya membuatnya berhasil secara ekonomi.
Suatu hari, Ginde Sugih melamar putri seorang penguasa Muara Bayo untuk putranya. Meskipun awalnya ditolak dengan syarat-syarat yang sulit, Ginde Sugih berhasil memenuhi semuanya, dan pernikahan akhirnya terjadi. Namun, hubungan ini tidak sepenuhnya direstui karena anak Ginde Sugih cacat. Perkawinan antara Muara Bayo dan Toman menjadi jarang terjadi setelah itu, meskipun tradisi tersebut kini telah hilang.
14. Putri Kembang Dadar
Di sebuah perkampungan di tepi sungai Selehar Daun, Demak Lehar Daun, pemimpin kampung, hidup bahagia dengan istrinya, Putri Mayang Sari, dan putri mereka, Putri Kembang Dadar, yang terkenal karena kecantikannya. Banyak bangsawan muda berusaha meminangnya, namun semuanya ditolak oleh Demak.
Suatu hari, ahli nujum Kaharuddin meramalkan bahwa kampung mereka akan diserang oleh musuh kuat yang ingin merebut Putri Kembang Dadar. Demak kemudian menyembunyikan putrinya di dalam sebuah geda (kendi besar), sementara penduduk kampung bersembunyi.
Dua pemuda asing bernama Maulana dan Maulani datang ke kampung dan menemukan geda yang mereka kira berisi Putri Kembang Dadar, tetapi ternyata kosong.Setelah kejadian tersebut, Demak dan keluarganya kembali ke kampung. Mereka menemukan geda yang kosong, namun dengan bantuan ahli nujum, mereka menemukan Putri Kembang Dadar masih selamat di tempat persembunyian yang lain.
15. Ratu Agung
Pada masa Suhunan, di Dusun Sukadana, Marga Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), hiduplah seorang putri bernama Putri Kembang Mustika. Ia terkenal karena kecantikannya sehingga setiap orang yang menatapnya akan menundukkan kepala.
Saat Suhunan mempersiapkan pertahanan Palembang dari serangan Belanda, ia mengumpulkan masyarakat untuk membantu membangun benteng. Setelah benteng selesai, Suhunan bersama pasukannya menetap di dalamnya, termasuk dua pendekar wanita sakti, Putri Darah Putih dan Putri Iran.
Ketika serangan Belanda terjadi, Putri Kembang Mustika membantu menangkis serangan dengan menangkap peluru meriam dan senjata Belanda. Keberanian dan kesaktiannya membuat Belanda mundur. Setelah serangan mereda, Putri Darah Putih mengangkat Putri Kembang Mustika sebagai pengawal kerajaan Suhunan dan memberinya gelar "Ratu Agung".
Namun, adik Suhunan yang berkhianat mengirim pesan kepada Belanda melalui sebuah botol, menyarankan Belanda menyerang kembali karena pertahanan benteng lemah. Belanda akhirnya menyerang dengan menggunakan peluru uang ringgit, yang menyebabkan kekacauan di dalam benteng karena orang-orang berebut uang.
Dalam kekacauan tersebut, Suhunan dan pengawalnya melarikan diri, sementara pengkhianat dihukum mati oleh Belanda. Setelah kembali ke kampungnya, Putri Kembang Mustika jatuh sakit dan meninggal karena kesedihan atas jatuhnya kerajaan Suhunan.
16. Sang Penenca Di Negeri Irik
Pada zaman dahulu, terdapat sebuah negeri bernama Irik yang dipimpin oleh raja kejam bernama Sang Penenca. Negeri ini berada di perbatasan Sungai Keruh dan Lawang Wetan. Penduduknya padat, dan banyak pedagang garam datang untuk berdagang. Ketika garam mereka diambil oleh anak-anak, raja memerintahkan mereka mengganti dengan lada.
Seorang pria bernama Burung Jauh, yang menderita sakit kulit, tiba di Irik dan menumpang di rumah seorang janda miskin. Ketika janda tersebut hendak memasak, secara ajaib terdapat bahan makanan di dapurnya, membuatnya percaya bahwa Burung Jauh adalah orang yang sakti.
