Kisah di Balik 'Kampung Janda Musiman' yang Warganya Huni Rumah Megah

Regional

Kisah di Balik 'Kampung Janda Musiman' yang Warganya Huni Rumah Megah

Tim detikJateng - detikSumbagsel
Jumat, 02 Jun 2023 11:30 WIB
Jumiarti (54) menunjukkan foto muda suaminya yang merantau ke Provinsi Jambi, Sabtu (27/5/2023).
Salah seorang warga kampung janda musiman (Foto: Anang Firmansyah/detikJateng)
Jakarta -

Ada sebuah wilayah dijuluki 'Kampung Janda Musiman' di Desa Sumampir, Kecamatan Rembang, Purbalingga. Penduduk pria rata-rata merantau, sementara wanita menghuni rumah megah.

'Kampung Janda Musiman' ini berada di pinggiran. Jaraknya dari wilayah perkotaan mencapai 28 km arah timur laut. Desa dengan luas lahan 575 hektare ini terdapat banyak rumah megah tingkat dua bak istana. Rumah tersebut terlihat berjajar di pinggir jalan menuju Dusun Tipar.

Para pemilik rumah mewah tersebut ternyata merupakan perantau sukses. Mereka membangun rumah tersebut untuk ditinggali keluarganya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini baru yang di pinggir jalan. Di belakang rumah ini masuk gang juga banyak rumah-rumah besar. Ini yang punya warga sini yang merantau," kata Kaur Perencanaan desa setempat, Ivana (27) dikutip dari detikJateng.

Ia menuturkan penduduk yang merantau sebagian besar berprofesi sebagai pedagang. Mereka awalnya membawa produk asli dari Desa Sumampir yaitu kelambu industri rumahan.

ADVERTISEMENT

Namun seiring berjalannya waktu, para perantau juga mengambil produk industri dari pabrik besar seperti tikar. Mereka juga berdagang tekstil dengan modal yang lebih besar lagi.

"Pedagang ini yang merantau mengambil untungnya harus besar juga. Bisa mencapai 300 persen. Karena kan tidak mungkin sudah jauh-jauh merantau tapi cuma untung sedikit. Tapi modalnya harus besar juga," terang Ivana.

Tujuan para perantau awalnya ke Pulau Sumatra dan Kalimantan. Namun saat ini warga Desa Sumampir sudah menyebar dari barat hingga timur Indonesia.

"Sekarang trennya malah ke timur, seperti Bali dan Lombok NTT. Target mereka itu mereka bisa berhasil berdagang di sana. Dagangannya macam-macam, sekarang itu tikar ambil dari produsen. Jiwanya berdagang bukan produksi," jelasnya.

Menurut Ivana, dari dahulu kaum perempuan seolah terlihat hidup sendiri. Namun di balik kisah itu rata-rata mereka bekerja di rumah.

"Bapaknya berangkat (merantau), di sini mereka (warga wanita) tetap kerja. Ibaratnya yang bikin kelambunya atau produksi jahit, atau yang berjualan makanan. Banyak di sini perempuan yang bergerak seolah-olah mereka jadi tulang punggung keluarga," pungkasnya.




(mud/mud)


Hide Ads