Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi ada 20 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang akan tutup tahun ini. OJK mengungkap penyebab bank-bank tersebut tutup.
"Beberapa kita harus terpaksa menutup BPR, hampir menutup BPR di berbagai daerah dan sudah menutup mungkin sekitar lebih dari 20 sekarang itu BPR kita tutup karena memang persoalan-persoalan mengatasi masalah keuangan yang dihadapi oleh BPR-BPR ini," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam Roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Senin (14/10/2024).
OJK membuat kebijakan baru agar bank tidak boleh dimiliki oleh berbagai kepala pemerintah daerah, Namun, ke depan akan diinduki oleh Bank Pembangunan Daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"BPR itu harus single present policy. Jadi, artinya tidak boleh lagi nanti di kabupaten misalnya contohnya itu dimiliki oleh berbagai bupati, tapi ini akan dikonsentrasikan di bawah pemerintah provinsi dan tentu ada juga keperluan sahamnya kabupaten, tetapi di bawah pengendalian BPD," jelasnya.
Ia menegaskan jumlah lebih dari 20 BPR yang tutup baru sekedar prediksi. Dian mengatakan pihaknya masih memantau kinerja dari BPR itu sendiri.
"Sampai ke angka 20 itu mungkin, kalau dalam beberapa bulan ini ada yang stor modal. Itu bisa mungkin bisa selesai. Mudah-mudahan bisa kurang dari itu," pungkasnya.
Untuk diketahui, Bank perekonomian rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) banyak yang berguguran. Bahkan, OJK telah mencabut izin usaha 15 BPR dan BPRS.
Dian menjelaskan, pencabutan izin usaha menjadi salah satu tindakan pengawasan OJK dalam rangka menjaga dan memperkuat industri perbankan nasional serta melindungi konsumen. Salah satu alasan karena ada penyimpangan dalam bank.
"Hal tersebut dilakukan karena pemegang saham dan pengurus BPR tidak mampu melakukan upaya penyehatan terhadap BPR/BPRS yang sebagian besar terjadi karena adanya penyimpangan dalam operasional BPR," ujar Dian dalam keterangannya, Jumat (11/10/2024).
(mud/mud)