Inflasi Sumsel Diprediksi Naik Jelang Nataru

Sumatera Selatan

Inflasi Sumsel Diprediksi Naik Jelang Nataru

Welly Jasrial Tanjung - detikSumbagsel
Senin, 10 Nov 2025 10:00 WIB
Ilustrasi Inflasi
Ilustrasi inflasi (Foto: Shutterstock)
Palembang -

Bank Indonesia (BI) memprediksi tekanan inflasi di Sumatera Selatan (Sumsel) di momen hari besar keagamaan (HKBN) seperti Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2026 masih akan mengalami kenaikan.

Hal ini di prediksi dengan kondisi sejumlah harga pangan yang bergejolak menjelang momen libur panjang dan Nataru 2026.

"Diperkirakan masih terdapat tekanan inflasi yang berasal dari meningkatnya konsumsi masyarakat, mendekati momen Natal dan Tahun Baru 2026," kata Kepala BI Sumsel Bambang Pramono dalam keterangan rilis yang diterima, Minggu (9/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Bambang, tekanan juga berpotensi berasal dari komoditas volatile food, mengingat periode musim tanam padi dan hortikultura bertepatan dengan musim hujan yang dapat memengaruhi produktivitas.

"Di sisi lain, harga emas perhiasan diperkirakan tetap tinggi akibat ketidakpastian global dan pelemahan nilai tukar yang turut menekan inflasi inti," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan (Sumsel) pada Oktober 2025 terjadi inflasi sebesar 0,13% secara month to month (mtm), inflasi di Oktober menurun dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 0,27% (mtm).

Secara tahunan, inflasi Sumatera Selatan tercatat 3,49% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya (3,44% yoy), sejalan dengan tren nasional yang juga naik menjadi 2,86% (yoy) dari 2,65% (yoy).

Meskipun demikian, capaian tersebut masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional sebesar 2,5Β±1%, menandakan bahwa inflasi di Sumatera Selatan tetap terjaga.

Menurut Bambang, inflasi di Provinsi Sumatera Selatan pada periode laporan utamanya didorong oleh peningkatan harga sejumlah komoditas strategis.

Komoditas dengan andil terbesar terhadap inflasi, yaitu emas perhiasan sebesar 0,15% (mtm), diikuti oleh telur ayam ras sebesar 0,06% (mtm), daging ayam ras sebesar 0,05% (mtm), serta wortel dan ketimun yang masing-masing memberikan andil <0,01% (mtm).

"Kenaikan harga emas perhiasan masih dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi global di tengah tingginya permintaan masyarakat terhadap emas sebagai aset lindung nilai (safe haven asset)," ujarnya.

Sementara itu, kenaikan harga telur dan daging ayam ras didorong oleh meningkatnya biaya produksi. Tekanan tambahan juga muncul pada komoditas hortikultura, seperti wortel dan ketimun, akibat gangguan pasokan dari sentra produksi yang terdampak curah hujan tinggi sepanjang bulan laporan.

"Kombinasi berbagai faktor tersebut menjadi pendorong utama terjadinya inflasi di Sumatera Selatan pada periode ini," katanya.

Ditambahkan Bambang, untuk mencegah nilai inflasi yang bergejolak,
BI yang merupakan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) telah menyiapkan langkah untuk mengantisipasi kenaikan harga yang melambung pada komoditas jelang momen Nataru ke depan.

TPID Sumatera Selatan terus memperkuat koordinasi dan sinergi melalui strategi pengendalian inflasi berbasis 4K, yaitu keterjangkauan harga (K1), ketersediaan pasokan (K2), kelancaran distribusi (K3), dan komunikasi yang efektif (K4).

"Selain itu, TPID secara rutin melaksanakan inspeksi mendadak (sidak) ke pasar, distributor, dan produsen untuk memastikan harga sesuai HET serta stok tersedia mencukupi," ujarnya.




(csb/csb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads