Dokter RSUD Sekayu bernama Syahpri Putra Wangsa mengungkap kronologis kejadian hingga akhirnya terjadi insiden buka paksa masker pada Selasa (12/8/2025). Dia menyebut jika sebelum dirinya visit ke ruangan, perawat sudah menginformasikan jika keluarga pasien bernama Putra sudah marah-marah.
"Sebelum visit, perawat sudah ngomong kalau anaknya yang baru datang dari Jakarta tadi malam jam 12.00 WIB, sudah marah-marah. Ya sudah kemudian saya katakan siap-siap. Sesudah masuk dia bilang bagaimana ini hanya nunggu dahak ini saja tidak pindah-pindah bayar dari VIP. Tidak bisa pindah itu apa masalahnya, sudah 3 hari bagaimana harus nunggu," ujar Syahpri kepada wartawan dalam video yang beredar.
Kemudian dia menjelaskan, jika memang sejak awal kondisi pasien sudah lemah dan hampir koma. Pihaknya juga telah melakukan penanganan medis terhadap pasien. Termasuk dalam mengetes TBC kepada pasien.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang dari rontgen-nya ada bercak di paru-paru kanan atas. Kemungkinan ada suatu proses spesifik, nah biasanya TBC. Kalau ada infeksi di paru, ruangannya harus khusus di ruangan isolasi. Jadi ditempatkan di situ. Dia bisa pindah kalau hasil dahaknya dinyatakan negatif," katanya.
Menurutnya, pernyataan soal tes dahak yang disampaikan dirinya membuat bingung keluarga pasien. Baka sempat terjadi argumen terkait tes tersebut dengan keluarga pasien.
"Dia bingung kok hanya nunggu dahak saja, karena memang itu diagnosis pastinya," katanya.
Syahpri menyebut, untuk mengetahui hasil pasti TBC bisa dilakukan dengan beberapa pengujian selain menguji dahak. Seperti dari darah dan tes IGRA. Namun, pengujian itu harus dikirim ke Jakarta dan memakan waktu lama.
Kemudian mantoux untuk anak usia 5 tahun namun dan tak dianjurkan untuk dewasa karena hasilnya tidak valid. Ada juga teknik BTA yang harus dilakukan 3 kali atau 3 hari dan lebih lama dan yang paling cepat melalui tes cepat molekular (TCM).
"Dahak itu yang bisa dapatkan hasil pasti. Nah, dia tidak mau menunggu. Marah-marah ketika saya menjelaskan. Tetap mental saja. Akhirnya dia mengeluarkan HP ingin merekam, tapi saya suruh dua perawat siap-siap, satu panggil satpam dan satu memvideokan, (minta perawat) jangan masuk dari depan itu saja. Saya sudah siap, jadi saya tunggu," katanya.
Setelah itu, terjadilah insiden buka paksa masker. Sementara Syahpri sempat menolak untuk membuka masker karena alasan medis.
"Saya tidak mau, jadi dia paksa. Hampir terjadi kekerasan tapi mungkin sadar ada yang memvideokan, dia agak melepas," ungkanya.
Dalam insiden itu, dia mengaku dapat ancaman, kekerasan verbal dan mendapat pernyataan dokter gila dari keluarga pasien.
"Ada ancaman, kekerasan verbal sampai mengatakan saya gila. Padahal daya dokter penyakit dalam. Terakhir dia bilang kalau masih mau hidup pulang saja, berarti kan ada ancaman pembunuhan," terangnya.
Dia tak ingin kejadian yang menimpa dirinya terjadi kepada dokter lain. Menurutnya, kejadian ini sudah sering terjadi.
(dai/dai)