Pantang Masuk Banyuasin, Warga Mengadu ke DPRD Sumsel

Pantang Masuk Banyuasin, Warga Mengadu ke DPRD Sumsel

Candra Setia Budi - detikSumbagsel
Kamis, 08 Jun 2023 17:00 WIB
Warga berdiskusi dengan anggota DPRD Sumsel menolak mereka masuk Kabupaten Banyuasin.
Foto: Candra Setia Budi/detikcom
Palembang -

Warga yang tinggal di perbatasan Palembang-Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel), mendatangi kantor DPRD Sumsel. Mereka datang untuk menolak menjadi warga Banyuasin.

Salah satu warga bernama Muhammad Taufik Hidayat mengatakan, tujuan mereka datang adalah untuk meminta pemerintah daerah (Pemda) khususnya Pemprov Sumsel melalui DPRD untuk menunda Permendagri 134/2022 ini. Sebab, mereka menilai Permendagri itu mencederai warga sekitar.

"Kami dari awal tinggal di Palembang. KK, KTP, dan hak pilih kami dari Palembang dan kami sudah tinggal di sana jauh sebelum Permendagri itu keluar," jelasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengungkapkan, jika harus mengikuti Permendagri 134 itu, banyak warga yang mengeluhkan untuk zonasi sekolah. Sebab, di wilayahnya banyak sekolah masuk wilayah Kota Palembang. Jika itu terjadi, maka warga akan kesulitan untuk mencari sekolah untuk anak-anaknya.

"Banyak keluhan dari warga. Kalau kami harus mengikuti Permendagri 134 itu dan masuk Banyuasin tentunya susah untuk masuk sekolah, terutama sekolah-sekolah yang ada di Kota Palembang karena wilayah itu Banyuasin otomatis zonasinya akan bermasalah," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Taufik pun berharap DPRD Kota Palembang dan DPRD Provinsi menyuarakan agar Permendagri 134 ini dapat ditunda.

"Yang datang saat ini ada dari dua kecamatan, Plaju dan Jakabaring. Juga ada sembilan RT dari Tegal Binangun," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Sumsel RA Anita Noeringhati mengatakan, warga datang untuk menolak perubahan status wilayah mereka menjadi wilayah Banyuasin. Sebelumnya daerah itu memang masuk Kota Palembang.

"Di mana Kelurahan 16 Ulu dan Tegal Binangun, sesuai dengan Permendagri 134 Tahun 2022, wilayah tersebut masuk dalam Kabupaten Banyuasin," katanya.

Anita mengatakan, berdasarkan usulan Gubernur tahun 1987 yang dituangkan dalam PP No 23 Tahun 1988, wilayah-wilayah tersebut masuk ke Kota Palembang. Namun dalam Permendagri 134, dia tidak melihat PP dijadikan dasar hukum dalam konsiderannya.

"Sehingga ini harusnya direview. Direview bukan karena masyarakat maunya tetap di Palembang, tetapi berdasarkan beberapa alasan baik sosio-geografi, peraturan perundangan, sosio-ekonomis, dan sosiologi dari mereka tentang pendidikan dan keamanan mereka sangat direpotkan bila masuk dalam wilayah Banyuasin," jelasnya.

Dia menambahkan, Permendagri 141 Tahun 2017 mengatur apabila ada perselisihan soal tapal batas, maka masih dimungkinkan pengajuan keberatan atas perundangan, karena yang memiliki legal standing atau subjek hukum yang berhak mengajukan judicial review adalah warga masyarakat.

"Kami DPRD juga akan mengirim surat ke Kemendagri. Kepentingan kami saat ini sedang membahas RT/RW. Kalau soal tata batas ini belum terselesaikan, saya ragu RT/RW ini akan mulus. Pasti akan ada pertentangan. Saya berharap untuk Permendagri itu pemberlakuannya ditunda dulu," ujarnya.




(des/des)


Hide Ads