Dilansir detikFinance, sebelumnya Presiden Jokowi sempat mengeluh soal rendahnya penggunaan dana stunting untuk membeli makanan bergizi bagi anak-anak di sebuah daerah. Besarnya kurang dari Rp 2 miliar. Padahal dalam APBD tersebut total anggaran untuk stunting sebesar Rp 10 miliar. Sisanya ke mana?
"Saya cek, perjalanan dinas Rp 3 miliar, rapat-rapat Rp 3 miliar, penguatan pengembangan apa bla bla bla Rp 2 miliar. Yang benar-benar (untuk) beli telur itu nggak ada Rp 2 miliar. Kapan stunting mau selesai kalau caranya seperti ini," papar Jokowi, Rabu (14/6/2023).
Menyusul keluhan Presiden itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa pun turut menyinggung puskesmas yang menggunakan anggaran stunting untuk keperluan yang tidak berkaitan dengan perbaikan gizi. Salah satunya membetulkan pagar puskesmas.
"Stunting saya ingin tahu, apa yang dialokasikan, dianggarkan. Ternyata dia memperbaiki pagar puskesmas," katanya di Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Tak hanya anggaran stunting, Suharso juga membahas program revolusi mental yang anggarannya juga disalahgunakan, khususnya banyak terjadi di daerah.
"Waktu itu mental, revolusi mental. Saya kejar sampai ke bawah, munculnya malah beli motor trail, kaya gitu, tapi kan itu di daerah," katanya.
Menurutnya, Bappenas sendiri sulit melakukan pengawasan atau memberlakukan sanksi jika ada praktik-praktik seperti itu di daerah karena memang bukan kewenangan mereka. Tugas Bappenas sebatas mengalokasikan anggaran di tingkat tertentu.
Pada kesempatan terpisah, Suharso juga pernah menyinggung bahwa penurunan angka stunting balita merupakan salah satu target Jokowi yang mungkin tak tercapai pada 2024. Pemerintah menargetkan angka stunting turun hingga 14%. Nyatanya hingga 2022, angkat stunting masih berada di angka 21,6 persen.
Menurut Suharso, salah satu penyebabnya adalah anggaran stunting yang minim pada APBD sejumlah daerah. Ada yang hanya menganggarkan 2-5% saja untuk program penurunan stunting.
"Soal stunting misalnya, dianggap target nasional, jadi tanggung jawab nasional aja. Padahal itu yang kerjakan juga harus daerah," tegasnya pada Senin (12/6/2023), dilansir detikFinance.
(des/des)