Uang Kuliah Tunggal (UKT) jadi bahan demo mahasiswa di sejumlah kampus. Mahasiswa menilai tarif UKT terlalu tinggi. Polemik terjadi di Universitas Indonesia (UI). Pihak kampus memberi jawaban menohok.
"Kalau dari data (yang diinput) ternyata mobilnya Pajero, rumahnya di mana, masa kami kasih (tarif UKT) Rp 500 ribu," kata Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI, Amelita Lusia, Kamis (29/6/2023).
"Kalau dibilang, 'oh itu mobil om saya'. Oh ya sudah, mungkin disertakan STNK mobil atas nama om-nya, kami pasti turunkan ya. Itu terjadi kok di UI, ada yang seperti itu," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari detikNews, Amelita menyebutkan setiap mahasiswa baru diberi informasi tentang proses dan skema penetapan uang kuliah. Ada yang setuju, ada yang minta keringanan lewat cicilan. Ada juga yang keberatan dan minta tarif diturunkan.
Jika minta keringanan, maka mahasiswa diwajibkan memberikan data pendukung saat daftar ulang. Penetapan tarif UKT didasarkan pada data tersebut.
"Sebenarnya, kalau minta keringanan, ada kok yang zero (UKT-nya). Ada yang Rp 500 ribu, dari awal kami kasih Rp 500 ribu. Atau ada dia minta keringanan, kami kasih," ujarnya.
Pernyataan Amelita menjawab kritik BEM UI. Disebutkan BEM, pihak kampus tak transparan soal UKT. Juga tak melibatkan mahasiswa terkait pengkajian biaya pendidikan.
Seperti apa kritik BEM UI dan bagaimana sebetulnya skema UKT di UI, simak di halaman berikutnya
Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang, mengaku menerima 700 aduan dari 2 ribu mahasiswa yang diterima melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Menurut dia, banyak yang keberatan dengan biaya UKT.
"Tidak ada sedikitpun keterbukaan data dan rasionalisasi UI menetapkan biaya pendidikan mahasiswanya. Memang telah disediakan ruang pengajuan banding bagi mahasiswa yang keberatan. Akan tetapi, sistem banding yang tersedia hanya berbentuk komentar dan tidak jelas mekanismenya," ujar Melki dalam keterangan tertulis, Jumat (23/6).
Kritik lengkap BEM UI terkait UKT, bisa klik di sini.
Sejarah UKT
Skema UKT dimulai pada tahun 2013. Tercantum dalam Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013 yang kemudian direvisi dalam Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015.
UKT merupakan pengganti uang pangkal. Besarannya tergantung pada salah satunya, penghasilan orang tua mahasiswa.
Mahasiswa dengan orang tua yang berpendapatan kecil, maka akan mendapatkan golongan UKT rendah. Sebaliknya, mahasiswa dengan orang tua berpenghasilan tinggi, maka akan mendapatkan golongan UKT yang tinggi pula.
Sistem UKT berfungsi sebagai subsidi silang. Diharapkan bisa memberikan dampak terhadap pemerataan dan keadilan untuk seluruh mahasiswa. Program ini juga diharapkan memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan bagi mahasiswa yang berlatar belakang ekonomi kurang mampu.
Golongan UKT di UI
Dilansir dari situs UI, berikut skema dan golongan UKT untuk tahun akademik 2023/2024:
Rumpun Sains Teknologi dan Kesehatan
UKT 1 Rp 0 - Rp 500 ribu
UKT 2 Rp 500 ribu - Rp 1 juta
UKT 3 Rp 1 juta 0 Rp 2 juta
UKT 4 Rp 2 juta - Rp 4 juta
UKT 5 Rp 4 juta - Rp 6 juta
UKT 6 Rp 6 juta - Rp 7,5 juta
UKT 7 Rp 7,5 juta - Rp 10 juta
UKT 8 Rp 10 juta - Rp 12,5 juta
UKT 9 Rp 12,5 juta - Rp 15 juta
UKT 10 Rp 15 juta - Rp 17,5 juta
UKT 11 Rp 17,5 juta - Rp 20 juta
Rumpun Sosial dan Kesehatan
UKT 1 Rp 0 - Rp 500 ribu
UKT 2 Rp 500 ribu - Rp 1 juta
UKT 3 Rp 1 juta 0 Rp 2 juta
UKT 4 Rp 2 juta - Rp 3 juta
UKT 5 Rp 3 juta - Rp 4 juta
UKT 6 Rp 4 juta - Rp 5 juta
UKT 7 Rp 5 juta - Rp 7,5 juta
UKT 8 Rp 7,5 juta - Rp 10 juta
UKT 9 Rp 10 juta - Rp 12,5 juta
UKT 10 Rp 12,5 juta - Rp 15 juta
UKT 11 Rp 15 juta - Rp 17,5 juta