Mengenal Keberagaman Tradisi Sumatera Selatan, Ada Mandi Kasai

Mengenal Keberagaman Tradisi Sumatera Selatan, Ada Mandi Kasai

Winda Yanti Samosir - detikSumbagsel
Jumat, 25 Agu 2023 13:39 WIB
Tradisi Mandi Kasai Sumatera Selatan
Foto: Indonesia Kaya
Palembang -

Sumatera Selatan, sebuah provinsi yang terletak di bagian selatan Pulau Sumatera, Indonesia, kaya akan warisan budaya dan tradisi yang khas. Provinsi ini memiliki beragam suku dan etnis, termasuk suku Palembang, suku Ogan, suku Komering, dan suku Ranau, yang semuanya berkontribusi pada kekayaan budaya dan tradisi yang unik.

Berikut ini adalah beberapa tradisi Sumatera Selatan yang patut untuk diketahui:

1.Tradisi Mandi Kasai

Tradisi sebelum pernikahan yang dijalankan oleh warga Lubuklinggau adalah Mandi Kasai. Ritual Mandi Kasai dilaksanakan dengan cara memandikan pasangan yang akan menikah di sungai, dihadiri oleh teman dan kerabat mereka. Tradisi ini memiliki dua makna utama, yang pertama adalah sebagai simbol bahwa pasangan calon pengantin ini akan meninggalkan masa muda dan memasuki kehidupan pernikahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yang kedua, Mandi Kasai diyakini akan membersihkan jiwa dan tubuh pasangan yang akan menikah. Tradisi Mandi Kasai inilah yang nantinya menjadi inspirasi bagi lahirnya tarian kreatif dari Kabupaten Lubuklinggau yang dikenal sebagai tari Bujang Gadis.

2. Pengadangan

Salah satu dari berbagai tradisi pernikahan yang ditemukan di kalangan warga Ogan, Sumatera Selatan adalah Pengadangan. Pengadangan merupakan perayaan khas yang terjadi menjelang pelaksanaan akad nikah. Caranya adalah dengan menghalangi pengantin pria menggunakan selendang panjang.

ADVERTISEMENT

Agar dapat melewati selendang tersebut, pengantin pria dan rombongannya diharuskan memenuhi berbagai permintaan yang diajukan oleh pengantin wanita. Lebih dari sekadar sebagai bentuk penghormatan, pengadangan juga diadakan untuk mempererat hubungan silaturahmi antara dua keluarga yang akan digabungkan melalui pernikahan.

3. Sedekah Serabi

Suku Lintang di Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan, memiliki sebuah tradisi unik dalam memenuhi nazarnya, yang dikenal sebagai Sedekah Serabi. Dalam pelaksanaan tradisi ini, prosesnya mirip dengan kenduri yang diisi dengan doa-doa. Masyarakat merujuknya sebagai Sedekah Serabi.

Karena acara kenduri atau sedekah ini menitikberatkan pada hidangan serabi sebagai makanan utama, dengan makanan pendamping seperti pisang goreng, kerupuk ubi merah, bolu, agar-agar, dan kecepol (sejenis roti goreng) serta kadang-kadang ada Gonjing. Sedekah Serabi diyakini telah ada sejak zaman nenek moyang Suku Lintang, jauh sebelum agama Islam menyebar dan menjadi mayoritas di Kabupaten Empat Lawang.

4. Tradisi Rumpak-Rumpak

Tradisi Rumpak-Rumpak melibatkan penggunaan alat musik yang dikenal sebagai Terbangan. Terbangan adalah instrumen perkusi dengan dua jenis pukulan, yaitu "pak" (buka) dan "bing" (tutup). Terbangan ini dimainkan dengan berbagai irama termasuk pukulan selang, pukulan kincat (lintang), pukulan jos, dan pukulan yahom.

Irama Terbangan ini mengiringi sajak yang memuji Nabi Muhammad SAW. Biasanya, pemain Terbangan terdiri dari generasi muda dari masyarakat Kelurahan Kuto Batu Palembang, serta melibatkan generasi tua yang turut serta dalam pelaksanaan tradisi Rumpak-Rumpak. Tradisi ini dimulai dengan sebuah musyawarah menjelang perayaan Hari Raya 1 Syawal dan Idul Adha, yang bertujuan untuk memastikan kelancaran acara tersebut. Acara ini diadakan setelah shalat berjamaah.

5. Ngukus

Dalam budaya Ogan, kegiatan ngukus memiliki arti memasak secara bersama-sama, di mana sekelompok ibu berkumpul dengan sukacita untuk membantu tuan rumah dalam menyiapkan makanan untuk keluarga besar dan tamu yang akan menghadiri acara sedekah atau resepsi. Yang menarik adalah, walaupun layanan katering sekarang banyak tersedia, budaya Ngukus atau memasak bersama ini masih berfungsi sebagai pengikat hubungan antara tuan rumah dengan ibu-ibu di sekitar lingkungan rumah.