Burung Jauh kemudian bekerja membuat "ketuk ganai" (sebuah alat) untuk Sang Penenca, dengan upah seorang gadis cantik. Namun, Sang Penenca marah dan tidak membayar upahnya.
Burung Jauh meminta izin memukul ketuk ganai tersebut, yang setelah dipukul tiga kali, menyebabkan banjir besar yang menenggelamkan negeri Irik. Burung Jauh dan janda tersebut melarikan diri.
Setelah peristiwa tersebut, Burung Jauh melanjutkan perjalanannya, meninggalkan sebuah benda bernama "Bilah Seratus" yang digunakan untuk penyembuhan. Burung Jauh juga menikahi putri dari Ginde Muara Bayo, namun detail pernikahannya tidak jelas.
Akhir hidup Burung Jauh penuh misteri. Ia menghilang beberapa kali, meninggalkan pesan kepada keluarganya bahwa jika ia hilang, jangan dicari karena berarti ia telah mati. Setelah pencarian, tongkat dan bekas jejaknya ditemukan di dekat Sungai Keruh, yang dipercaya sebagai tempat ia dimakamkan. Hingga kini, Burung Jauh dihormati sebagai tokoh sakti di daerah tersebut.
17. Asal Mula Batu Harimau
Pada zaman dahulu, seorang perantau dari Banten bernama Puyang Lubuk Simpur tiba di Tebat Kolam dan kemudian tertarik untuk tinggal di Pagar Gunung (Pagar Alam) karena suburnya tanah dan keramahan penduduk. Di sana, ia bertemu dengan Puyang Pagar Gunung yang mengizinkannya tinggal di sana jika ia dapat mengatur tempat tinggalnya dengan baik.
Puyang Lubuk Simpur memilih Pagar Alam sebagai tempat tinggalnya setelah mendapat petunjuk "Pesunah" yang mengarahkannya ke sana. Di tempat itu, ia menemukan benda-benda yang dianggap sebagai pertanda baik, termasuk lesung batu, putri menjemur padi, dan batu harimau.
Batu harimau menjadi lambang aturan dalam masyarakat yang menekankan pentingnya moralitas dan keamanan. Jika ada warga yang melakukan perbuatan tercela, harimau akan muncul sebagai hukuman sampai pelaku mengaku. Aturan lainnya, seperti larangan menjemur padi di tengah kampung, juga diterapkan untuk menjaga ketertiban.
Dengan simbol-simbol ini, Puyang Lubuk Simpur berhasil memimpin Pagar Alam. Saudaranya, Puyang Kunduran atau Puyang Ulubalang, yang dikenal karena keberaniannya, sering membantu jika ada masalah. Puyang Lubuk Simpur pun berhasil mendirikan pemerintahan yang kuat dengan batu harimau sebagai lambangnya.
18. Puyang Bege
Puyang Bege adalah putra dari Puyang Araran, ia sering diejek dan dihina di masa mudanya. Suatu hari, karena kesabarannya habis, ia membunuh salah satu penghinanya dan didenda 100 ringgit oleh Sunan Palembang. Tidak mampu membayar, ia melarikan diri bersama istrinya ke Bengkulu, di mana mereka diterima oleh Ratu Alas.
Suatu ketika, Ratu Alas meminta Puyang Bege untuk membunuh ular besar yang mengancam penduduk, dan sebagai imbalan, ia akan menerima 100 ringgit untuk membayar dendanya. Puyang Bege berhasil membunuh ular tersebut dengan tongkat rotan, dan dengan hadiah dari Ratu Alas, ia kembali ke Palembang untuk membayar denda. Namun, Sunan Palembang menghapuskan dendanya, dan Puyang Bege diizinkan pulang.
Setelah tiba di Muara Sungai Lematang, Puyang Bege mulai merampok orang-orang yang lewat. Sunan Palembang mengirim hulubalang untuk menangkapnya, tetapi mereka tidak kembali.
