Membengkak hingga 40%, Belanja Pegawai Pemprov Bengkulu Disorot

Bengkulu

Membengkak hingga 40%, Belanja Pegawai Pemprov Bengkulu Disorot

Hery Supandi - detikSumbagsel
Minggu, 21 Sep 2025 09:30 WIB
Ilustrasi fokus (bukan buat insert) Kontroversi Anggaran DKI (Ilustrator: Luthfy Syahban/detikcom)
Foto: Ilustrasi anggaran daerah (Ilustrator: Luthfy Syahban/detikcom)
Bengkulu -

Belanja pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu cukup besar, yakni mencapai 41 persen dari total APBD. Besaran belanja pegawai yang jauh di ambang batas kewajaran pun kini disorot DPRD Bengkulu.

Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Edward Samsi mengatakan, pihaknya mendapati adanya anggaran belanja pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu yang cukup tinggi. Pada tahun 2025, porsi belanja pegawai dilaporkan telah menyentuh 41 persen dari total APBD, sementara batas idealnya hanya 30 persen.

"Angka ini bahkan berpotensi terus bertambah, mengingat adanya pengangkatan PPPK di tahun mendatang. Karena itu harus segera dievaluasi," kata Edward, Sabtu (20/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Edward mengatakan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Pasal 146 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), belanja pegawai wajib ditekan maksimal 30 persen pada 2027. Jika tidak, transfer keuangan dari pusat berpotensi ditunda bahkan dipotong.

ADVERTISEMENT

Menurut Edward, beban terbesar saat ini berasal dari Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang nilainya mencapai lebih dari Rp 400 miliar. Padahal, pemberian TPP seharusnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.

"Artinya harus dikaji ulang, jangan dibiarkan terus membengkak. Memang kebijakan ini tidak populis, tapi saya rasa pegawai akan maklum mengingat kondisi keuangan daerah kita yang kecil," jelas Edward.

Edward menyarankan adanya penggabungan organisasi perangkat daerah (OPD). Menurutnya, jumlah OPD di Bengkulu yang lebih dari 40 unit turut berkontribusi terhadap membengkaknya belanja pegawai, tunjangan jabatan, hingga biaya operasional.

"Misalnya, Dinas Kimpraswil bisa digabung dengan Dinas PUPR. Tidak perlu banyak OPD, yang penting punya kemampuan bagus. Ortala juga harus evaluasi beban kerja mereka," tutup Edward.




(dai/dai)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads