Presiden Korea Selatan Resmi Dicopot Buntut Darurat Militer Kontroversial

Presiden Korea Selatan Resmi Dicopot Buntut Darurat Militer Kontroversial

Haris Fadhil - detikSumbagsel
Jumat, 04 Apr 2025 13:20 WIB
South Korea’s impeached President Yoon Suk Yeol arrives to attend the fourth hearing of his impeachment trial over his short-lived imposition of martial law at the Constitutional Court in Seoul, South Korea, 23 January 2025.    JEON HEON-KYUN/Pool via REUTERS
Foto: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Kembali Menjalani Sidang Pemakzulan (via REUTERS/JEON HEON-KYUN/POOL)
Jakarta -

Presiden Yoon Suk Yeol resmi dicopot dari jabatannya. Hal itu usai Mahkamah Konstitusi Korea Selatan menguatkan pemakzulan terhadap Yoon Suk Yeol.

Dilansir detikNews, putusan ini resmi membuat Yoon dicopot dari jabatan atas pemberlakuan darurat militer kontroversial pada Desember 2024. Berdasarkan informasi dari Yonhap dan AFP, Jumat (4/4/2025), putusan tersebut dibacakan oleh kepala pengadilan sementara Moon Hyung-bae dan disiarkan langsung di televisi, berlaku segera.

Korsel diharuskan mengadakan pemilihan presiden dadakan untuk memilih pengganti Yoon dalam waktu 60 hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yoon dimakzulkan oleh Majelis Nasional yang dikendalikan oposisi pada pertengahan Desember 2024 atas tuduhan melanggar Konstitusi dan hukum dengan mengumumkan darurat militer pada 3 Desember, mengerahkan pasukan ke Majelis Nasional untuk menghentikan anggota parlemen menolak keputusan tersebut dan memerintahkan penangkapan politisi. Yoon telah membantah semua tuduhan.

Proses pemakzulan sendiri berlangsung lebih dari 3 bulan. Pemakzulan yang diputuskan Majelis Nasional Korsel hanya membuat Yoon diskors atau dinonaktifkan dari jabatannya.

ADVERTISEMENT

Keputusan pemakzulan itu dibawa ke MK Korsel. Yoon diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan sebelum akhirnya majelis hakim MK Korsel memutuskan menguatkan pemakzulan itu.

"Dengan ini kami mengumumkan putusan berikut, dengan persetujuan bulat dari semua Hakim. (Kami) memberhentikan terdakwa Presiden Yoon Suk Yeol," kata penjabat kepala hakim Moon Hyung-bae.

MK Korsel menyebut perbuatan Yoon, salah satunya menetapkan darurat militer berujung malapetaka, sebagai tindakan yang merusak tatanan konstitusional dan mengkhianati rakyat.

Dilansir AFP, Jumat (4/4/2025), delapan hakim MK Korsel membuat keputusan untuk mencopot Yoon dari jabatannya karena melanggar konstitusi dengan suara bulat. Yoon (64) telah diskors oleh parlemen atas deklarasi militer pada 3 Desember 2024. Yoon juga telah ditangkap atas tuduhan pemberontakan sebagai bagian dari kasus pidana terpisah.

Dalam pertimbangannya, MK Korsel menganggap tindakan Yoon memiliki dampak negatif yang serius terhadap tatanan konstitusional. Putusan ini diambil saat situasi Korsel semakin panas dan demonstrasi pecah di mana-mana. Para hakim MK Korsel juga telah mendapat perlindungan tambahan selama proses sidang pemakzulan Yoon.

"Mengingat dampak negatif yang serius dan konsekuensi yang luas dari pelanggaran konstitusional terdakwa, (Kami) memberhentikan terdakwa Presiden Yoon Suk Yeol," kata penjabat Ketua MK Moon Hyung-bae.

MK menilai tindakan Yoon dianggap melanggar prinsip-prinsip inti dari supremasi hukum dan pemerintahan yang demokratis. Perbuatan Yoon juga menimbulkan ancaman serius bagi stabilitas Korsel.

"Merusak tatanan konstitusional itu sendiri dan menimbulkan ancaman serius terhadap stabilitas republik yang demokratis," kata para hakim dalam putusan mereka.

Selain itu, keputusan Yoon untuk mengirim tentara bersenjata ke parlemen dalam upaya untuk mencegah anggota parlemen menolak keputusannya dinyatakan melanggar kenetralan politik angkatan bersenjata dan tugas komando tertinggi. MK menyatakan Yoon mengerahkan pasukan untuk tujuan politik dan menyebabkan tentara yang telah mengabdi kepada negara dengan misi keamanan nasional berhadapan dengan warga sipil.

"Pada akhirnya, tindakan yang tidak konstitusional dan ilegal dari terdakwa merupakan pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat dan merupakan pelanggaran hukum serius yang tidak dapat ditoleransi dari perspektif melindungi Konstitusi," ujar para hakim.




(dai/dai)


Hide Ads