Limbah kayu biasanya dimanfaatkan untuk bahan bakar atau bahkan dibuang karena tidak ada harganya. Namun, di tangan sejumlah anak muda di Pangkalpinang ini, kayu bekas bisa menjadi karya seni dan kerajinan tangan bernilai tinggi.
Anak-anak muda ini tergabung dalam Komunitas BangKayu. Mereka mengumpulkan limbah kayu dari sisa-sisa pemotongan pohon mahoni oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pangkalpinang di sejumlah titik kota.
Kayu-kayu bekas tersebut lantas diolah menjadi berbagai macam kerajinan atau craft. Contohnya asbak, pen holder, jam, toples, mangkok, piring, sendok, dan panel-panel. Seluruh produk ini mereka labeli Garis BangKayu Babel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena pesan teman-teman kita ya, kita coba narik teman-teman yang tidak ada kegiatan (untuk bergabung dan berkarya)," kata Siswoyo, salah satu pengrajin ditemui detikSumbagsel di bengkel kerjanya, Selasa (1/8/2023) sore.
![]() |
Para pengrajin BangKayu bekerja di bengkel yang berada di Kelurahan Batin Tikal, Kecamatan Taman Sari, Pangkalpinang. Menurut Siswoyo, bisnis pembuatan kerajinan tangan ini sudah berjalan sejak 2019.
Siswoyo menyebut, ide mengolah limbah kayu ini berawal dari keisengan anak-anak Komunitas Garis. Melihat banyaknya sampah kayu yang dibuang begitu saja di tempat pembuangan akhir membuat mereka ingin melakukan sesuatu untuk memanfaatkan limbah-limbah kayu tersebut.
Muncullah ide untuk membuat kerajinan atau craft. Hasilnya ternyata memiliki nilai jual yang tinggi sehingga akhirnya mereka pasarkan.
"Untuk produknya kita pasarkan secara online. Selain itu, kita juga menitipkan hasil karya kawan-kawan di beberapa galeri UMKM Pangkalpinang," katanya.
Usaha kerajinan ini pun berkembang cukup pesat. Namun, kini mereka menemui kendala baru. Yakni kurangnya bahan baku limbah kayu dari DLH Pangkalpinang.
"Karena tidak semua pohon itu jenis mahoni. Jadi kita harus benar-benar berkoordinasi. Kadang kita kekurangan bahan tersebut. Selain itu, kita juga masih kekurangan SDM, termasuk kendala pemasaran yang saat ini belum terbuka," lanjut Siswoyo.
![]() |
Salah satu produk unggulan mereka adalah asbak. Asbak ini dibuat berbeda dengan tempat lain, yakni kulit kayunya yang asli masih menempel sehingga menambah nilai estetik pada asbak.
Harganya relatif terjangkau. Asbak, misalnya, dibanderol dengan harga Rp 20-40 ribu tergantung ukuran dan motif yang dibuat. Kemudian untuk jam dinding kecil dihargai Rp 200 ribu, jam dinding besar Rp 350 ribu, dan pen holder Rp 40 ribu.
"Per bulan kita bisa jual Rp 3-4 juta. Karena masih terbatas, kerajinan ini juga belum cukup dikenal khususnya di luar Bangka Belitung," tutupnya.
(des/mud)