- Kronologi Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ182
- Jumlah Korban Pesawat Sriwijaya Air SJ182
- Faktor Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ182 1. Tahapan Perbaikan Sistem Autothrottle 2. Terjadi Asymmetry 3. Keterlambatan Cruise Thrust Split Monitor (CTSM) 4. Terjadi Complacency dan Bias Konfirmasi 5. Pesawat Belok Tidak Sesuai 6. Belum Ada Panduan Upset Prevention and Recovery Training (UPRT)
Hari ini, 9 Januari 2024 merupakan peringatan 3 tahun jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 di Perairan Kepulauan Seribu. Kejadian pilu tersebut menjadi duka bagi masyarakat Indonesia khususnya keluarga korban.
Untuk mengenang pesawat Sriwijaya Air SJ182 yang jatuh pada 9 Januari 2021, berikut beberapa kilas balik yang dirangkum detikSumbagsel mulai dari kronologi, korban hingga faktor jatuhnya pesawat.
Kronologi Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ182
Mengutip dari laporan detikNews 3 tahun silam, pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta-Pontianak berangkat dari Bandara Soekarno Hatta pukul 14.36 WIB. Setelah 4 menit lepas landas, tepatnya pukul 14.40 WIB, pesawat hilang kontak di sekitar Tanjung Pasir Pulau Lancang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pesawat terbang ke arah barat kemudian menuju utara. Terakhir pesawat terlihat berada di atas Laut Jawa tepatnya sisi utara Pulau Jawa. Hanya hitungan detik, pesawat hilang dari radar.
Dalam waktu 1 menit pesawat Sriwijaya Air SJ182 kehilangan ketinggian 10 ribu kaki setelah 4 menit lepas landas dari Jakarta. Tepat pukul 14.55 WIB, pesawat dikabarkan benar-benar hilang kontak.
![]() |
Jumlah Korban Pesawat Sriwijaya Air SJ182
Pesawat Sriwijaya Air SJ182 mengangkut 62 orang penumpang termasuk kru kabin. Terdapat 57 orang dewasa, 5 anak-anak dan 1 bayi yang menjadi korban.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengungkap satu per satu identitas korban berhasil ditemukan. Hingga penutupan kasus pada 2 Maret 2021 tercatat ada 59 korban yang berhasil diidentifikasi.
![]() |
Setelah berakhirnya operasi investigasi, tersisa 3 korban yang belum teridentifikasi. Penyebabnya karena belum mendapat sampel yang digunakan sebagai pembanding. Korban tersebut terdiri dari 1 perempuan dewasa, 1 anak perempuan dan 1 bayi laki-laki.
"Adapun 3 orang yang dilaporkan sebagai penumpang SJ182 penerbangan JKT-Pontianak atas nama Panca Widya, perempuan umur 46 tahun. Kedua, Dania anak perempuan usia 2 tahun; dan ketiga, Arkana, bayi laki-laki umur 7 bulan hingga akhir operasi ini belum dapat dinyatakan teridentifikasi karena belum ada sampel yang dijadikan sebagai pembanding," ujar Rusdi Hartono.
Walaupun ketiga korban saat itu belum berhasil diidentifikasi, pemerintah membuatkan surat kematian resmi melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Faktor Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ182
Berdasarkan laporan detiknews dalam 'KNKT Paparkan 6 Penyebab Jatuhnya Sriwijaya Air SJ182 di Kepulauan Seribu' pada Kamis (10/11/2022), terungkap ada 6 faktor terjadinya kecelakaan pesawat. Berikut penjelasannya.
![]() |
1. Tahapan Perbaikan Sistem Autothrottle
KNKT menjelaskan faktor pertama jatuhnya pesawat Air SJ182 karena tahapan perbaikan autothrottle atau throttle otomatis belum mencapai bagian mekanikal. Sehingga kerusakan terjadi.
"Jadi ada beberapa laporan kerusakan autothrottle, sudah diperbaiki dan sudah dilakukan penggantian komplemen, namun demikian pergantian ini belum sampai ke bagian mekanikal," ujar Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo dikutip dari detiknews.
2. Terjadi Asymmetry
Masalah kedua karena terjadi asymmetry yang menimbulkan perbedaan tenaga mesin akibat pesawat bergeleng atau yowing. Asymmetry terjadi karena thrust lever kanan tidak ,undur sesuai dengan permintaan autopilot.
Kondisi tersebut membuat tenaga mesin sebelah kanan tidak berkurang dan bagian kiri mengkompensasi lebih banyak. Hal itu menyebabkan pesawat yowing. Secara aerodynamic pesawat yang yowing akan diikuti mengguling atau roll, pesawatnya akan miring.
Pada penerbangan Sriwijaya Air SJ182 terjadi gaya yang membelokkan pesawat ke ke kiri sebab adanya perbedaan tenaga mesin menjadi lebih besar dari gaya yang membelokkan ke kanan.
"Misalnya untuk naik membutuhkan tenaga seratus, harusnya dua-duanya bergerak mundur di 50. Tetapi yang kanan misalnya di angka 75 maka yang kiri mundur ke angka 25 untuk menghasilkan tenaga yang diminta autopilot sebesar 100. Jadi perbedaan tenaga mesin, perbedaan posisi thrust lever ini disebut asymmetry," jelasnya.
3. Keterlambatan Cruise Thrust Split Monitor (CTSM)
Pada saat terjadinya asymmetry, proses menonaktifkan autothrottle melalui cruise thrust split monitor (CTSM) mengalami keterlambatan. Penyebabnya karena flight spoiler memberikan nilai yang sangat rendah sehingga berakibat pada asymmetry semakin besar.
"Kami meyakini bahwa keterlambatan CTSM ini karena flight spoiler memberi nilai yang lebih kecil dari bukaan sudut yang sesungguhnya sehingga aktivasinya menjadi terlambat," jelas Nurcahyo.
4. Terjadi Complacency dan Bias Konfirmasi
Dugaan dari KNKT bahwa pilot percaya dengan otomatisasi atau dikenal dengan istilah complacency sehingga menimbulkan bias konfirmasi dan tidak disadari terjadi asymmetry serta penyimpangan arah penerbangan.
"Jadi kami mengindikasikan bahwa karena adanya rasa percaya sistem otomatisasi atau sering disebut sebagai complacency, yakin bahwa autopilot sudah saya atur, arahnya ke kanan, ketinggiannya sudah saya atur, maka semuanya akan bergerak sesuai apa yang diinginkan' itu rasa percaya itu sebagai complacency," katanya.
5. Pesawat Belok Tidak Sesuai
Kondisi pesawat berbelok ke kiri sementara seharusnya itu belok kanan dan arah kemudi juga ke kanan. KNKT menduga terjadi monitoring yang kurang sehingga menimbulkan asumsi bahwa pesawat berbelok ke kanan. Hal itu membuat tindakan pemulihan tidak sesuai.
"Bahwa pesawat miring ke kiri, tapi kemudinya miring ke kanan, ini menjadi tidak sesuai, karena asumsinya miring ke kanan. Jadi FDR bahwa 4 detik pertama pada saat pemulihan kemudian dibelokkan ke kiri," ungkapnya.
6. Belum Ada Panduan Upset Prevention and Recovery Training (UPRT)
Pada kasus ini KNKT menemukan bahwa di Sriwijaya Air belum adanya aturan dan panduan upset prevention and recovery training (UPRT). Hal itu menjadi bagian dari proses pelatihan oleh maskapai untuk menjamin kemampuan dan pengetahuan pilot dalam mencegah dan memulihkan terkait kondisi kemiringan pesawat.
"Dirjen Perhubungan Udara juga merevisi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) Bagian 121 terkait ketentuan pelaksanaan upset prevention & recovery training (UPRT) dan membentuk tim khusus untuk membuat panduan pelaksanaan UPRT di Indonesia," pungkasnya.
Demikianlah peristiwa jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 di Perairan Kepulauan Seribu. Mari kita doakan korban serta keluarga yang ditinggalkan. Semoga artikel ini bermanfaat.
(des/des)