Akhirnya, Puyang Gumay, penguasa hulu Lematang, meminta Puyang Bege untuk pulang ke Gumay. Namun, setelah kembali ke Gumay, ia merasa tidak dihormati dan memutuskan kembali ke Muara Lematang, di mana ia meninggal dan dikenal sebagai "Puyang Muara Lematang" atau "Singa Lematang."
19. Pagar Gunung
Cerita ini menceritakan tentang Kerie Jimak dan istrinya, Puyang Dayang Jagani yang berasal dari Gumay. Mereka mencari tempat tinggal yang aman. Setelah menelusuri bukit dan lembah, mereka menemukan sebuah lembah subur dengan banyak sumber air, dan memutuskan untuk menetap di sana.
Mereka memiliki seorang putra bernama Rie Cermin, yang cakap dan berani. Kehidupan mereka menarik banyak orang untuk tinggal bersama, dan lembah itu berkembang menjadi komunitas yang ramai.
Rie Cermin memiliki empat anak yang saling mendukung dan dihormati oleh penduduk. Setelah dewasa, anak-anaknya sepakat untuk mencari tempat tinggal baru dan berhasil mendirikan dusun baru, seperti di Air Lingkar dan Garmidar. Kace Gine mendirikan dusun Batu Rusa, sementara Rie Rinjang mendirikan dusun di daerah lain. Komunitas ini terus berkembang, mengadopsi adat yang sama dan saling membantu dalam perayaan.
Rie Tora, saudara Rie Jimak, juga datang dan mendirikan dusun Muara Dua. Selain itu, orang-orang dari berbagai daerah, termasuk Ulak Angkasa dan suku Bengkulu, Rejang, dan Minangkabau, turut menetap di lembah yang dikenal sebagai Pagar Gunung. Dengan begitu, lembah tersebut menjadi semakin ramai dan dihuni.
20. Pekik Nyaring
Pekik Nyaring adalah sosok legendaris yang dikenal gagah, sakti, dan mampu menghilang. Cerita ini berasal dari Muara Enim, di mana kuburannya dianggap keramat. Pekik Nyaring merujuk pada ilmu kesaktian yang dimiliki oleh orang-orang gagah, salah satunya adalah Rie Isiran, ketua dusun Ulu Niru.
Rie Isiran mengantarkan cuki (upeti) ke Sultan Palembang setiap tahun. Ia memiliki seorang putri, Dayang Rindu, dan setelah istri pertamanya tidak dapat melahirkan lagi, Rie Isiran mencari istri kedua. Ia jatuh cinta pada istri Patih Temedak, melarikannya, dan memiliki seorang putra bernama Kerie Carang.
Kisah tragis dimulai ketika barang-barang Dayang Rindu hanyut ke Palembang dan menarik perhatian Raja. Ketika Rie Isiran pergi, Temenggung Widara mengambil Dayang Rindu untuk Raja, memicu perang antara Rie Isiran dan Palembang. Setelah banyak korban jatuh, damai dicapai, dan Rie Isiran menikahi Suri Lakam.
Suri Lakam kemudian mengetahui rahasia kesaktian Rie Isiran dan membocorkannya kepada Raja. Dalam pertempuran berikutnya, Rie Isiran kalah dan jatuh ke dalam sungai. Dayang Rindu, yang menderita penyakit di pengasingan, meminta bantuan Kerie Carang untuk membalas dendam pada Raja.
Kerie Carang berangkat ke Palembang, mengumpulkan dukungan dari anak-anak Dandai, dan setelah melalui berbagai rintangan, ia berhasil menyelamatkan Dayang Rindu. Keduanya kembali ke Muara Niru, di mana Kerie Carang menjadi ketua dusun dan melanjutkan keturunan Rie Isiran.
Itulah 20 cerita rakyat dari Sumatera Selatan, semoga artikel ini bermanfaat ya!
Artikel ini ditulis oleh Wulandari, peserta Program Magang Merdeka Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Baca juga: Asal Usul Lubang Buaya dan Lokasinya |
(csb/csb)