Polisi Ungkap Fakta Hasil Investigasi Dugaan Iki Dieksploitasi Ayah-Nenek

Sumatera Selatan

Polisi Ungkap Fakta Hasil Investigasi Dugaan Iki Dieksploitasi Ayah-Nenek

Prima Syahbana - detikSumbagsel
Kamis, 08 Feb 2024 17:01 WIB
Potret kehidupan Iki, bocah kelas 5 SD yang harus menghidupi nenek dan 3 adiknya di Palembang.
Foto: Iki dan 3 adiknya beserta nenek saat duduk di depan rumah kontrakannya. (Rio Roma Dhoni)
Palembang -

Polisi telah merampungkan investigasi terkait dugaan Muhammad Rizky Aditya atau Iki (11), bocah yang terpaksa menjadi tulang punggung keluarga dengan berjualan keripik, diduga dieksploitasi ayah dan nenek. Lantas apa hasilnya?

Kapolrestabes Palembang Kombes Harryo Sugihartono menjelaskan jika pihaknya telah mengambil keterangan dari ayah Iki, M Ferdi Krandani (31) dan neneknya, Sa'adah (49), terkait isu tersebut. Dari situ sejumlah fakta akhirnya terungkap.

"Hasil permintaan informasi terhadap ayah kandung anak itu bahwa dia memang pergi meninggalkan istrinya yang bernama Anita Sari (almarhumah) dan anak-anaknya sejak bulan Desember 2022 ke Nias, Sumatera Utara untuk bekerja sebagai Buruh di PT PKS MADINAH," ungkap Kombes Harryo dikonfirmasi detikSumbagsel, Kamis (8/2/2023).

Dari keterangan itu juga, lanjutnya, Ferdi mengaku telah meninggalkan rumah sejak bulan Desember 2022 hingga Januari 2024. Akan tetapi, selama kurun waktu tersebut, Ferdi mengaku masih mengirimkan nafkah berupa uang per bulan sekitar Rp 300 ribu-Rp 1 juta yang dikirimkan ke rekening ATM Bank BNI atas nama Ferdi sendiri.

"Yang mana ATM tersebut dipegang oleh istrinya. Ayah anak itu membenarkan bahwa anak kandungnya (Iki) berjualan keripik disuruh oleh istrinya untuk membantu perekonomian keluarga, dan sudah berjualan 2 tahun lamanya sejak tahun 2022," bebernya.

Sementara, lanjut Kombes Harryo, Iki sendiri juga mengakui telah berjualan berbagai macam keripik dengan pendapatan bersih per hari Rp 60-150 ribu, sejak 2022, saat ia duduk di kelas 3-5 SD, dan berhenti dilakukan korban pada bulan Januari 2024.

"Yang mana kegiatan berjualan dilakukan dari pulang sekolah sampai dengan maksimal pukul 19.00 WIB. Anak itu tidak lagi berjualan semenjak kedatangan PJ Wali kota Palembang, yang mana Bapak PJ Wali kota meminta agar korban tidak lagi berjualan," terangnya.

Ibu Iki yang menyuruh berjualan, sambungnya, telah meninggal dunia pada Januari 2024 lalu. Iki berjualan, katanya, juga atas kemauannya korban sendiri.

"Sebelum meninggal, ibu korban tidak bisa bekerja karena mengidap penyakit jantung dan juga mengurus adik-adik korban yang masih kecil-kecil, nenek korban tidak bisa bekerja karena sudah lanjut usia. Uang dari hasil penjualan digunakan untuk membeli popok, beras serta kebutuhan rumah tangga lainnya," katanya.

Disamping itu, kepada polisi, Iki mengatakan selalu mendapatkan kiriman uang dari ayahnya tiap bulan, yang digunakan untuk biaya sekolah dan kebutuhan rumah tangga yang ditransfer oleh ayahnya ke ibunya. Iki saat ini tinggal bersama nenek dari sebelah ibu, 2 tante yang berusia 13 dan 11 tahun, 3 saudara kandung serta ayah korban yang baru pulang merantau pada tanggal 27 Januari 2024.

Berbagai bantuan juga sudah diterima Iki, baik dari pemerintah, swasta, pihak sekolah dan lain sebagainya termasuk dari staf kepresidenan yang memberikan uang Rp 60 juta melalui Bank BNI untuk biaya pendidikan yang bisa dicairkan apabila anak akan melanjutkan sekolah. Saat ini, rekening bank tersebut statusnya dibekukan.

"Dari hasil pemberian/santunan korban berkeinginan untuk membuka lapak dagangan agar tidak lagi berjualan keliling, dan dapat mencukupi kebutuhan keluarga," tambahnya.

Sementara terkait dugaan penelantaran anak dan eksploitasi yang dilakukan ayah dan nenek Iki, Kombes Harryo menyebut tidak terdapat cukup bukti terkait hal tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 76 I juncto Pasal 88 atau Pasal 76 B juncto Pasal 77 B Undang-undang RI nomor 35 tahun 2014, Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002, Tentang Perlindungan anak.

"Kesimpulannya berdasarkan fakta-fakta tersebut, terhadap ayah dan nenek anak itu tidak terdapat cukup bukti atas dugaan melakukan tindak pidana setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi terhadap anak atau tindak pidana setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran," jelasnya.




(dai/dai)


Hide Ads