Wakil Ketua I DPRD Provinsi Jambi, Ivan Wirata terus berupaya memperjuangkan nasib warga di Desa Sawit Mulyo Rejo, Kabupaten Muaro Jambi. Sebab, warga di daerah tersebut sedang dilanda masalah sengketa tapal batas dengan Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Provinsi Sumatera Selatan.
Ivan mendatangi desa itu dengan mengajak langsung wakil rakyat dari pusat yakni Syarif Fasha. Bersama Fasha, Ivan mendatangi desa perbatasan tersebut untuk melihat secara langsung patok tapal batas di daerah itu sambil menyusuri kawasan semak belukar.
"Kebijakan saat ini itu tentu membutuhkan yang namanya kerjasama yang baik antara Pemerintah Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Ini soal hajat warga, dan kita ingin memperjuangkan soal ini dengan serius," kata Ivan kepada detikSumbagsel, Sabtu (2/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kunjungan Ivan bersama Anggota DPR-RI Dapil Jambi Syarif Fasha ini pada Kamis (30/7). Turut hadir dalam kunjungan tersebut Kepala Desa Sawit Mulyo Rejo, Kades Ladang Panjang, serta perwakilan dari Yayasan Wahana Global Jambi (Wagji) yang intens membahas soal tapal batas itu.
Ivan Wirata menyebut dirinya sangat merasakan betul bagaimana nasib warga perbatasan. Maka dari itu, politisi Golkar ini tak ingin sia-siakan jabatannya saat ini untuk membantu masyarakat.
Dia juga berjanji akan terus berjuang dalam membantu warga di sana, berkomitmen penuh dan berupaya mengawal proses tersebut.
"Kami tidak ingin masyarakat menjadi korban dari tarik-menarik kebijakan administrasi. Negara harus hadir, dan keadilan harus ditegakkan," ujar Ivan dengan nada tegas.
"Jangan sampai terhambat masalah kependudukan, administrasi dan kepemilikan dari warga. Masalah ini sudah lama, hanya saja belum bertemu titiknya. Semoga dengan bantuan Pak Fasha selaku wakil rakyat kita di senayan, bisa memperjuangkan hingga ke Mendagri wabil khusus Ditjen Administrasi Wilayah," sebut Ivan.
Langkah Ivan menggandeng Fasha di persoalan ini, agar upaya percepatan dalam persoalan tapal batas di Muaro Jambi ada titik terang. Tidak hanya itu, Fasha juga dinilai punya peran penting di pusat sehingga perjuangan Ivan serius dalam bahas tapal batas hingga ke pusat bukan sekedar isap jempol belaka.
"Saya paham masyarakat merasa resah dan kecewa. Tapi saya imbau agar semua tetap tenang dan tidak melakukan tindakan yang merugikan. Kita perjuangkan ini melalui jalur hukum dan jalur diplomasi pemerintah. Jangan sampai ada gesekan yang justru memperkeruh suasana," kata dia.
Sementara Syarif Fasha yang ikut turun ke lapangan menyampaikan, berdasarkan fakta historis dan sosial, wilayah yang selama ini disengketakan sesungguhnya merupakan bagian dari Provinsi Jambi.
"Jika kita lihat dari sejarah dan pemanfaatan lahan oleh masyarakat, wilayah ini masuk Jambi. Namun berdasarkan surat edaran Mendagri tahun 2017, patok batas bergeser dan ini menimbulkan ketidakpastian. Makanya saya minta kepada warga, agar menghitung tanaman yang sudah ditanam dengan usia yang sudah belasan tahun. Dan itu milik warga Jambi, jangan sampai merugi nantinya," kata Fasha.
Politisi dari NasDem itu juga pun mendorong Gubernur Jambi untuk segera memfasilitasi pertemuan antar provinsi.
"Saya minta Gubernur Jambi segera memanggil stakeholder terkait. Mulai dari Bupati, OPD teknis, hingga tokoh masyarakat untuk duduk bersama Gubernur Sumatera Selatan. Mencari solusi terbaik, adil, dan bermartabat bagi masyarakat," tegasnya.
Selain itu, Plt Kepala Desa Sawit Mulyo Rejo, mengaku bahwa selama ini warganya mengurus segala administrasi di wilayah Jambi. Namun sejak tapal batas bergulir semua menjadi tidak pasti, sehingga membuat nasib warga di daerah itu terkantung-kantung akan bantuan pemerintah daerah.
"Sekali lagi terima kasih atas perhatian para wakil rakyat baik Pak Ivan dan Pak Fasha. Karena pihaknya telah puluhan tahun tinggal dan mengelola lahan di sana, kami punya KTP Jambi, anak-anak sekolah di Jambi, dan segala urusan administrasi ke Jambi. Tapi sejak perubahan batas itu, kami jadi serba tidak pasti," ujar Kades.
Dirinya juga berharap, agar persoalan ini tidak terus menerus membuat warga hidup dalam ketidakpastian. Dia ingin warganya memiliki status kejelasan, apalagi banyak program pembangunan dan pelayanan publik yang kini banyak terhambat dampak Tapal Batas tersebut.
"Hasil akhir kami ke Ditjen Admin Wilayah, sesuai peta tahun 1958, sudah jelas itu masuk ke Provinsi Jambi. Semoga kepala daerah terutama Gubernur dan bupati menjalankan amanah yang diminta oleh wakil rakyat. Agar semua menjadi jelas," kata dia.
Perlu diketahui pula dalam sejarahnya, Pada tahun 1981, masyarakat membuat sebuah kelompok tani yang dirintis dari tahun 1980 dan telah diresmikan pada tahun 1981 dengan nama kelompok tani perkebunan karet rakyat. Pada saat itu, administrasinya masih di Desa Talang Belido Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi.
Di tahun 1982, Desa Talang Belido mulai padat penduduknya, saat itu desa ini sudah sangat terlalu lebar wilayahnya, hingga kemudian pada 1982 pengajuan usulan ke Kecamatan Jambi Luar Kota (Jaluko) untuk memecah menjadi dua desa disetujui.
Kala itu, desa ini masih masuk wilayah Pemkab Batang Hari dengan menjadi dua desa dengan nama Desa Persiapan Ladang Panjang yang dipimpin oleh seorang Pj Kepala Desa bernama Raden Hamzah dan Desa Talang Belido pada saat itu dipimpin oleh Kades Leman.
Namun, permasalahan pun akhirnya mulai muncul di tahun 2017, terdapat pengesahan Perubahan Peraturan Mendagri nomor 126 tahun 2017 mengenai permasalahan batas kewilayahan. Yang mana, tapal batas itu ialah satu wilayah Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan.
(dai/dai)