Yenny Wahid diisukan sebagai kandidat cawapres mendampingi Anies Baswedan. Ia pun menyatakan siap mendampingi bacapres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) tersebut. Namun Wasekjen Partai Demokrat Jasen Sitindaon mengungkap pandangannya. Ia tak setuju jika Yenni Wahid menjadi cawapres Anies.
Menurut Jansen, Yenny Wahid masih jadi bagian dari pemerintahan saat ini. Meski pun secara kualifikasi, Yenny Wahid cukup representatif, namun bagi Jansen tidak pas mendampingi Anies Baswedan di Koalisi Perubahan.
"Mbak Yenny buat saya bagus. Bahkan lengkap sekali dengan segala atribusi yang melekat dalam diri beliau. Namun untuk posisi wapres di Koalisi Perubahan, buat saya beliau tidak pas, tidak cocok. Mungkin cocoknya di koalisi yang lain," kata Jansen dalam cuitan akun Twitter-nya dilansir detikNews, Kamis (10/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengingat Yenny Wahid masih jadi bagian dari pemerintahan saat ini, hal itu menurut Jansen tidak sesuai dengan cita-cita Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), yang dibesut Demokrat bersama NasDem dan PKS, yakni mengusung perubahan dari pemerintahan saat ini. Ia pun menganggap, sosok cawapres Anies haruslah merepresentasikan gerakan perubahan tersebut.
"Karena jika koalisi ini menang, sebagaimana namanya perubahan, banyak hal yang ingin kami ubah. Dan idealnya cawapres perubahan ini memang yang selama ini wajahnya merepresentasikan hal itu," katanya.
Jika Yenny Wajid menjadi cawapres Anies, lanjut Jansen, para pendukung Anies akan bingung karena figur cawapresnya tak sesuai dengan tagline poros koalisi.
"Agar koalisi ini juga semakin kuat posisi dan brandingnya di rakyat yang ingin perubahan. Di mana semakin hari semakin besar dan luas dukungannya. Tentu mereka akan bingung jika koalisi yang katanya mengusung perubahan malah mencalonkan tokoh yang bukan perubahan, apalagi dia tokoh 'status quo' atau bagian dari rezim ini. Baik dia bagian inti atau pinggiran rezim ini," ujarnya.
Ia juga menyinggung, para pendukung Jokowi maupun koalisi tak akan senang jika Yenny Wahid tiba-tiba beralih ke KPP.
"Tentu jikapun saya misalnya jadi Pak Jokowi termasuk para pendukung rezim ini, pasti akan tidak sukalah: 'anda selama ini ikut menikmati rezim ini kok malah tiba-tiba mau mengkritiknya dan pindah ke barisan perubahan lagi," katanya.
Jansen pun menegaskan agar pihak-pihak di dalam koalisi pemerintah agar konsisten di dalam koalisi. Sementara, pihaknya juga akan konsisten berada di luar rezim.
"Jadi ini sebenarnya untuk kebaikan bersama. Biarlah teman-teman yang selama berada dan ikut di rezim ini: mendukung lanjutkan, kami yang di luar mengusung perubahan. Biar nanti rakyat yang menentukan di pemilu siapa yang menang dan mendapat dukungan terbanyak," kata dia.
Ia menekankan agar mereka yang berada di posisi pemerintah saat ini agar tidak mencoba masuk ke KPP dan mencari koalisi lain jika memang ingin jadi cawapres.
"Jadi bagi para peminat, jika diri anda selama ini tidak merepresentasikan perubahan, apalagi jadi bagian dan ikut menikmati rezim ini, saya pribadi berharap anda cari koalisi lain saja jika mau jadi cawapres," ujar Jansen.
Ia juga tegas akan menentang mereka yang mereka yang tidak merepresentasikan perubahan untuk coba-coba menjadi cawapres mendampingi Anies.
"Saya pribadi akan menentang anda, minimal di rapat-rapat di partai saya Demokrat yang adalah pemegang 9,3 persen dalam koalisi perubahan ini. Soal apakah pendapat saya itu akan menang atau kalah, tidak terlalu penting buat saya. Penting saya akan bersuara menentang dan menolak anda yang tidak merepresentasikan perubahan namun ingin jadi cawapres di koalisi ini," lanjut dia.
Sebelumnya, menyatakan kesiapannya untuk jadi cawapres Anies Baswedan. Ia mengaku punya kedekatan khusus dengan Anies.
"Semua sama, semua sama (menjalin komunikasi). Saya itu dengan Pak Anies punya kedekatan khusus, karena Pak Anies jadi rektor saya jadi salah satu dosen. Saya pulang dari ambil master saya di Amerika, Mas Anies tawari saya di Universitas Paramadina, beliau waktu itu jadi rektor," katanya.
(nkm/nkm)