Ogoh-ogoh adalah patung yang merefleksikan kepribadian Bhuta Kala yang menyimbolkan hal-hal negatif. Patung itu akan diarak keliling desa sebelum perayaan Nyepi.
Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok raksasa yang menyeramkan. Terkadang ogoh-ogoh digambarkan dari wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Surga dan Neraka, seperti naga, gajah, widyadari.
Berikut penjelasan mengenai tradisi ogoh-ogoh dan maknanya bagi umat Hindu, serta asal usulnya yang dirangkum detikSumbagsel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenal Ogoh-Ogoh
Dilansir situs Pemerintah Kabupaten Buleleng, ogoh-ogoh berasal dari kata Bali yakni ogah-ogah berarti sesuatu yang digoyang-goyangkan. Tradisi ini rutin dilakukan sebelum Hari Raya Nyepi.
Tradisi ogoh-ogoh muncul sekitar tahun 80-an dan masih terus berjalan hingga sekarang. Bahkan lama kelamaan menjadi daya tarik atraksi wisata di Bali.
Kendati begitu, ternyata ada satu desa di Denpasar yang tidak melakukan tradisi ogoh-ogoh yaitu Desa Pakraman Renon. Penyebabnya karena pernah ada kejadian yang tidak terduga. Ketika masyarakat sedang mengarak ogoh-ogoh, patung raksasa pernah bergerak dan berjalan sendiri.
Lantas, masyarakat desa itu hanya menonton arakan ogoh-ogoh di tempat lain. Kalaupun ada yang membuat ogoh-ogoh, maka langsung dibakar tanpa pengarakan.
Pelaksanaan Ogoh-ogoh
Dikutip jurnal Tradisi Ogoh-Ogoh untuk Mewujudkan Kerukunan Antar Umat Hindu dan Islam milik Mahdinatin Muamalah dkk, proses arakan patung Bhuta Kala dilakukan guna menyucikan lingkungan sekitar dari roh-roh jahat.
Pelaksanaannya dilakukan dengan cara dibakar. Umat Hindu berharap roh-roh jahat tersebut tidak mengganggu proses Catur Brata Penyepian yang dilakukan hari besoknya.
Makna Tradisi Ogoh-ogoh
Ogoh-ogoh dimaknai sebagai Bhuta Kala yang memiliki sifat jahat dan negatif yang perlu dinetralisir agar tidak mengusik kesejahteraan manusia. Hal itu dijelaskan pada jurnal Tradisi Ogoh-Ogoh di Bali dalam Tinjauan Kritis Filsafat Kebudayaan Cornelis Anthonie Van Peursen oleh Gede Agus Siswadi.
Tradisi ogoh-ogoh mengandung gagasan tentang sifat Tuhan (Niskala) lewat imajinasi yang didukung mitologi untuk merefleksikan unsur alam (Bhuta). Nantinya akan berkembang menjadi disharmonis dan berubah menjadi pengaruh negatif (kala). Jika Bhuta Kala berkembang, niscaya akan menjadi sebuah malapetaka yang mengganggu kesejahteraan masyarakat.
Karena hal itu, Bhuta Kala ini perlu dinetralisir dengan cara dibakar agar kehidupan masyarakat berjalan dengan rukun dan damai.
Nah detikers, itulah rangkuman mengenai asal-usul hingga makna tradisi ogoh-ogoh. Semoga membantu ya!
Artikel ini ditulis oleh Dian Fadilla, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(dai/dai)