Sinopsis Film Riba, Kisah Horor dari Thread Getih Anak

Sinopsis Film Riba, Kisah Horor dari Thread Getih Anak

Annisaa Syafriani - detikSumbagsel
Kamis, 27 Nov 2025 06:00 WIB
Fanny Ghassani terlibat dalam film horor Riba, menghadapi tantangan syuting ekstrem di pegunungan.
Foto: Poster Film Riba (Dokumentasi)
Palembang -

Bioskop tanah air kembali diramaikan dengan kehadiran film horor yang tidak hanya menyajikan ketegangan, tetapi juga membawa cerita berbumbu kritik dan isu sosial yang kerap dialami oleh masyarakat. Film Riba, sebuah karya sinematik dari sutradara Adhe Darmastriya, dijadwalkan akan tayang di bioskop pada 4 Desember 2025.

Film ini diangkat dari kisah horor yang pernah viral dan menarik perhatian publik di media sosial. Awalnya kisah ini diunggah dalam bentuk thread dengan judul "Getih Anak" oleh akun @mitologue. Keberhasilan cerita ini meraup perhatian menunjukkan bahwa isu-isu tentang jeratan utang dan praktik gelap masih relevan dan menakutkan bagi masyarakat modern.

Film ini didukung oleh deretan aktor dan aktris ternama, termasuk Ibrahim Risyad sebagai pemeran utama Sugi, Fanny Ghassani yang memerankan istrinya, Wafda Saifan sebagai Muji, sang sahabat yang menyesatkan, serta aktor-aktris pendukung kuat seperti Emilat Morshedi, Kevin Danu, Jajang C. Noer, Deden Bagaskara, dan Pritt Timothy.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara etimologi, Riba meruakan bunga atau kelebihan yang diambil dalam praktik pinjaman. Dalam Agama Islam, Riba diharamkan karena perspektif yang dianggap tidak adil, eksploitatif, dan mencekik dalam praktiknya, terutama bagi kalangan ekonomi lemah.

Film ini secara cerdas menggunakan istilah ini sebagai judul untuk menekankan akar masalah yang dialami sang tokoh utama, yaitu jeratan utang yang berbunga-bunga dan tidak manusiawi.

ADVERTISEMENT

Sinopsis Film Riba: Teror dari Masa Lalu dan Konsekuensi Fatal

Kisah ini berawal dari Sugi yang diperankan oleh Ibrahim Risyad, seorang petani tembakau yang menjalani hidup sederhana bersama istri, anak-anak, dan ibu mertuanya. Kehidupan yang damai ini tiba-tiba didera permasalahan beruntun.

Permasalahan datang saat Sugi mengalami gagal panen besar-besaran, sebuah risiko yang selalu mengintai para petani, dan membuatnya terjerat hutang yang sangat besar kepada seorang lintah darat, Juragan yang diperankan oleh Andre Geovani.

Juragan dikenal bengis, dan sebagai akibat dari ketidakmampuan Sugi membayar. Ia terjerat dalam lingkaran kekerasan serta ancaman fisik yang membahayakan keselamatan keluarganya. Tekanan ekonomi dan ancaman yang tak tertahankan ini membuat Sugi mencari jalan keluar yang salah.

Dalam keputusasaan yang ekstrem, ia menerima tawaran dari sahabatnya, Muji (diperankan oleh Wafda Saifan), untuk melakukan ritual pesugihan. Ritual pesugihan yang mereka pilih bernama "Getih Anak". Nama ritual ini sendiri sudah mengindikasikan kengerian dan tuntutan yang luar biasa.

Ia menjanjikan kekayaan instan yang melimpah, namun dengan syarat yang mengerikan, yaitu mengorbankan darah dagingnya sendiri. Di tengah ritual yang berlangsung tegang dan dipimpin oleh dukun lokal, Mbah Darso (diperankan oleh Pritt Timothy), Sugi tiba-tiba mendengar tangisan dan teriakan dari salah satu anaknya, yang membuatnya panik dan diliputi rasa bersalah yang luar biasa.

Ketidakberanian dan cinta kasihnya sebagai seorang ayah mendorong Sugi untuk membatalkan ritual tersebut di tengah jalan, tanpa menyelesaikan seluruh prosesi yang diminta oleh entitas gaib. Namun, keanehan muncul setelah pembatalan ritual itu.

Alih-alih mendapatkan kutukan atau kemalangan, Sugi justru menyaksikan masalah-masalahnya terselesaikan satu per satu secara misterius. Utang-utangnya kepada Juragan lunas, panen tembakaunya tiba-tiba melimpah ruah, dan kesejahteraan keluarganya datang bergantian secara instan dan tidak masuk akal.

Sayangnya, kebahagiaan itu hanyalah selimut tipis. Iblis pesugihan yang telah bangkit dan dipanggil melalui ritual yang belum terselesaikan kini datang untuk menagih janji yang terhenti. Teror gaib mulai menghantui Sugi dan keluarganya.

Entitas mengerikan itu menuntut pembayaran atas "kekayaan pinjaman" yang telah mereka nikmati. Sugi, bersama dengan bantuan seorang ustaz yang diperankan oleh Deden Bagaskara. Mereka berupaya keras untuk memutus perjanjian gelap ini, yang ternyata jauh lebih sulit daripada mencari jalan pintas kekayaan itu sendiri.

Film Riba Menyoroti Isu Sosial dan Kritik Ekonomi

Film Riba mengangkat genre horor psikologis yang kental dengan drama keluarga yang intens. Kekuatan film ini terletak pada kemampuannya mengaitkan horor supernatural dengan realitas sosial yang gelap. Kisah Sugi dan keluarganya adalah gambaran tajam dari isu sosial yang masih merajalela, berkenaan dengan jeratan hutang piutang yang tidak adil dan praktik pesugihan.

Adhe Darmastriya tidak hanya menyajikan jumpscare, tetapi menggunakan horor sebagai metafora untuk keputusasaan dan kehancuran moral. Film ini secara implisit mengkritik sistem ekonomi dan sosial yang menempatkan masyarakat rentan pada posisi di mana mencari jalan pintas yang merusak, seperti pesugihan atau terlibat dalam riba terlihat sebagai satu-satunya solusi.

Tidak hanya berfungsi sebagai hiburan yang memacu adrenalin, Riba menjadi film yang membawa pesan lewat topik sensitif namun krusial, yaitu bahaya utang yang mencekik dan konsekuensi fatal dari keserakahan yang tidak terkontrol. Ini adalah pengingat bahwa hutang bukan hanya soal uang, tetapi dapat menjadi utang nyawa dan utang spiritual.

Artikel ini dibuat oleh Annisaa Syafriani, mahasiswa magang Prima PTKI Kementerian Agama




(dai/dai)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads