15+ Puisi Kemerdekaan 17 Agustus, Cocok untuk Naskah Lomba Anak-anak

15+ Puisi Kemerdekaan 17 Agustus, Cocok untuk Naskah Lomba Anak-anak

Melati Putri Arsika - detikSumbagsel
Senin, 05 Agu 2024 23:30 WIB
Ilustrasi puisi kemerdekaan
Foto: Ilustrasi puisi untuk 17 Agustus (Dok. iStock)
Palembang -

Puisi kemerdekaan 17 Agustus bisa dijadikan salah satu perlombaan pada Hari Kemerdekaan. Biasanya panitia menyiapkan naskah puisi untuk dibacakan oleh peserta.

Setiap peserta lomba membacakan puisi yang sama dengan gaya pembawaan berbeda-beda. Ada juga panitia yang membebaskan peserta memilih puisi kemerdekaan 17 Agustus yang disukai atau sesuai dengan keinginan.

Inilah beberapa contoh puisi kemerdekaan `17 Agustus yang cocok untuk naskah lomba SD, SMP hingga anak-anak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kumpulan Puisi Kemerdekaan 17 Agustus untuk Lomba

1. Maju

Karya: Chairil Anwar

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu

ADVERTISEMENT

Sekali berarti
Sudah itu mati

Maju

Bagimu negeri
Menyediakan api

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

2. Jaga Malam

Karya: Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemudanya yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian

ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

3. Diponegoro

Karya: Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

4. Indonesiaku

Karya: Diyah Fadilah

Indonesiaku,
Kini kau 'tlah terlepas dari belenggu penjajahan
Dulu ditindas, ditebas hingga dirampas
Hingga satu per satu rakyat tewas

Indonesiaku,
Terbebas dari penjajah tak semudah membalik tangan
Detik demi detik merelakan keringat bertetesan
Satu malam pun serasa ribuan tahun

Indonesiaku,
Kini sang dwiwarna telah berkibar
Semerbak harumnya bagaikan mawar
Sapai tak terasa puluhan tahun terlewatkan

Indonesiaku,
Semoga kisahmu tak pernah pupus
Tak hanya suka namun juga duka
Bukan hanya tinggal sebuah cerita

5. Merdeka atau Mati

Karya: Yamin

Darah menggenang di tanah tak bertuan
Ratusan nyawa melayang
Bergelimpangan di medan perang
Mengangkat panji kemerdekaan

Seorang pejuang berteriak lantang
Gagah berani memegang senjata lawan penjajah
Dua kata menjadi pilihan
Merdeka atau mati

Tubuh kekar dihujani peluru
Penuh lubang di sekujur tubuh
Darah bercucuran mereka tetap tegak berdiri
Sekali lagi lantangkan merdeka atau mati

6. Satu Kata "Merdeka"

Karya: Yamin

Hingga detik ini
Darah tertumpah membanjiri persada
Ribuan nyawa melayang
Tulang belulang berderakan
Sebuah pengorbanan yang harus dibayar mahal
Demi terwujudnya kata
Merdeka

Jiwa gugur tak terhitung jumlahnya
Darah segar merasuk di sela-sela tanah air
Dengan bangga jasadmu tersenyum
Menyaksikan kemerdekaan negeri tercinta

7. Malam Tirakatan

Karya: Yamin

Malam semakin larut
Angin semilir lembut
Seolah berhenti memberi hormat
Dan mengucap salam kepada negeri tercinta

Sejenak lampu dipadamkan
Tampak taburan bintang di langit laksana permata
Mereka bertamasya
Menari-nari di angkasa

Begitu lama mereka bertahan hidup
Dengan berbekal ketabahan dan keikhlasan
Perjuangan mereka akhirnya terwujud
Meski setelah itu jatuh bangun menjaga merah putih

8. Pejuang Kemerdekaan

Karya: Rahmy Ardhie

Merah darahmu menggelora
semangat juangmu membara
tak pernah padam
meski harus berkorban nyawa
meski harus menderita

Kau telah memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia
dengan perkasa
Dengan susah paya
tanpa keluh kesah

Tak akan kami sia-siakan hasil
perjuanganmu
akan kami isi dengan membangun negeri
agar Indonesia semakin mandiri

