Soal Pembatasan BBM Subsidi, Herman Deru: Jalan Lancar, Tak Ganggu Lalin

Sumatera Selatan

Soal Pembatasan BBM Subsidi, Herman Deru: Jalan Lancar, Tak Ganggu Lalin

Reiza Pahlevi - detikSumbagsel
Minggu, 23 Nov 2025 14:00 WIB
Kendaraan truk sedang mengantre pengisian BBM Solar di salah satu SPBU
Kendaraan truk sedang mengantre pengisian BBM Solar di salah satu SPBU (Foto: istimewa/Pertamina)
Palembang -

Gubernur Sumsel Herman Deru memastikan pembatasan penyaluran bahan bakar subsidi jenis solar di SPBU untuk mengantisipasi kemacetan di pusat Kota Palembang. Pengguna kendaraan jenis diesel bisa mendapat bahan bakar tersebut di pinggiran kota, bukan di dalam kota.

Hal itu disampaikan Deru imbas keluhan yang disampaikan sopir dan pemilik kendaraan yang menggunakan solar subsidi. Mereka mengeluh harus mengantre panjang dan lama untuk mendapat BBM tersebut, karena penyaluran dibuka pukul 22.00-04.00 WIB.

"Siang ada juga (SPBU menjual solar subsidi), tapi di luar, di pinggir kota. Yang untuk dalam kota, yang (buka) malam. Jadi bukan siang ditiadakan, tapi titiknya di pinggir kota bukan di pusat kota. Jadi bukan tidak ada ya," ujar Deru.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia juga berharap, pemilik atau kendaraan yang tak berhak menerima BBM subsidi untuk tidak menggunakan bahan bakar tersebut. Penggunaan BBM subsidi jenis solar hanya untuk angkot, bus kendaraan angkutan barang tertentu, kendaraan layanan publik, dan penerima lainnya.

"Jadi kalau dikatakan gubernur mengurangi kuota, tidak ada, tidak ada pengurangan. Jadi hanya pengaturan tempat saja. Coba sekarang lihat, pernah nggak selancar ini di Kenten, di Demang Lebar Daun, atau Plaju. Termasuk SPBU pemda itu tidak saya kasih (distribusi solar subsidi). Apakah ada kemacetan? Lancar kan, ini supaya (antrean) tidak mengganggu lalu lintas (lalin)," Katanya.

ADVERTISEMENT

Dia memastikan, meski pelaksanaannya berhasil mengurai kemacetan, tetap ada evaluasi yang akan dilakukan Pemprov sumsel bersama pihak terkait.

"Ada, ada evaluasi. Kita lihat dinamika, (surat edaran) itu kan berlaku 3 bulan. Bisa diciutkan, bisa juga diperluas titiknya nanti," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua AIPI Sumsel yang juga pengamat kebijakan politik dan sosial Ade Indra Chaniago mengkritik kebijakan pembatasan pengisian solar tersebut.

Menurutnya, kebijakan itu bukti gagalnya pemprov mengelola kebutuhan dasar masyarakat. Pembatasan waktu pengisian juga dinilai tak menyelesaikan masalah, tetapi menunjukkan pemerintah kehilangan arah merumuskan kebijakan energi.

"Ini bukan sekadar persoalan antrean panjang. Ini sinyal bahwa pemerintah tidak siap, tidak teliti, dan tidak memahami kebutuhan rakyatnya sendiri. Krisis solar terjadi bukan karena rakyat, tapi karena pemerintah salah kelola," ujarnya.

Dia juga menyoroti kebijakan itu tidak boleh dibuat tergesa-gesa, apalagi tanpa konsultasi dengan pihak terdampak. Bahkan, membuat antrean panjang di SPBU hingga berimbas pada keterlambatan distribusi logistik.

"Kebijakan ini tidak memiliki sensitivitas sosial. Pemerintah seolah membuat aturan dari balik meja, tanpa melihat bagaimana rakyat bekerja, bagaimana sopir mencari nafkah, dan bagaimana pelaku usaha bergantung pada solar," ujarnya.

"Ketika rakyat harus mengantre berjam-jam hanya untuk mendapatkan solar, itu bukan kesalahan mereka. Itu kesalahan pemerintah merencanakan dan mengawasi. Kalau kuota tidak cukup, benahi. Kalau distribusi bocor, tindak. Kalau ada penyimpangan, awasi. Jangan malah membatasi rakyat yang justru paling membutuhkan," sambungnya.




(csb/csb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads