Polemik tapal batas Palembang-Banyuasin merembet masalah pemilu. Ribuan warga mengancam akan menjadi golongan putih (golput) pada Pemilu 2024. KPU pun angkat suara dan menegaskan sikap mereka terkait hal itu.
Sebanyak kurang lebih 3 ribu warga Tegal Binangun, Sumatera Selatan (Sumsel) menolak keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait ketetapan batas wilayah yang membuat mereka mau tidak mau jadi warga Banyuasin.
Ketua KPU Sumsel Amrah Muslimin pun angkat bicara terkait ancaman golput itu. Menurutnya, pihak KPU tidak bisa memaksa warga jika ingin golput karena itu merupakan hak mereka. Warga negara yang golput tidak bisa dipidana. Jika terjadi pemaksaan dari KPU pun, berarti mereka menyalahi aturan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemilu itu kan bebas, jadi ketika warga di sana (Tegal Binangun) memilih golput, kita tidak bisa untuk memaksakan mereka harus memilih," katanya kepada detikSumbagsel Selasa (6/6/2023).
Amrah mengatakan, warga setempat memang memiliki KTP Palembang. Namun, berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 2022, wilayah tempat tinggal mereka sudah masuk Banyuasin. Amrah menegaskan bahwa KPU akan berpegang pada keputusan baru itu soal pembagian wilayah dan penentuan tempat pemungutan suara.
"Setahu saya mereka ber-KTP Palembang, dari jauh-jauh hari sebelumnya. Dan sekarang sudah ada keputusan Kementerian Dalam Negeri yang baru. Itulah payung hukum KPU. Jadi, KTP mereka sebagai orang Palembang berlaku dan wilayahnya berlaku adalah wilayah Banyuasin," jelasnya.
Lanjut Amrah, KPU nantinya tidak bisa mendirikan tempat pemungutan suara (TPS) untuk ribuan warga Palembang di daerah itu. Jika memaksa mendirikan di wilayah itu, maka KPU justru menyalahi aturan.
"Tidak boleh, karena KPU mendirikan TPS berbasis wilayah. Jadi, TPS Palembang harus didirikan di wilayah administratif Kota Palembang, kalau dipaksakan maka KPU akan melanggar aturan. Kalau penyelenggara menyalahi aturan, maka hasil pemilu tidak sah," jelasnya.
Namun demikian, KPU akan mencari solusi dari permasalahan tersebut. Yakni dengan mendirikan TPS di perbatasan Kota Palembang dan Kabupaten Banyuasin. Akan tetapi, pemilihnya hanya khusus warga yang ber-KTP Palembang.
"Salah satunya adalah akan didirikan TPS dekat perbatasan Kota Palembang. Itulah salah satu solusi yang mungkin akan kita ambil," paparnya.
Kata Amrah, jika yang bersangkutan adalah warga Palembang yang memilih di Banyuasin, maka dia disebut warga pemilih yang pindah TPS. Jika dia pindah tempat memilih, maka dia hanya akan mendapatkan tiga surat suara. Yakni surat suara Presiden dan Wakil Presiden, DPD, dan DPR RI. Pemilih tidak akan mendapatkan surat suara DPRD Kota dan DPRD Provinsi karena berbeda wilayah dan dapil.
Terkait dengan ini, Amrah pun menyarankan wali kota Palembang dan bupati Banyuasin untuk lebih memperhatikan persoalan tapal batas ini, karena memunculkan dampak bukan hanya di bidang pemerintahan saja, tapi juga pada pemilu.
"Kita tidak mungkin memanggil mereka (wali kota dan bupati), karena KPU bekerja dengan kepastian hukum. KPU tidak bisa akomodir pendapat yang salah. Jadi yang kita akomodir adalah yang benar dan punya dasar hukum," tegasnya.
Sebelumnya, ribuan warga Tegal Binangun, Sumsel memprotes keputusan Mendagri yang membuat mereka berubah status dari warga Palembang menjadi warga Banyuasin. Sebagai bentuk protes, mereka mengancam tidak akan memilih pada pemilu atau golput.
"Jangan diklaim kami menjadi Banyuasin, kami warga Palembang. Kami tidak mau menjadi warga Banyuasin, kami tetap menjadi warga Kota Palembang. Kami bersatu memohon, dengan suara 3.000 nanti Pak, apabila bapak tidak mengklaim kami sebagai warga Kota Palembang kami tidak akan memilih. Bayangkan rugi dikit bapak melepaskan yang banyak," kata ketua Srikandi FM-TSPPAB Yanti saat menggelar aksi Minggu (4/6/2023).
(des/des)