9. Perjuangan, Pahlawan

Karya: Rahmy Ardhie

Tercecer sudah merah darahmu
mengucur tulus demi negeri
melayang sudah nyawamu
gugur syahid di pangkuan pertiwi

Kau berjuang membela negara dan agama
berjuang melawan penjajah
demi menumpas kezaliman
menghapus duka nestapa dan air mata

Akhirnya yang kau damba tercipta
perjuanganmu meraih merdeka
Terima kasih pahlawanku
surga akan menjadi tempat kembalimu

10. Puisi Karawang Bekasi

Karya: Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hari?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu

Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

11. Gugur

Karya: W.S. Rendra

Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
Pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya

Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
Luka-luka di badannya

Bagai harimau tua
Susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
Menatap musuh pergi dari kotanya

Sesudah pertempuran yang gemilang itu
Lima pemuda mengangkatnya
Di antaranya anaknya
Ia menolak
Dan tetap merangkak
Menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya

Belum lagi selusin tindak
Maut pun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya
Ia berkata:

"Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah
Dan aku pun berasal dari tanah
Tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Karena kita punya bumi kecintaan
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah
Bumi kita adalah kehormatan
Bumi kita adalah jiwa dari jiwa
Ia adalah bumi nenek moyang
Ia adalah bumi waris yang sekarang
Ia adalah bumi waris yang akan datang
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Karena api menyala di kota Ambarawa."

Orang tua itu kembali berkata:
"Lihatlah, hari telah fajar!
Wahai bumi yang indah,
Kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
Nanti sekali waktu
Seorang cucuku
Akan menancapkan bajak
Di bumi tempatku terkubur
Kemudian akan ditanamnya benih
Dan tumbuh dengan subur."

Maka ia pun berkata:
"Alangkah gembur tanah di sini!
Hari pun lengkap malam
Ketika ia menutup matanya."

12. Sajak Sebotol Bir

Karya: W.S Rendra

Menenggak bir sebotol,
menatap dunia,
dan melihat orang-orang kelaparan.
Membakar dupa,
mencium bumi,
dan mendengar derap huru-hara.

Kota metropolitan di sini tidak tumbuh dari industri,
Tapi tumbuh dari kebutuhan negara industri asing
akan pasaran dan sumber pengadaan bahan alam
Kota metropolitan di sini,
adalah sarana penumpukan bagi Eropa,
Jepang, Cina, Amerika,
Australia, dan negara industri lainnya.

untuk menjadi orang lain.
Kita telah menjadi asing
di tanah leluhur sendiri.
Orang-orang desa blingsatan, mengejar mimpi,
dan menghamba ke Jakarta.
Orang-orang Jakarta blingsatan, mengejar mimpi
dan menghamba kepada Jepang,
Eropa, atau Amerika.

13. Puisi Nyanyian Kebangkitan

Karya: Ahmadun Yosi Herfanda

Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan
Di antara pahit-manisnya isi dunia
Akankah kau biarkan aku duduk berduka
Memandang saudaraku, bunda pertiwiku
Dipasung orang asing itu?
Mulutnya yang kelu
Tak mampu lagi menyebut namamu

Berikan suaramu, kemerdekaan
Darah dan degup jantungmu
Hanya kau yang kupilih
Di antara pahit-manisnya isi dunia

Orang asing itu beradab-abad
Memujamu di negerinya
Sementara di negeriku
Ia berikan belenggu-belenggu
Maka bangkitlah Sutomo
Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo
Bangkitlah Ki Hajar Dewantoro
Bangkitlah semua dada yang terluka
"Bergenggam tanganlah dengan saudaramu
Eratkan genggaman itu atas namaku
Kekuatan akan memancar dari genggaman itu."

Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan
Di antara pahit-manisnya isi dunia!
(Matahari yang kita tunggu
Akankah bersinar juga
Di langit kita?)

14. Barisan Masa Depan

Karya: Acep Suhendar

Kami sudah siap bergerak
Kami sudah tak sabar untuk menatap langit
Gerakan kami serentak
Untuk segera menemukan berlian yang terkubur

Nyali kami tidak bisa diukur oleh apapun
Ketika bel mulai berbunyi
Kami akan berlari sekencang-kencangnya
Menyongsong masa baru yang akan datang

Beritakan hal ini pada Bung Karno
Beritakan juga hal ini pada Bung Hatta
Bahwa mereka tak pernah sia-sia menciptakan negeri ini
Bahwa mereka telah berhasil memerdekaan bangsa ini

Kami barisan masa depan bergerak tanpa batas
Lampaui batas kemampuan dan bakat kami
Kami nyawa negeri ini
Kami pondasi bangsa ini

15. Kamilah yang Pantas Merdeka

Karya: Annuqayah

17 Agustus kembali datang
Banyak sejarah, banyak pengorbanan, banyak peninggalan
Museum yang mengabadikan
Buku sejarah yang menceritakan

Inilah kami tidak takut gugur di medan perang
Tujuan kami bukan kematian melainkan kemerdekaan abadi
Wahai penjajah!
Kedatanganmu memberontak, merampas, mencaci maki
dan menyiksa orang-orang tak berdosa

Entah mengapa kata putus asa
Tidak pernah tertulis dalam pendirian kami
Meskipun pada akhirnya kami jadi sejarah
yang mungkin selamanya dikenang

Sebelum itu, darah menjadi minuman kami
Bunyi pistol menjadi syair di setiap derap langkah
Peluruh menjadi makanan kami
Ada yang melintas, ada yang diam
Ada yang menembus tubuh memanggil kematian

Tumbuh menjadi pengorbanan
Kami dapatkan kemerdekaan yang kami impikan
Kamilah yang pantas merdeka

15. Merdeka, Kini dan Nanti

Karya: Ahmad Suryadi

Merdeka ini adalah upaya yang tak kenal lelah
Usaha yang tak pernah menyerah
Merdeka ini adalah cucuran keringat dan darah
Yang setia mencucur hingga melimpah ruah

Merdeka ini adalah lelah
Lelah yang dirasakan oleh setiap jiwa
Merdeka ini tak mudah dicapai
Karena berjuta ton darah raib serta tergadai

Merdeka didapat dengan taruhan nyawa
Demi merdeka jutaan nyawa dan jiwa melayang
Demi merdeka untuk senyum esok yang lebih
Demi merdeka untuk bangsa Indonesia
Demi merdeka ibu pertiwi, kini dan nanti

16. Merdeka Itu Mahal

Karya: Ahza Purnama

Jika kau ingin bebas
Jika kau ingin tak terikat
Jika kau ingin tak tertekan
Jika kau ingin hidup damai
Berarti kau ingin merdeka kawan

Tapi apa yang kau buat
Apakah sudah berkorban
Apakah sudah juang
Apakah sudah perang
Atau hanya berpangku tangan kawan

Tahukah kau
Ribuan jiwa runtuh tertimbun
Untuk membebaskan pertiwi dari penjajah keji
Walau darah membanjiri raga kawan
Ingat merdeka itu mahal

Jangan sia-siakan kemerdekaan ini
Merdeka itu tak bisa dibeli
Jangan samakan seperti roti
Merdeka itu sebuah ikatan hati
Dari pejuang untuk pertiwi

17. 1708

Karya: Ahmad M. Mabrur Umar

1708
Sejarah negeri telah terukir dalam ribanya
Dahulu dijajah, kini lantang bersorak merdeka
Merah putih berkibar gagah penuh karisma
Salam satu semboyan Bhinneka Tunggal Ika

1708
Takkan rela terjajah lagi
Malam suram berganti cerah mentari pagi
Tidak lagi terdengar tangisan pertiwi
Datanglah segera, jangan ayal lagi

1708
Bukti sejati juang para pahlawan
Mengangkat bambu, bedil pun dilawan
Penjajah dilawan, negeri sendiri jadi kawan
Walau langit kelam berbalut pekat sang awan

1708
Jangan lagi, jangan ada lagi
Tumpah darah karena beda tak berperi
Bersatulah bangsaku seperti para terdahului
Jangan ada jajah, pun dari bangsa sendiri

Demikian referensi beberapa pilihan puisi kemerdekaan 17 Agustus yang cocok untuk dijadikan naskah lomba peserta SD hingga anak-anak. Semoga bermanfaat.




(dai/dai)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads