12 Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus, Ada Chairil Anwar-W S Rendra

12 Puisi Kemerdekaan untuk 17 Agustus, Ada Chairil Anwar-W S Rendra

Melati Putri Arsika - detikSumbagsel
Kamis, 25 Jul 2024 06:00 WIB
Ilustrasi puisi kemerdekaan
Ilustrasi puisi kemerdekaan (Foto: iStock)
Palembang -

Puisi merupakan karya sastra yang berbahasa puitis mempunyai rima ritma, irama serta penyusunan larik dan bait. Berbagai tema bisa diangkat menjadi puisi, salah satunya adalah tentang kemerdekaan.

Setiap puisi yang dibuat biasanya mempunyai pesan yang disampaikan termasuk puisi tentang kemerdekaan. Puisi kemerdekaan biasanya berisi ungkapan penyair mengenai makna perjuangan pahlawan merebut kemerdekaan Indonesia. Puisi ini mengangkat semangat nasionalisme bangsa melalui sebuah karya.

Sejumlah puisi tentang kemerdekaan dibuat oleh penyair ternama seperti Chairil Anwar dan W.S Rendra. Selain itu ada banyak lagi puisi kemerdekaan yang bisa menjadi referensi untuk dibacakan saat acara 17 Agustus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inilah 12 puisi kemerdekaan untuk acara 17 Agustus yang dikutip dari buku Antologi Puisi Kemerdekaan Alfin Nirhayatul Islamiyah dkk. Contoh puisi ini meliputi bait pendek, panjang mulai dari 2, 3 hingga 4 lebih paragraf.

Kumpulan Puisi Kemerdekaan

1. Jaga Malam

Karya: Chairil Anwar

ADVERTISEMENT

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemudanya yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian

ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

2. Diponegoro

Karya: Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

3. Puisi Karawang Bekasi Karya Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hari?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu

Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

4. Maju

Karya: Chairil Anwar

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu

Sekali berarti
Sudah itu mati

MAJU

Bagimu negeri
Menyediakan api

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

5. Gugur

Karya: W.S. Rendra

Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
Pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya

Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
Luka-luka di badannya

Bagai harimau tua
Susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
Menatap musuh pergi dari kotanya

Sesudah pertempuran yang gemilang itu
Lima pemuda mengangkatnya
Di antaranya anaknya
Ia menola
Dan tetap merangkak
Menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya

Belum lagi selusin tindak
Maut pun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya
Ia berkata:

"Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah
Dan aku pun berasal dari tanah
Tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Karena kita punya bumi kecintaan
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah
Bumi kita adalah kehormatan
Bumi kita adalah jiwa dari jiwa
Ia adalah bumi nenek moyang
Ia adalah bumi waris yang sekarang
Ia adalah bumi waris yang akan datang
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Karena api menyala di kota Ambarawa."

Orang tua itu kembali berkata:
"Lihatlah, hari telah fajar!
Wahai bumi yang indah,
Kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
Nanti sekali waktu
Seorang cucuku
Akan menancapkan bajak
Di bumi tempatku terkubur
Kemudian akan ditanamnya benih
Dan tumbuh dengan subur."

Maka ia pun berkata:
"Alangkah gembur tanah di sini!
Hari pun lengkap malam
Ketika ia menutup matanya."

6. Sajak Sebotol Bir

Karya: W.S Rendra

Menengak bir sebotol,
menatap dunia,
dan melihat orang-orang kelaparan.
Membakar dupa,
mencium bumi,
dan mendengar derap huru-hara.

Kota metropolitan di sini tidak tumbuh dari industri,
Tapi tumbuh dari kebutuhan negara industri asing
akan pasaran dan sumber pengadaan bahan alam
Kota metropolitan di sini,
adalah sarana penumpukan bagi Eropa,
Jepang, Cina, Amerika,
Australia, dan negara industri lainnya.

untuk menjadi orang lain.
Kita telah menjadi asing
di tanah leluhur sendiri.
Orang-orang desa blingsatan, mengejar mimpi,
dan menghamba ke Jakarta.
Orang-orang Jakarta blingsatan, mengejar mimpi
dan menghamba kepada Jepang,
Eropa, atau Amerika.

7. Puisi Nyanyian Kebangkitan

Karya: Ahmadun Yosi Herfanda

Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan
Di antara pahit-manisnya isi dunia
Akankah kau biarkan aku duduk berduka
Memandang saudaraku, bunda pertiwiku
Dipasung orang asing itu?
Mulutnya yang kelu
Tak mampu lagi menyebut namamu

Berikan suaramu, kemerdekaan
Darah dan degup jantungmu
Hanya kau yang kupilih
Di antara pahit-manisnya isi dunia

Orang asing itu beradab-abad
Memujamu di negerinya
Sementara di negeriku
Ia berikan belenggu-belenggu
Maka bangkitlah Sutomo
Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo
Bangkitlah Ki Hajar Dewantoro
Bangkitlah semua dada yang terluka
"Bergenggam tanganlah dengan saudaramu
Eratkan genggaman itu atas namaku
Kekuatan akan memancar dari genggaman itu."

Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan
Di antara pahit-manisnya isi dunia!
(Matahari yang kita tunggu
Akankah bersinar juga
Di langit kita?)

8. Barisan Masa Depan

Karya: Acep Suhendar

Kami sudah siap bergerak
Kami sudah tak sabar untuk menatap langit
Gerakan kami serentak
Untuk segera menemukan berlian yang terkubur

Nyali kami tidak bisa diukur oleh apapun
Ketika bel mulai berbunyi
Kami akan berlari sekencang-kencangnya
Menyongsong masa baru yang akan datang

Beritakan hal ini pada Bung Karno
Beritakan juga hal ini pada Bung Hatta
Bahwa mereka tak pernah sia-sia menciptakan negeri ini
Bahwa mereka telah berhasil memerdekaan bangsa ini

Kami barisan masa depan bergerak tanpa batas
Lampaui batas kemampuan dan bakat kami
Kami nyawa negeri ini
Kami pondasi bangsa ini

9. Kamilah yang Pantas Merdeka

Karya: Annuqayah

17 Agustus kembali datang
Banyak sejarah, banyak pengorbanan, banyak peninggalan
Museum yang mengabadikan
Buku sejarah yang menceritakan

Inilah kami tidak takut gugur di medan perang
Tujuan kami bukan kematian melainkan kemerdekaan abadi
Wahai penjajah!
Kedatanganmu memberontak, merampas, mencaci maki
dan menyiksa orang-orang tak berdosa

Entah mengapa kata putus asa
Tidak pernah tertulis dalam pendirian kami
Meskipun pada akhirnya kami jadi sejarah
yang mungkin selamanya dikenang

Sebelum itu, darah menjadi minuman kami
Bunyi pistol menjadi syair di setiap derap langkah
Peluruh menjadi makanan kami
Ada yang melintas, ada yang diam
Ada yang menembus tubuh memanggil kematian

Tumbuh menjadi pengorbanan
Kami dapatkan kemerdekaan yang kami impikan
Kamilah yang pantas merdeka

10. Merdeka, Kini dan Nanti

Karya: Ahmad Suryadi

Merdeka ini adalah upaya yang tak kenal lelah
Usaha yang tak pernah menyerah
Merdeka ini adalah cucuran keringat dan darah
Yang setia mencucur hingga melimpah ruah

Merdeka ini adalah lelah
Lelah yang dirasakan oleh setiap jiwa
Merdeka ini tak mudah dicapai
Karena berjuta ton darah raib serta tergadai

Merdeka didapat dengan taruhan nyawa
Demi merdeka jutaan nyawa dan jiwa melayang
Demi merdeka untuk senyum esok yang lebih
Demi merdeka untuk bangsa Indonesia
Demi merdeka ibu pertiwi, kini dan nanti

11. Merdeka Itu Mahal

Karya: Ahza Purnama

Jika kau ingin bebas
Jika kau ingin tak terikat
Jika kau ingin tak tertekan
Jika kau ingin hidup damai
Berarti kau ingin merdeka kawan

Tapi apa yang kau buat
Apakah sudah berkorban
Apakah sudah juang
Apakah sudah perang
Atau hanya berpangku tangan kawan

Tahukah kau
Ribuan jiwa runtuh tertimbun
Untuk membebaskan pertiwi dari penjajah keji
Walau darah membanjiri raga kawan
Ingat merdeka itu mahal

Jangan sia-siakan kemerdekaan ini
Merdeka itu tak bisa dibeli
Jangan samakan seperti roti
Merdeka itu sebuah ikatan hati
Dari pejuang untuk pertiwi

12. 1708

Karya: Ahmad M. Mabrur Umar

1708
Sejarah negeri telah terukir dalam ribanya
Dahulu dijajah, kini lantang bersorak merdeka
Merah putih berkibar gagah penuh karisma
Salam satu semboyan Bhinneka Tunggal Ika

1708
Takkan rela terjajah lagi
Malam suram berganti cerah mentari pagi
Tidak lagi terdengar tangisan pertiwi
Datanglah segera, jangan ayal lagi

1708
Bukti sejati juang para pahlawan
Mengangkat bambu, bedil pun dilawan
Penjajah dilawan, negeri sendiri jadi kawan
Walau langit kelam berbalut pekat sang awan

1708
Jangan lagi, jangan ada lagi
Tumpah darah karena beda tak berperi
Bersatulah bangsaku seperti para terdahului
Jangan ada jajah, pun dari bangsa sendiri

Itulah kumpulan 12 puisi kemerdekaan yang bisa menjadi referensi acara 17 Agustus 2024. Semoga bermanfaat.




(csb/csb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads