Di balik gemerlap budaya populer yang mendunia, Korea Selatan (Korsel) menghadapi ancaman serius. Angka kelahiran di Negeri Ginseng itu berada di titik terendah. Populasi diprediksi anjlok dalam 4-5 dekade ke depan.
Dikutip dari detikHealth, banyak anak muda Korsel menunda berkeluarga atau tidak memiliki anak sama sekali. Hal ini dipicu tingginya biaya membesarkan anak hingga kenaikan harga properti. Kaum hawa memprioritaskan kehidupan pribadi dan mengesampingkan mencari pasangan hidup.
Pada tahun 2022, rata-rata wanita Korsel melahirkan anak di usia 33,5 tahun. Hanya ada 24 bayi lahir per 1.000 wanita di usia 20-an tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut data statistik, hanya ada 249 ribu bayi lahir di Korsel tahun 2022. Turun 4,4 persen dibanding tahun sebelumnya.
Dikutip dari The Guardian, angka kelahiran per wanita di Korsel hanya berjumlah 0,78. Korsel jadi satu-satunya negara di dunia yang memiliki angka kelahiran di bawah 1 kelahiran per wanita.
Jika tidak ada perbaikan, jumlah populasi Korsel yang saat ini berada di angka sekitar 52 juta jiwa bisa anjlok menjadi 38 juta jiwa. Ini diprediksi terjadi dalam empat atau lima dekade ke depan, atau sekitar pada tahun 2070.
Bagaimana dengan Indonesia? Terjadi fenomena serupa, angka kelahiran di Indonesia turun. Di tahun 1990, angka kelahiran di angka 3,1. Di tahun 2022 menjadi 2,15.
Kondisi ini termasuk relatif aman. Sebab, menurut ahli, untuk menjaga stabilitas populasi dibutuhkan angka kelahiran 2,1.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip detikSumbagsel, Minggu (2/7/2023), jumlah penduduk pertengahan tahun di Indonesia selama tiga tahun berturut mengalami kenaikan tipis. Tahun 2021 berjumlah 272 juta, tahun 2022 menjadi 275 juta, dan tahun 2023 menjadi 278 juta.
(trw/trw)