Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkumhut) berhasil mengamankan kembali 4.000 hektare kawasan hutan negara dari praktik perambahan ilegal dalam operasi lanjutan di Bentang Alam Seblat, Bengkulu. Operasi ini berlangsung sejak 3 hingga 6 November 2025.
Tim gabungan yang terdiri dari Balai Gakkumhut Sumatera, Balai Besar TNKS, BKSDA Bengkulu, serta Dinas LHK Provinsi Bengkulu, fokus pada pengamanan koridor gajah Sumatera. Operasi ini menindaklanjuti arahan Menteri Kehutanan dan hasil peninjauan Wakil Menteri Kehutanan dari udara pada 4 November lalu.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan, bahwa pemerintah tidak akan mentolerir praktik perusakan hutan.
"Tim berhasil menguasai areal perambahan seluas 4.000 hektare yang mencakup Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis dan Hutan Produksi (HP) Air Rami. Di lokasi tersebut, plang penguasaan kawasan hutan telah dipasang sebagai penanda larangan," kata Januanto, dalam rillisnya Sabtu, (8/11/2025).
Januanto menjelaskan, sebagai bagian dari upaya pemulihan, tim juga memusnahkan 1.600 hektare tanaman sawit secara manual. Selain itu, delapan pondok kerja perambahan dirobohkan dan sekitar 100 batang kayu olahan hasil pembalakan liar dihancurkan.
"Pemilik Lahan Ilegal Ditahan, Gakkumhut mengamankan tiga orang pekerja sawit dan menangkap satu orang pemilik kebun sawit ilegal berinisial SM," jelas Januanto.
Berdasarkan pemeriksaan sementara, SM diketahui membeli lahan dari warga lokal, membuka kawasan hutan dengan cara membakar (land clearing), kemudian menanam sawit dan mendirikan pondok kerja. Petugas menyita sejumlah barang bukti, termasuk bibit sawit dan dokumen pendukung.
Ditjen Gakkum Kehutanan telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk SM dan akan dilakukan penahanan. Penyidik masih mendalami kasus ini untuk mengungkap jaringan jual beli kawasan hutan dan aktor utama di balik perambahan masif tersebut.
Simak Video "Video: Menyusuri Hutan Lindung Siabu Riau yang Botak Akibat Perambahan"
(dai/dai)