Bahkan, seolah-olah ada peraturan yang telah disepakati bersama bahwa setiap ibu menjalankan tugasnya dengan cekatan, mulai dari ibu yang bertugas sebagai pembeli dan pengantar bahan baku, ibu yang mengolah bahan mentah menjadi bahan siap saji, hingga ibu-ibu yang bertanggung jawab untuk menyajikan hidangan di hadapan para tamu.

6. Ningkuk

Ningkuk adalah sebuah perayaan sebelum akad nikah yang unik, dan hal ini masih menjadi bagian penting dalam budaya khususnya di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu. Tidak seperti Pengadangan, yang melibatkan berbagai pihak, acara Ningkuk melibatkan pemuda dan pemudi yang merupakan teman dekat atau kerabat dari kedua mempelai yang akan menikah. Tradisi ini dilakukan sebelum pernikahan dimulai.

Menurut Elza Marleni dalam "Sejarah Budaya dan Keadaan Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan" (2022) mengatakan bahwa "Dalam pelaksanaannya, tiap kelompok pemuda dan pemudi akan diberikan sarung, yang nantinya akan diberikan secara bergantian antar kelompok. Pada saat prosesi tukar menukar sarung, sebagai penentu atau acuan waktu akan diputar sejumlah lagu, yang jumlahnya bisa satu atau lebih".

Setelah lagu dihentikan, pemuda dan pemudi yang terakhir mendapatkan sarung akan mendapat hukuman dari kedua mempelai. Hukuman ini bisa berupa menyanyi, menari, mengucapkan pantun, atau dalam tahap akhir, pemuda diizinkan untuk mengungkapkan perasaannya kepada pemudi yang menjadi idamannya dan hadir dalam ritual tersebut.

7. Ngobeng

Salah satu warisan budaya takbenda Indonesia, Ngobeng adalah sistem penyajian makanan dalam acara-acara adat seperti pernikahan, khitanan, dan syukuran. Tradisi Ngobeng telah ada sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam. Ini adalah tradisi yang bercorak Islam karena sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW, yaitu makan bersama dalam posisi bersila dan menggunakan tangan langsung.

Ngobeng mewakili tradisi berharga dari Kesultanan Palembang Darussalam, yang memiliki nilai filosofis yang signifikan. Namun, saat ini tradisi ini terkikis oleh pengaruh budaya luar yang datang. Karena itu, banyak warga Palembang, terutama generasi muda, merasa kurang akrab dengan tradisi ini. Ngobeng mencerminkan bagian penting dari kehidupan sosial masyarakat Palembang, di mana tradisi ini kerap dilaksanakan pada saat acara sedekahan (kenduri), pernikahan, dan acara lainnya.

8. Hajat Batin

Ada beberapa tradisi unik yang tercatat dari setiap komunitas suku Ogan, tak peduli di wilayah mana, terkait pernikahan. Beberapa di antaranya adalah seperti Hajat Batin. Hajat merujuk pada pelaksanaan sebuah acara, sementara batin mengacu pada pria dewasa, pria yang telah menikah, atau bahkan bapak-bapak.

Hajat Batin memiliki arti berkumpulnya sekelompok pria dewasa atau bapak-bapak yang bersatu demi mendukung kelancaran pelaksanaan acara yang diadakan oleh sang pemilik hajat. Kegiatan ini dimulai dengan pria dewasa atau bapak-bapak yang bersama-sama mendirikan tenda.

Hajat Batin adalah sebuah perayaan yang diadakan oleh masyarakat menjelang pernikahan. Ini adalah sebuah acara yang diperuntukkan bagi laki-laki dalam suatu kampung, terutama bapak-bapak, untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang membantu persiapan menjelang upacara pernikahan.

9. Tepung Tawar Perdamaian

Di tradisi Palembang, jika seseorang terlibat dalam perkelahian dan menyebabkan lawannya berdarah, maka dia diwajibkan untuk melaksanakan upacara tepung tawar atau perdamaian. Melalui upacara ini, semua perasaan negatif seperti kemarahan, dendam, dan sakit hati yang berkobar di dalam diri orang yang bertikai akan mereda atau hilang.

Jika upacara tepung tawar tidak dilakukan, orang tersebut mungkin akan terus terlibat dalam pertikaian sepanjang hidupnya. Dengan kata lain, dia menjadi terobsesi untuk selalu menimbulkan konflik. Karena itulah, orang tua yang anaknya terlibat dalam perkelahian segera melaksanakan upacara tepung tawar untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa depan.

Sumatera Selatan adalah tempat di mana berbagai budaya dan tradisi saling berpadu, menciptakan keragaman yang memukau. Tradisi-tradisi ini tidak hanya mewakili sejarah dan warisan leluhur, tetapi juga merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat Sumatera Selatan.

Dalam era globalisasi saat ini, mempertahankan dan mempromosikan tradisi-tradisi adalah suatu bentuk penghargaan terhadap identitas dan kekayaan budaya daerah lho, detikers. Semoga informasi ini bermanfaat!




(des/des)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads