- Kumpulan Puisi Kemerdekaan 17 Agustus untuk Lomba 1. Maju 2. Jaga Malam 3. Diponegoro 4. Indonesiaku 5. Merdeka atau Mati 6. Satu Kata \ 7. Malam Tirakatan 8. Pejuang Kemerdekaan 9. Perjuangan, Pahlawan 10. Puisi Karawang Bekasi 11. Gugur 12. Sajak Sebotol Bir 13. Puisi Nyanyian Kebangkitan 14. Barisan Masa Depan 15. Kamilah yang Pantas Merdeka 15. Merdeka, Kini dan Nanti 16. Merdeka Itu Mahal 17. 1708
Puisi kemerdekaan 17 Agustus bisa dijadikan salah satu perlombaan pada Hari Kemerdekaan. Biasanya panitia menyiapkan naskah puisi untuk dibacakan oleh peserta.
Setiap peserta lomba membacakan puisi yang sama dengan gaya pembawaan berbeda-beda. Ada juga panitia yang membebaskan peserta memilih puisi kemerdekaan 17 Agustus yang disukai atau sesuai dengan keinginan.
Inilah beberapa contoh puisi kemerdekaan `17 Agustus yang cocok untuk naskah lomba SD, SMP hingga anak-anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kumpulan Puisi Kemerdekaan 17 Agustus untuk Lomba
1. Maju
Karya: Chairil Anwar
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
2. Jaga Malam
Karya: Chairil Anwar
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemudanya yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
3. Diponegoro
Karya: Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
4. Indonesiaku
Karya: Diyah Fadilah
Indonesiaku,
Kini kau 'tlah terlepas dari belenggu penjajahan
Dulu ditindas, ditebas hingga dirampas
Hingga satu per satu rakyat tewas
Indonesiaku,
Terbebas dari penjajah tak semudah membalik tangan
Detik demi detik merelakan keringat bertetesan
Satu malam pun serasa ribuan tahun
Indonesiaku,
Kini sang dwiwarna telah berkibar
Semerbak harumnya bagaikan mawar
Sapai tak terasa puluhan tahun terlewatkan
Indonesiaku,
Semoga kisahmu tak pernah pupus
Tak hanya suka namun juga duka
Bukan hanya tinggal sebuah cerita
5. Merdeka atau Mati
Karya: Yamin
Darah menggenang di tanah tak bertuan
Ratusan nyawa melayang
Bergelimpangan di medan perang
Mengangkat panji kemerdekaan
Seorang pejuang berteriak lantang
Gagah berani memegang senjata lawan penjajah
Dua kata menjadi pilihan
Merdeka atau mati
Tubuh kekar dihujani peluru
Penuh lubang di sekujur tubuh
Darah bercucuran mereka tetap tegak berdiri
Sekali lagi lantangkan merdeka atau mati
6. Satu Kata "Merdeka"
Karya: Yamin
Hingga detik ini
Darah tertumpah membanjiri persada
Ribuan nyawa melayang
Tulang belulang berderakan
Sebuah pengorbanan yang harus dibayar mahal
Demi terwujudnya kata
Merdeka
Jiwa gugur tak terhitung jumlahnya
Darah segar merasuk di sela-sela tanah air
Dengan bangga jasadmu tersenyum
Menyaksikan kemerdekaan negeri tercinta
7. Malam Tirakatan
Karya: Yamin
Malam semakin larut
Angin semilir lembut
Seolah berhenti memberi hormat
Dan mengucap salam kepada negeri tercinta
Sejenak lampu dipadamkan
Tampak taburan bintang di langit laksana permata
Mereka bertamasya
Menari-nari di angkasa
Begitu lama mereka bertahan hidup
Dengan berbekal ketabahan dan keikhlasan
Perjuangan mereka akhirnya terwujud
Meski setelah itu jatuh bangun menjaga merah putih
8. Pejuang Kemerdekaan
Karya: Rahmy Ardhie
Merah darahmu menggelora
semangat juangmu membara
tak pernah padam
meski harus berkorban nyawa
meski harus menderita
Kau telah memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia
dengan perkasa
Dengan susah paya
tanpa keluh kesah
Tak akan kami sia-siakan hasil
perjuanganmu
akan kami isi dengan membangun negeri
agar Indonesia semakin mandiri
9. Perjuangan, Pahlawan
Karya: Rahmy Ardhie
Tercecer sudah merah darahmu
mengucur tulus demi negeri
melayang sudah nyawamu
gugur syahid di pangkuan pertiwi
Kau berjuang membela negara dan agama
berjuang melawan penjajah
demi menumpas kezaliman
menghapus duka nestapa dan air mata
Akhirnya yang kau damba tercipta
perjuanganmu meraih merdeka
Terima kasih pahlawanku
surga akan menjadi tempat kembalimu
10. Puisi Karawang Bekasi
Karya: Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hari?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
11. Gugur
Karya: W.S. Rendra
Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
Pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
Luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
Susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
Menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
Lima pemuda mengangkatnya
Di antaranya anaknya
Ia menolak
Dan tetap merangkak
Menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Belum lagi selusin tindak
Maut pun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya
Ia berkata:
"Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah
Dan aku pun berasal dari tanah
Tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Karena kita punya bumi kecintaan
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah
Bumi kita adalah kehormatan
Bumi kita adalah jiwa dari jiwa
Ia adalah bumi nenek moyang
Ia adalah bumi waris yang sekarang
Ia adalah bumi waris yang akan datang
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Karena api menyala di kota Ambarawa."
Orang tua itu kembali berkata:
"Lihatlah, hari telah fajar!
Wahai bumi yang indah,
Kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
Nanti sekali waktu
Seorang cucuku
Akan menancapkan bajak
Di bumi tempatku terkubur
Kemudian akan ditanamnya benih
Dan tumbuh dengan subur."
Maka ia pun berkata:
"Alangkah gembur tanah di sini!
Hari pun lengkap malam
Ketika ia menutup matanya."
12. Sajak Sebotol Bir
Karya: W.S Rendra
Menenggak bir sebotol,
menatap dunia,
dan melihat orang-orang kelaparan.
Membakar dupa,
mencium bumi,
dan mendengar derap huru-hara.
Kota metropolitan di sini tidak tumbuh dari industri,
Tapi tumbuh dari kebutuhan negara industri asing
akan pasaran dan sumber pengadaan bahan alam
Kota metropolitan di sini,
adalah sarana penumpukan bagi Eropa,
Jepang, Cina, Amerika,
Australia, dan negara industri lainnya.
untuk menjadi orang lain.
Kita telah menjadi asing
di tanah leluhur sendiri.
Orang-orang desa blingsatan, mengejar mimpi,
dan menghamba ke Jakarta.
Orang-orang Jakarta blingsatan, mengejar mimpi
dan menghamba kepada Jepang,
Eropa, atau Amerika.
13. Puisi Nyanyian Kebangkitan
Karya: Ahmadun Yosi Herfanda
Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan
Di antara pahit-manisnya isi dunia
Akankah kau biarkan aku duduk berduka
Memandang saudaraku, bunda pertiwiku
Dipasung orang asing itu?
Mulutnya yang kelu
Tak mampu lagi menyebut namamu
Berikan suaramu, kemerdekaan
Darah dan degup jantungmu
Hanya kau yang kupilih
Di antara pahit-manisnya isi dunia
Orang asing itu beradab-abad
Memujamu di negerinya
Sementara di negeriku
Ia berikan belenggu-belenggu
Maka bangkitlah Sutomo
Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo
Bangkitlah Ki Hajar Dewantoro
Bangkitlah semua dada yang terluka
"Bergenggam tanganlah dengan saudaramu
Eratkan genggaman itu atas namaku
Kekuatan akan memancar dari genggaman itu."
Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan
Di antara pahit-manisnya isi dunia!
(Matahari yang kita tunggu
Akankah bersinar juga
Di langit kita?)
14. Barisan Masa Depan
Karya: Acep Suhendar
Kami sudah siap bergerak
Kami sudah tak sabar untuk menatap langit
Gerakan kami serentak
Untuk segera menemukan berlian yang terkubur
Nyali kami tidak bisa diukur oleh apapun
Ketika bel mulai berbunyi
Kami akan berlari sekencang-kencangnya
Menyongsong masa baru yang akan datang
Beritakan hal ini pada Bung Karno
Beritakan juga hal ini pada Bung Hatta
Bahwa mereka tak pernah sia-sia menciptakan negeri ini
Bahwa mereka telah berhasil memerdekaan bangsa ini
Kami barisan masa depan bergerak tanpa batas
Lampaui batas kemampuan dan bakat kami
Kami nyawa negeri ini
Kami pondasi bangsa ini
15. Kamilah yang Pantas Merdeka
Karya: Annuqayah
17 Agustus kembali datang
Banyak sejarah, banyak pengorbanan, banyak peninggalan
Museum yang mengabadikan
Buku sejarah yang menceritakan
Inilah kami tidak takut gugur di medan perang
Tujuan kami bukan kematian melainkan kemerdekaan abadi
Wahai penjajah!
Kedatanganmu memberontak, merampas, mencaci maki
dan menyiksa orang-orang tak berdosa
Entah mengapa kata putus asa
Tidak pernah tertulis dalam pendirian kami
Meskipun pada akhirnya kami jadi sejarah
yang mungkin selamanya dikenang
Sebelum itu, darah menjadi minuman kami
Bunyi pistol menjadi syair di setiap derap langkah
Peluruh menjadi makanan kami
Ada yang melintas, ada yang diam
Ada yang menembus tubuh memanggil kematian
Tumbuh menjadi pengorbanan
Kami dapatkan kemerdekaan yang kami impikan
Kamilah yang pantas merdeka
15. Merdeka, Kini dan Nanti
Karya: Ahmad Suryadi
Merdeka ini adalah upaya yang tak kenal lelah
Usaha yang tak pernah menyerah
Merdeka ini adalah cucuran keringat dan darah
Yang setia mencucur hingga melimpah ruah
Merdeka ini adalah lelah
Lelah yang dirasakan oleh setiap jiwa
Merdeka ini tak mudah dicapai
Karena berjuta ton darah raib serta tergadai
Merdeka didapat dengan taruhan nyawa
Demi merdeka jutaan nyawa dan jiwa melayang
Demi merdeka untuk senyum esok yang lebih
Demi merdeka untuk bangsa Indonesia
Demi merdeka ibu pertiwi, kini dan nanti
16. Merdeka Itu Mahal
Karya: Ahza Purnama
Jika kau ingin bebas
Jika kau ingin tak terikat
Jika kau ingin tak tertekan
Jika kau ingin hidup damai
Berarti kau ingin merdeka kawan
Tapi apa yang kau buat
Apakah sudah berkorban
Apakah sudah juang
Apakah sudah perang
Atau hanya berpangku tangan kawan
Tahukah kau
Ribuan jiwa runtuh tertimbun
Untuk membebaskan pertiwi dari penjajah keji
Walau darah membanjiri raga kawan
Ingat merdeka itu mahal
Jangan sia-siakan kemerdekaan ini
Merdeka itu tak bisa dibeli
Jangan samakan seperti roti
Merdeka itu sebuah ikatan hati
Dari pejuang untuk pertiwi
17. 1708
Karya: Ahmad M. Mabrur Umar
1708
Sejarah negeri telah terukir dalam ribanya
Dahulu dijajah, kini lantang bersorak merdeka
Merah putih berkibar gagah penuh karisma
Salam satu semboyan Bhinneka Tunggal Ika
1708
Takkan rela terjajah lagi
Malam suram berganti cerah mentari pagi
Tidak lagi terdengar tangisan pertiwi
Datanglah segera, jangan ayal lagi
1708
Bukti sejati juang para pahlawan
Mengangkat bambu, bedil pun dilawan
Penjajah dilawan, negeri sendiri jadi kawan
Walau langit kelam berbalut pekat sang awan
1708
Jangan lagi, jangan ada lagi
Tumpah darah karena beda tak berperi
Bersatulah bangsaku seperti para terdahului
Jangan ada jajah, pun dari bangsa sendiri
Demikian referensi beberapa pilihan puisi kemerdekaan 17 Agustus yang cocok untuk dijadikan naskah lomba peserta SD hingga anak-anak. Semoga bermanfaat.
(dai/dai)