Muda mudi yang hidup di era tahun 1970 hingga 1990-an mungkin tak asing dengan hingar bingar di Jalan Depaten Palembang. Kawasan tersebut lekat dalam ingatan sebagai tempat hits masa itu.
Seolah kawasan tersebut pernah menjadi daya tarik para remaja untuk kongkow bersama teman, pacar hingga keluarga. Banyak kenangan yang tercipta di kawasan tersebut.
Jalan Depaten bukan tanpa alasan menjadi pilihan masyarakat kala itu. Keberadaan bioskop, ragam kuliner hingga pasar menjadi musababnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bioskop jadi salah satu tempat kumpul anak muda di kala hiburan masih terbatas tak seperti saat ini. Hiburan ini selalu ramai dikunjungi anak muda, pasangan kekasih bahkan keluarga yang ingin menyaksikan berbagai film.
Kawasannya strategis berada di dekat Kantor Wali Kota Palembang di Jalan Merdeka. Sejumlah bioskop ngetop ada di kawasan tersebut, seperti Garuda, Saga dan Rosida.
Misalnya Bioskop Rosida yang terletak di Jalan Depaten di Kelurahan 28 Ilir, Ilir Barat (IB) II dulunya merupakan salah satu sentral kongkow anak muda. Setiap weekend selalu ramai dikunjungi, lokasinya juga berdekatan dengan pasar namun tak seramai Pasar 16 Ilir yang jaraknya hampir 1 Km.
Bioskop ini sudah ada sejak tahun 60-an. Beragam film lokal baik bergenre komedi, romantis hingga action.
"Dulu Jalan Depaten ini banyak anak-anak muda kumpul, ada bioskop, tempat makan. Lokasinya yang dekat pinggir Sungai Musi jadi salah satu tempat yang asyik dikunjungi," ujar Dayat (70), Warga Lorong H Amak, 28 Ilir.
Menurutnya, Bioskop Rosida yang kini bangunannya tak terawat dan kusam menjadi daya tarik warga luar 28 Ilir untuk datang ke lokasi dan meramaikan kawasan tersebut. Bahkan, dirinya kerap menyaksikan film-film yang ditayangkan di bioskop tersebut.
"Dulu harga tiketnya Rp 75. Sekali beli tiket bisa nonton berkali-kali sampai malam. Asalkan tidak keluar dari ruangan bioskop. Kalau sudah keluar mau masuk kembali harus beli tiket lagi," ungkap ayah 3 anak ini.
![]() |
Katanya, film pertama dimulai siang pukul 14.00 WIB. Dia juga pernah bertahan di bioskop tersebut hingga pukul 22.00 WIB hanya untuk menyaksikan bioskop bersama teman-temannya.
"Zaman itu masih film Warkop DKI, action, drama percintaan," tambahnya.
Agar tak kelaparan, dia sudah menyiapkan bekal untuk menyaksikan film hingga malam. Namun seiring waktu mereka yang bertahan usai menyaksikan 1 film tak diperbolehkan tetap duduk menyaksikan siaran selanjutnya.
Ia menyebut, pada eranya hanya segelintir orang yang memiliki TV di rumah. Itu pun masih hitam putih dan siaran hanya TVRI. Namun kemunculan stasiun TV swasta jelang 1990, Bioskop Rosida mulai ditinggalkan. Perlahan, warga tak lagi menyaksikan bioskop.
"Kemudian beralih ke bioskop yang mahal, seperti XXI dan sejenisnya," ungkapnya.
Seakan terlupakan, kini lokasi itu ditinggalkan. Banyak anak muda yang tak tahu lokasi tersebut. Bahkan, pasarnya tak lagi ramai, beberapa toko memilih tutup karena sepi pembeli.
Selain Bioskop Rosida, di kawasan tersebut juga terdapat Bioskop Saga dan Garuda yang kini sudah ditinggalkan. Bahkan plang nama bioskop tersebut sudah hilang, kecuali Rosida.
(mud/mud)